Jul 26, 2023

Setitik Debu di Galaksi Maya

Melenceng dulu dari cerita Jepang, yaaa. Nanti akan dilanjutkan, kok.

Tulisan ini adalah buah pikiran yang sudah lamaaa banget mengendap di kepala gue. Semoga bisa diterima.

Blog Ini Sudah Tua.

Di tahun 2023 ini, blog ini usianya kurang lebih udah 12 tahun. Kalau blog ini manusia, mungkin dia udah mulai coba-coba pacaran, naik motor, dan penasaran merokok. Udah berubah kepribadian, dari anak-anak jadi remaja.

Mungkin blog ini juga harusnya berubah kepribadian. Karena sejujurnya, penulisnya—gue!—juga berubah kepribadian. Ralat, bukan berubah kepribadian, deng. Cuma, selama ini, kepribadian yang menonjol muncul di letthebeastin.com hanya satu sisi. Padahal seperti manusia pada umumnya, gue punya banyak sisi lain.

Tapi sebelum gue menjabarkan soal itu, gue akan sampaikan dulu inti utama post ini: kenapa gue jarang nulis di blog.

Nggak Dikenal Itu Membebaskan.

Sepanjang belasan tahun blog ini berdiri, tau nggak, kapan gue merasa paling nyaman blogging? Yaitu saat blog gue nggak dikenal siapa-siapa, sekitar tahun 2009.

Kalau ada yang ingat, dulu gue punya blog yang berisi catatan persiapan acara pernikahan (alamatnya nggak usah di-share ulang, ya! Malu ah, norak banget hihi).

Di awal kemunculannya, nggak ada yang tahu soal blog tersebut, jadi gue bisa nulis tentang apa aja, sebebasnya. Gue berusaha agar tulisan gue rapi, koheren, gampang dicerna, dan menghibur, tapi pada esensinya, tulisan-tulisan gue nggak dibuat untuk menyenangkan siapa-siapa. Cuma untuk diri gue sendiri. Walaupun lama-lama, tentu ada perasaan pengen divalidasi, ya. Pengen tulisan-tulisan gue dibaca banyak orang dan ditanggapi. Itu sisi minusnya punya blog tersembunyi. Tapi sisi plusnya? Sekali lagi, kebebasan.

Trus blog kawinan gue itu mendadak ((beken)). Ceilee, bekeeen. It gained readers, lah. Mungkin karena blog itu bisa jadi acuan, atau mungkin sekedar jadi hiburan untuk sesama calon manten lainnya. Meski sebenarnya bagi gue, kegunaan utama blog tersebut adalah sebagai wadah latihan menulis, bukan untuk jadi Buku Pintar Manten.

Setelah resmi nikah, lahirlah blog letthebeastin.com ini, sebuah blog yang isinya keseharian gue—seorang IRT privileged yang kebanyakan nganggurnya. Isinya standar dan cetek, sih, tapi gue hepi, karena punya wadah menulis yang interaktif. It also gained readers quickly. Sebagian karena kehadiran pembaca blog sebelumnya, sebagian karena waktu itu, blogging memang lagi populer-populernya, sehingga massanya besar.

Semakin meningkat jumlah pembaca blog ini, semakin besar tekanan gue untuk menulis demi menyenangkan pembaca. Terasa, deh, dulu gue sempat nulis demi popularitas. Bukan berarti tulisan gue jadi nggak berintegritas, cari sensasi, atau bokis-bokis gitu, ya. Hanya saja, gue jadi nggak menulis sejujur-jujurnya. Dalam blog ini, gue hanya menampilkan persona yang ingin dilihat orang. Misalnya, persona lucu-dan-ceria, persona traveller, persona bijak bestari, persona IRT yang asik (ape siih…), dan sebagainya.

Plus, gue jadi nggak bisa menulis dengan rileks dan spontan, karena gue punya tekanan untuk membuat entry yang panjang, lucu, witty, captivating, lengkap dengan foto-foto berkualitas tinggi, demi menyenangkan dan mempertahankan pembaca (baca: karena ketagihan validasi. Klise ya?).

