May 9, 2023

Petualangan Jepang RayaSaka-chan: The How

Sebelum berangkat ke Jepang ini, jujur gue menyiapkan mental dan memperbanyak ikhlas. Kenapa? Karenaaa…

1. Perlu Bujet Ekstra

Bawa bayi jalan-jalan ke luneg itu perlu bujet ekstra, karena harus mempertimbangkan kenyamanan si bayi.

Misalnya:

Bagi gue, kamar hotel kudu agak luas, jangan sekecil liang lahat banget. Paham sih, kamar hotel di kota besar Jepang itu mahal. Tapi nginep di kamar sempit bersama bayi yang rawan nangis teriak-teriak itu rasanya… bikin pengen balik ke rumah aja. Spaneng! 

Harap diingat, parents, kids, and baby all need some space. Maka, bujet gue sisihkan untuk kamar hotel yang agak luas. Hal-hal seperti servis dan lokasi hotel bisa gue kompromikan—karena toh transportasi publik Jepang bagus, kemana-mana gampang—tapi ukuran kamar kudu nyaman.

Trus misalnya gue, Teguh, dan Raya pengen makan di tempat kaki lima. Tapi kalau tempatnya penuh, banyak asap dapur bercampur asap rokok, si bayi kasian, dong? Alhasil, melipir ke restoran juga.

Daan… Kalau mau nyaman maksimal, ya pergi naik business class dan/atau bawa embak, dong, muahahaha.

OOT dikit: jujur, gue gemes kalau ada seleb/selebgram yang memberi jawaban basa-basi atas pertanyaan, "Apa kunci liburan anteng sama bayi?" Plis, aku tak percaya dengan jawaban "Bawa mainan anu, kasih afirmasi itu." Sama nggak percayanya dengan jawaban sejenis, “Kunci cantikku hanya air wudhu dan tidur cukup.”

Yakinlah, kunci dese adalah business class dan embak. Jujur, hanya itu solusi kalau bunda mau tetap terlihat cantik di foto-foto liburan.

However, we don’t have that kind of money. Jadi, kuikhlaskan kalau di foto-foto aku tampak kusut dan kisut.

2. Rame

Pasca-pandemi, Jepang tuh kayak… bye Covid, hello overtourism!

Sekarang ini, turis dari berbagai belahan dunia bener-bener tumpah ruah ke Jepang. Trus, setelah pulang liburan, mereka bikin konten sosmed yang seru tentang Jepang, sehingga menarik LEBIH banyak turis lagi untuk datang. Muter gitu aja terus.

On top of that, kami berangkat ke Jepang di peak season, yaitu saat libur Lebaran, yang jatuh bersamaan dengan Golden Week tahun ini. Matekkk, peak season-nya dobel.

Golden Week adalah semacam "libur Lebaran-nya" warga Jepang. Di periode ini, rakyat Jepang libur nasional berturut-turut, yang totalnya sebanyak 10 hari. Alhasil, turis domestik juga melimpah ruah dimana-mana.

Intisarinya, Jepang rame banget, salah satunya karena udah jadi destinasi wisata yang sangat mainstream.

Sebelum beli tiket, gue berkali-kali nanya soal ini ke Teguh, "Yakin mau ke Jepang di tanggal ini? Bakal rame banget dan mahal, lho." Seperti biasa, dese sok santai dan menyepelekan kemampuan crowd predicting-ku. Maka pas nyampe di Jepang, hmmm... mamam tuh lautan manusia!

Tapi karena gue udah menyiapkan mental sebelum berangkat, gue nggak terlalu gondok pas menghadapi keramaian di sana. Gue pun jadi bisa menyesuaikan itinerary dan strategi halan-halannya. Seperti burger, planning is also king *edan garingnya*

3. Penuh Batasan

Kalau kami travelling tanpa bayi, tentu kami bisa lebih berpetualang dan keleleran kemana-mana. Bisa ke restoran anu, taman inu, wisata alam itu. Pilihan destinasinya pun lebih banyak, nggak harus kids-friendly, karena Raya udah gede. Kami juga bisa gerak lebih sat-set, karena nggak harus gendong-gendong bayi, dan nggak harus berhenti-berhenti untuk nyusuin atau ganti popok.