Tapi hidup gue ‘kan terus bergulir. Pengalaman gue terus bertambah. Isi kepala juga terus berkecamuk. Lama-lama gue merasa selera dan kecenderungan gue berubah. Kayaknya nggak bisa nulis lucu-lucuan lagi, deh. Trus kok jadi rada malu cerita-cerita soal travelling, ya? (mungkin karena gue udah lebih tau soal privilese sehingga merasa …. kok pamer dan trivial sekali). Trus, gue juga jadi nggak pengen oversharing soal keluarga dan anak-anak.

Tapi pembaca masih rindu Laila dan letthebeastin.com yang lama. Mereka masih bernostalgia tentang blog posts jaman dulu yang dianggap glory days. Dari waktu ke waktu, ada aja stranger yang kirim pesan di medsos, “Aku suka banget baca blog Kak Laila, aku masih ingat cerita blablablabla,” padahal itu cerita 10 tahun lalu yang gue pun udah lupa. Masa ya, ada pembaca yang mulai baca blog ini saat dia SMP, dan sekarang dia sudah beranak-pinak!

Betapa mengagumkan, mengharukan, dan mengerikannya jejak dunia maya.

Gue sangat bersyukur karena ada orang-orang yang menghargai tulisan dan cerita gue sampai bertahun-tahun. Tapi semoga pembaca nggak terjebak nostalgia, mengharapkan blog ini akan selalu sama, karena gue pun tidak jalan di tempat.

Ini seperti Beyonce.

Pendengar Beyonce—khususnya yang mendengarkan Bey sejak awal. Para Millenial, gitu?—banyak yang kangen Beyonce jaman masih nge-pop R&B dengan Love on Top, Crazy in Love, Single Ladies, de es be. Bagi mereka, itulah Beyonce.

Tapi dalam belasan tahun, Beyonce tentu ber-evolusi. Dia semakin banyak makan asam-garam kehidupan, dan akhirnya merasa perlu bicara politik, ras, gender, feminisme, patriarki dan akar Afrikanya di album Beyonce, Lemonade, dan Black is King. Bukan gimmick buat jualan, ya (karena isu politik pasti masih kalah laku sama isu cinta), hanya saja Bey pasti gelisah ketika matanya terbuka terhadap isu-isu tersebut.

Trus Beyonce lanjut bereksperimen dengan house music dan gay culture pula di album Renaissance. Makin jauh, deh, dari got me looking, got me looking crazy in looove! Para Millenial pun mengerenyitkan dahi dan merasa “kangen sama Beyonce lama, karena Beyonce yang sekarang aneh.” (ini kutipan nyata yang gue baca, dari seorang selebgram).

Letthebeastin.com juga sempat punya masa dimana isinya nge-pop dan melayani selera massal. Tapi, seperti Beyonce, gue ‘kan ber-evolusi. Gue semakin banyak makan asam-garam kehidupan, dan mata gue semakin terbuka terhadap berbagai hal. Oo, ternyata selama ini gue nggak hepi karena anu-anu. Oo, ternyata beberapa hal yang gue yakini dulu itu salah. Oo, ternyata nggak bijak ya, terlalu banyak posting soal anak. Oo, sebenarnya gue punya trauma-trauma yang nggak pernah gue sadari. Oo, ini tho yang namanya patriarki. Oo, ini yang namanya kesenjangan. Oo, hidup tuh berat, ya ((EYYMMM)). Ya Allah, inikah yang namanya woke? Zzzz.

Maka kecenderungan penulisan gue pun bergeser. Gue nggak terlalu menikmati lagi nulis tentang keseharian yang ringan dan dangkal. Yah, sesekali OK lah. Tapi sekarang ini, kepala gue lebih sering diisi oleh pemikiran dan refleksi diri yang mungkin lebih gelap dan berat.