Kenyataannya, kami memilih pergi sama bayi, maka segala keterbatasan dan inconvenience-nya harus diterima. Ikhlas, ya? Ikhlas banget dooong. Uwuuu... *peluk Caka, jadi kasian. Kamu bukan beban keluarga!*

***

Perjalanan Jepang kami terbagi jadi tiga babak:

Babak Disney: 

Sori, ini non-negotiable! Hahaha. Sebagai seorang Disney-adult, kunjungan ke Tokyo Disney Resort nggak boleh ditawar. Bahkan tiap gue mengunjungi negara yang ada Disney park-nya, ya harus sowan (bagi pembaca baru blog ini, saya memang punya sejarah panjang soal kegilaan pada Disney theme parks. Bagi pembaca lama, udah pada maklum ‘kan terhadap ke-orgil-anku).

Kunjungannya pun harus semaksimal mungkin, bukan yang tipe datang jam 1 siang, salim sama ((badut)) Miki, jajan, foto depan istana, trus pulang jam 4 sore. Maap ya, kita sih naikin semua wahana.

Jadi, logisnya kami kudu nginep di salah satu hotel di dalam area Tokyo Disney Resort, atau minimal di sekitarnya (area Maihama), agar akses bolak-balik theme parks-nya gampang.

Again, pertimbangannya bukan cuma karena gue sinting Disney, tapi juga karena Saka. Cieee… Saka jadi alesan. Tapi beneran, lho. Kami 'kan berencana ke Disney nggak cuma 1 hari, dan pulangnya pasti malam. Kalau hotel kami di pusat kota Tokyo, jaraknya akan jauuuh sekali dari Tokyo Disney Resort yang berada di pinggir kota.

Kasian Saka, tapi lebih kasian lagi Ibu yang gendong seharian.

Babak Kyoto: 

Sama seperti kebanyakan turis lain, pilihan destinasi kami seputar trio Tokyo – Osaka – Kyoto aja. Tapi di perjalanan ini, kami milih Kyoto, selain Tokyo.

Kenapa nggak ke Osaka? Karena dengan hiruk pikuknya, gue merasa Osaka mirip Tokyo, yang akan kami kunjungi juga. Supaya dapet suasana yang agak beda, ke Kyoto aja deh. Kami pun belum pernah ke sana.

Ditambah, gue nggak pernah terlalu tertarik ke Universal Studios. Udah terlalu bias sama Disney, dan juga bukan penggemar produk-produk Universal (termasuk Heri Potret).

Babak Tokyo: 

Jujur, gue nggak trip planning untuk Tokyo. Untuk Disney dan Kyoto, gue bikin itinerary yang detil banget. Tapi pas musti bikin itinerary Tokyo… males, ah. 

Hadeuh kok gitu, bundaaa...

Alasannya, pertama, karena gue udah capek nyiapin banyak hal. Jadi kepala rasanya penuuuh banget.

Kedua, kami udah rada sering ke Tokyo, jadi rasanya udah liat banyak hal di sana. Meskipun ini ilusi ya, karena setiap tahun, ada hal baru di Tokyo. Pasti selalu seru, kok. Gue pribadi pengen banget ke Kabukicho Tower, TeamLab, main Mario Kart, dan mengunjungi beberapa ladang bunga di pinggir kota Tokyo. Selera oma-oma banget yaaa... maklum, otw lansia.

Akhirnya gue cuma menyiapkan daftar tempat-tempat yang kayaknya seru. Tapi kapan, gimana, dan apakah jadi ke sananya, liat nanti deh, pemirsaacchhh…

*** 

Gue yakin, hari gini pemirsa pasti udah pada pintar dalam merencanakan perjalanan, termasuk ke Jepang. Tapi siapa tau, ada yang amnesia karena kelamaan absen travelling semasa pandemi. 

Berikut panduan sederhana versiku:

Mau pergi kapan? Anak-anak libur nggak? Ortu ngantor? Bisa pada bolos? Lagi peak season nggak? 

Cuacanya kayak apa? Gue pribadi menghindari cuaca terlalu dingin, karena artinya bawaan baju jadi lebih tebal, packing lebih pusing, koper lebih berpotensi penuh. Di sisi lain, Januari dan Februari yang dingin itu adalah low season. Kalau cuaca nyaman, pasti high season. Pick your poison, ya, ges.

Naik maskapai apa? Flight yang murah tentu yang pake ngetem alias transit-transit. Di atas kertas, transit rasanya nggak seberapa ya, demi dapat harga tiket lebih murah. Tapi realitanya, it can be very tiring. Apalagi kalau bawa anak kecil. Untuk perjalanan 8 jam ke bawah, tentunya direct flight lebih nggak capek.