Tapi tentunya, mayoritas orang nggak doyan dengan tulisan-tulisan fafifu wasweswos yang mungkin agak berat atau gelap. Wong orang cari konten di Internet untuk hepi-hepi, kok. Apalagi blog ini sudah kadung lekat dengan image cerita keseharian yang ringan dan hahahihi. Alhasil, sedikit-banyak jadi ada konflik batin setiap gue mau nulis sesuatu.

Lambat laun gue pun semakin jarang posting.

Ditambah warganet sekarang ‘kan ngeri-ngeri. Ngeri temperamennya, ngerti juga kemampuan literasinya. Bikin konten—termasuk nulis di blog—semakin menakutkan karena rentan disalahartikan, apalagi kalau sampai, ehem, viral.

Pikiran gue melayang ke 2009, ketika blog gue nggak dikenal siapa-siapa. Astaga, betapa bebas dan leganya.

Jadi, ini alasan pertama kenapa gue sekarang jarang nge-blog.

Bensinku Tipis.

Alasan kedua adalah “bensin”.

Di dunia ini, nggak ada yang gratis. Semua perlu “bayaran”, termasuk tulisan gue di blog.

Blog ini nggak komersil, dan gue memang nggak cari uang dari blogging. Meski demikian, blog ini perlu “bensin” agar bisa terus hidup.

Seperti banyak content creator lainnya, bensin utama—dan satu-satunya—bagi gue adalah respon audiens. Sayangnya, makin ke sini, “bensin” blog ini semakin sedikit.

Lho, ini bertentangan dengan poin pertama, dong? Katanya kalau blog beken nggak enak, karena jadi nggak bebas nulis? Kenapa sekarang jadi minta audiens?

Gue rasa, gue nggak minta audiens yang banyak. Tapi gue memimpikan blog ini bisa mengundang respon, diskusi, dan interaksi yang hidup.

Di “masa jaya” blogging dulu—sekitar satu dekade lalu—para penulis maupun pembaca blog sangat interaktif. Kami rutin berkunjung ke blog satu sama lain, dan aktif saling menanggapi blog post dengan meninggalkan komen. Komennya panjang dan mengundang timpal-timpalan, pula.

Sekarang ini, gue perhatikan, orang-orang hanya komen sejenis ini:

“Ditunggu posting-an berikutnya, Kak”

“Ayooo posting lagi”

“.............” *nggak komen apa-apa*

(sedikit off-topic: gue yakin content creator di platform mana pun, dalam skala apapun, pasti pernah merasa seperti sapi perah yang terus dipompa sampe kisut: bikin konten lagi Kak, buruan Kak, ditunggu Kak, ayo Kak, ayo Kak, ayo Kak. Konsumen alias para warganet nggak kenyang-kenyang melahap konten, bikin para content creator kocar-kacir bikin konten, agar nggak ditinggalkan pemirsanya.

Betapa capeknya, ya.)

Kalau gue menerima komen sejenis, gue nggak sebel, kok. I’d be like, “OK, aku akan post lagi, simply because I sincerely like writing, storytelling, and thought-sharing. Tapi, apakah kamu nggak punya tanggapan apa-apa soal tulisanku? Pertanyaan? Sanggahan? Kritik & saran? Pujian juga boleh, deh...?”

Pembaca lama pasti tau gue suka blog Cup of Jo.

Cup of Jo adalah salah satu lifestyle blog yang populer di kalangan ibu-ibu dan perempuan Amerika. Padahal kalau dipikir-pikir, blog tersebut mundane sekali. Berangkat dari blog pribadi seorang white, middle class Western mom, pembahasannya remeh-temeh aja. Tone tulisannya pun kalem, nggak ada yang provoking. Kayak... ya udah, gitu aja.

Tapi yang mengagumkan, setiap post-nya bisa mengundang ratusan komentar, yang berisi sharing pengalaman, pertanyaan, ataupun opini para pembacanya. Kolom komentar post Cup of Jo selalu berkobar, sampai-sampai membaca kolom komen tuh lebih seru daripada baca post-nya sendiri. The comments are extension of the post itself.

Tentunya hal ini nggak terjadi dalam semalam, ya. Blog Cup of Jo sangat konsisten aktif sejak belasan tahun lalu, sehingga pembacanya juga udah banyak. Tapi selain konsisten, apa rahasia Cup of Jo sampai bisa mengundang ratusan komentar setiap harinya?

Jujur, gue nggak tau. Feeling gue, mungkin meski sekilas kelihatan sederhana dan mundane, posts-nya Cup of Jo sebenarnya sangat humble dan penuh empati, sehingga pembacanya merasa nyaman dan aman untuk berinteraksi.

Maka gue nggak tau, kalau blog gue minim respon yang bermakna, sebenarnya salah siapa—pembaca yang malas, atau tulisan gue yang nggak mengundang orang untuk engage?

Tapi pada akhirnya, platform media manapun lambat laun akan mati tanpa interaksi pemirsa. Mungkin termasuk blog ini.

Jadi Trus Gimana?

Kalau gue mati dan bereinkarnasi sampai seribu kali, gue pengen selalu terlahir sebagai manusia yang bisa nulis, di seribu hidupku itu. Sesuka itu gue sama nulis.

So I’ll keep on writing, entah di blog ini, atau di jurnal rahasia lain, yang mungkin nggak masuk ke dunia maya sekalian. Atau keduanya. Mungkin letthebeastin.com akan melanjutkan branding-nya sebagai blog yang berisi keseharianku yang ringan, sementara jurnal rahasia akan berisi pemikiran dan pengalaman gue yang lebih…. Berat? Gelap? Duile, ente pikir ente Batman, Laila?! Punya identitas rahasia.

My thoughts and writing will live on, Insya Allah, with or without readers.

Minta maaf buat teman-teman yang mungkiiin nungguin blog ini kembali aktif dan produktif, seperti di masa jayanya. A part of me would like that, too. Tapi mungkin, utamanya, gue musti nulis untuk diri gue sendiri dulu, maka nggak bisa ada janji-janji “OK, segera yaa!”

Kalau platform gue mati—blog, podcast, atau medsos—tentu teman-teman nggak akan kekurangan konten. Konten tuh melimpah banget, kok, di dunia maya. Sampai-sampai gue sering ngebayangin, tiap gue meluncurkan konten ke Internet—dalam bentuk apapun—konten tersebut hanya akan melayang-layang bagai setitik debu di jagad raya, trus hilang percuma tertelan miliaran debu galaksi lainnya. Maka untuk apa juga, ya.

But who knows? Maybe that speck of dust—that I’d craft with love and passion—finds you.

Until next time!

22 comments:

Anonymous said...

Halo, Layla. Salam kenal. Saya Henny, pembaca blog ini dari zaman duluuu dan selalu suka gaya penuisan kamu. Menghibur, bikin mikir, ngasih pengetahuan dan blog-blog baru. Secara berkala saya selalu ngecek blog ini, kalo-kalo ada postingan baru. :)
Terima kasih untuk tulisan-tulisan kamu, ya, Layla. Mudah-mudahan kamu nggak bosen untuk terus menulis.

Anonymous said...

Hai, Kak. Aku sependapat sih kalo komen orang itu juga bikin penulisnya makin semangat buat nulis. Dulu aku jg masih suka ngeblog Kak dari jaman kuliah (walopun gajebo tp itu menyenangkan karena bisa blog walking jg), tp sejak kerja kek ga ada waktu buat sekedar numpahin isi kepala. Pas udh nikah mau nulis lagi, kenapa berasa pemikirannya udh beda ya? Gaya bahasa pun beda. Ini relate bgt sama aku sih Kak. Tengs loh Kak udh menyuarakan isi hati dan pikiran sebagai blogger.

Anonymous said...

Aiiii ga usah minta maaf lah Kak. Bebaskeeeuuunn πŸ”₯. Eh iyak, salam kenal kak, aku ayu dari pontianak.

Anonymous said...