Kalau milih pake transit, perhatikan jam departure-arrival, serta durasi transitnya. Oya, semakin malam kita mendarat di Jepang (khususnya di bandara Haneda), semakin panjang antrian imigrasinya.

Ke kota apa aja? Mau ke mana aja? Itinerary-nya realistis nggak untuk semua anggota keluarga? Kalau ada bayi / balita / lansia, lebih baik itinerary-nya pendek aja, tapi destinasinya yang best of the best. Kita nggak mungkin bisa mendatangi SEMUA tempat yang dipengenin. Copot kaki ente, trus nanti serombongan bete karena terlalu lelachhh.

Quality over quantity! Plis, aku sedih banget liat turis yang tercepot-cepot dari satu landmark ke landmark lainnya, hanya untuk foto, tapi kagak paham itu tempat apaan, nggak meresapi, dan nggak tercipta memori apa-apa saking buru-burunya. Mungkin nama tempatnya aja lupa. What's the point? 

Nginap di mana? Untukmu, apa aspek paling penting dari penginapan? Apakah kamar harus besar? Lokasi di tengah kota? Harus ada breakfast? Ada housekeeping / room service? Harga murah? Kecuali kamu Rafathar, nggak bisa dapat semua, ya. Mahal. Lagi-lagi, pick your poison.

Gimana cara kamu ke hotel dari bandara, dan sebaliknya pas pulang? Airport limosine bus? JR train? Metro subway? Keisei Skyliner? Taksi? Mana pilihan terbaik untuk kamu? Ini harus direncanakan sebelum berangkat, ya.

Mau atur perjalanan sendiri, atau pakai tur? Sekarang, jasa perjalanan beragam dan fleksibel banget. Ada yang menyediakan full tour, atau hanya bantu rancang itinerary serta beliin tiket-tiket atraksi. Prinsip universal berlaku: ada harga, ada jasa.

Getting around di Jepang mau naik apa? Udah tau cara naik transportasi publiknya? Udah tau bayarnya pakai apa?

Transaksi pembayaran di Jepang mau pakai apa? Tunai? Kartu kredit? Kartu Jenius? Gue nggak di-endorse BTPN, tapi kartu Jenius adalah salah satu pilihan populer turis Indonesia transaksi pembayaran, and for good reasons. Look it up!

Oya jangan lupa, Jepang itu dulu masyarakat cash bangeeet, walau sekarang mulai banyak toko / resto yang bisa cashless. Jangan lupa bawa dompet koin, ya.

Mobile data di sana pakai apa? Paket roaming? Portable wifi? Beli SIM Card internasional di sini? Di sana?

Apa kebijakan Jepang soal Covid-19? Harus siapin dokumen tertentu? Harus isi formulir tertentu?

Kalau kamu pindah-pindah kota / hotel, udah tau soal opsi takkyubin luggage service? I highly, highly recommend this. Google sendiri ya, 'kan pada pinter.

Expect for the worst, hope or the best. Terutama kalau kamu seorang perencana yang detil (kayak diriku) tapi bawa anak kecil (juga kayak diriku). Pasrahin aja kalau rencanamu ambyar.

Yang penting, semoga di sana tetap lebih banyak hahaha daripada huhuhu.

***

Jaka Sembung banyak gaya, bersambung ya...

5 comments:

Syifa Pan Daco said...

Waah ditunggu Disney trip reportnya!!

Anonymous said...

Ditunggu cerita lanjutannya kak

Bunda Bibi said...

lagiii... lagiii.. masih belum ilang kangennya baca tulisan mamaknya Raya, rinduuuu....

Anonymous said...

waiting for the next story Mba Leiiii, ayoo update lg hihi

Jane Reggievia said...

Aslik dehh, bulan-bulan kemarin tuh feed IGku semuanya ke Jepang lho. Nggak kaget sih yaa kalau lagi jajan mochi di vendor street food, sebelahan sama cici2 suroboyo juga 🤭

Ngomongin halan-halan bareng bocil, iya banget kenyamanan adalah nomer satu. Kalau ogah rempong, bawa support system atau nggak usah ke mana-mana sekalian, wkwkwk. Aku aja sekarang mau ke toko buah sebentar, tapi mikir harus ngangkut toddler di rumah, keburu mager, suwer 😄 Makanya dirimu keren sik abis traveling dari amiriki lagi, hihi.

Post a Comment