Mba Leiii, tetap semangat menulis walaupun ngga banyak yg komen. Dan walaupun ga sesering dulu ngeblog nya, pembaca pasti paham kan Mba Lei jg udah sibuk urus 2 anak & kegiatan lain☺️ aku kalo lg bosan di kantor yg kubuka selalu blog Mba Lei & ulang ulang ngebaca satu persatu karna aku suka sekali dengan gaya menulisnya 🫢

prin_theth said...

Henny: Aaa, senang sekali bacanya! Nambah bengsin banget, nih, jadi pengen segera nulis lagi hehe. Makasih ya, dan salam kenal.

Anon 1: Nulis memang therapeutic banget, di platform manapun. Isi kepala yang kusut biasanya lebih jernih setelah nulis, tanpa peduli kayak gimana hasil tulisannya. Dan iyaa, gaya penulisan pasti berubah over the years karena kita tumbuh. Kan kita bukan patung, hihihi. Sama-sama yaa.

Ayu: Maaf-maaf kayak Lebaran aja ya :D Salam kenal Ayu of Pontianak!

Anon 2: Senang sekali dengarnya, makasih yaa

Shofy said...

Aaakkk kak leeii, aku penggemar tulisan2 kak lei dari jaman duluu. Tulisannya rapih, tertata dan enak dibacaa. Apapun yg kak lei tulis aku kaya ke hipnotis. Aku jd nonton GoT karna kak lei fans garis keras dan aku penasaran loh serame apa sih GoT ituuu. Dan aku baca loh blog nikahannyaa πŸ˜†
Semoga kak lei selalu sehat dan bisa merasa bebas lagi untuk menulis πŸ€—

Nadila Dara said...

Dan aku pun kalo direinkarnasi ulang juga akan menjadi pembaca setia tulisan Kak Laila πŸ₯° mau di diukir di batu pun (wow ekstrim) akan tetap kubaca pokoknya! Thanks for all the great writings ya kak, udah gak inget lagi tepatnya tahun berapa aku mulai baca hahaha. I still find myself coming back here from time to time just to enjoy the posts 😁

Anonymous said...

Halo Laila. Ini Melly.. Udah pernah komen di postingan lama bahwa diriku ini sungguh penikmat tulisan2mu. Disneyvakansi, persiapan wedding dan blog ini pun sudah habis dan beberapa kali diulang baca lagi dari awal. Blog ini udah lama ku bookmark, jadi sesekali bisa tetap dikunjungi buat cek-cek apakah ada tulisan baru. Jadi mau receh dan dangkal ataupun yang berat-berat akan selalu kunanti terus updatenya (seperti ku sering ngintip ig story juga) ❤❤❤

Anonymous said...

(Rewritten due to a typo πŸ˜‚)
I’m a fan! Blog Ka Laila dari era persiapan nikah sampai sekarang somehow membuatku merasa relate, dalam hal ‘suka sharing yang happy hahahihi tapi (sometimes) bitter inside’. Keep on writing, Ka. But take it easy. Write whenever you want. Write whatever you want. Karena tren dan viral itu come-and-go, tapi tulisan tentang dan dari kita itu akan selalu ada… with or without audiences. Love sekebon!

Dwi said...

Wahh, aku pembaca Let The Beast In sejak dulu loh. Dan kayanya aku pernah baca postingan Kak Laila sekeluarga lebaran di Pekan Baru (?) tapi nyari-nyari lagi postingan itu kok ga ada ya 🀣

Trus kenapa jarang komen, karena takut dianggap sok ikrib gitu πŸ˜‚ sape nih kek saling kenal aja.

Aku ngerasa kok perubahan postingan Kak Laila. But it’s okay. People changes. Jujur, baca postingan ini ada sedikit (((khawatir))) Let The Beast In akan hiatus. Tapi terserah yang punya blog sih, yang penting nulisnya happy. Fyi aku juga follow instagram dan sesekali denger Kejar Paket Pintar 🀭

walking mind said...

Halo Laila! Aku salah satu pembaca blogmu dari jaman dulu. Bahkan sampai sekarang walaupun tahu kamu udah lama banget ga update blog, karena udah kebiasaan, kalau lagi cape kerja aku pasti cek blog kamu siapa tahu ada tulisan baru hehe. Aku suka banget tulisan-tulisan kamu. Tulisan kamu banyak menginspirasi aku untuk mencoba menulis hal-hal yang dekat sama kehidupan atau bahkan yang remeh temeh but in an interesting way. Aku bahkan sampai share sama keluarga dan teman blog kamu saking sukanya. Aku juga followers IG kamu biar kalau kamu update, aku bisa tahu hehe. Btw, jauh sebelum pandemi aku pernah lihat kamu di Kemvill, terus aku heboh gitu pengen nyapa tapi malu haha. Anyway intinya, Mau nulis bloh, posting foto/story di IG, podcast, please keep doing it because I really love your work.

prin_theth said...

Hola, teman-teman! Aku berterimakasih banget, sekaligus malu, kok kesannya di postingan ini aku minta dipuja-puji, HAHAHA. I'm not, tapi makasiiiih banget, banget. Mungkin bensinnya udah ke isi sampai 2024 nih.

Shofy: Aaaak, senang bisa meng-influence GoT! Kamu cocok nggak? haha. Karena kadang GoT bisa terasa too much ya, untuk sebagian orang

Dara: Coming from a very talented writer, this is a huge compliment. Luuuv, Daraa. Semoga kita bisa terus bermain dengan kata-kata <3

Melly: Haaaii, salam kenal ya :) kok setia banget, jadi terharu huhuhu

Anon 1: Thank you so much for the kind words, dan mengurangi bebanku untuk nulis semaunya aja deh... hihi. Salam kenal ya.

Dwi: Lebaran ke Jambi kali yaa, kampung suamiku. Aku belum pernah ke Pekanbaru nih. Kalo hiatus, kayaknya blog ini udah berapa belas kali hiatus ya hahaha. Intinya semoga gak mati total, Insya Allah. Makasih Dwi!

Walking Mind: senangnyaaa kalau kamu juga jadi terdorong nulis. Senang sekali! Lanjutin yaaa. Kalau ketemu tegor aja lho, palingan aku canggung bin kikuk, but never mad :D Salam kenal!

Jane Reggievia said...

Uuuu aku jadi bernostalgia di masa-masa baru nikah, hamindun, then I found your blog. Trus yaudah betah banget. Tau nggak sih kak, akutu pernah berandai-andai, "wah usia 30an tuh seru yak!", karena dari pengalaman hidup dan isi pikiranmu yang menginspirasi diriku πŸ₯°

Maacih untuk semua buah pikiranmu yang dituang di sini, ya! Walau ku jarang meninggalkan jejak dalam komentar, aku masih rutin bacain tulisan-tulisan lamamu lho 🫢🏼

Ghalila said...

Mba, aku udah 8 tahun baca blogmu (wow). Suka sama Cup of Jo juga. Saking sukanya sama blogmu, aku ngga pernah share/cerita ke orang-orang, karena kayak best kept secret gituloh (counterproductive ya? Haha). Tiap minggu aku selalu buka Cup of Jo + Letthebeastin, tapi sejak frekuensi posts Letthebeastin berkurang, jadinya iseng-iseng visit sebulan sekali aja. Bahkan di awal-awal religiously ngikutin KPP (Hello, episode ngomongin Raisa-Hamish?!). Pointnya adalah, terima kasih dan terus berkarya ya, Mba, di platform dan format apapun. Maaf jarang komen dan diskusi :)

Anonymous said...

Mungkin saya kenal Mba Leila nggak sejak dulu. Tapi saya suka dengan blognya dan jadi langganan baca meski jarang komentar. Saya juga punya blog dan sepi komen karena saya jarang komen dan blog walking.

Saya nulis karena suka dan nggak mikirin macem2. Dulu sempet mikirin SEO dan gabung komunitas bloger, sempet dapet job juga. Sekarang udah enggak aktif di komunitas mana pun tapi masih ada beberapa klien dan agency nawarin job tapi saya tolak dengan beberapa pertimbangan. Dunia blogging makin lama juga makin berkembang, mba. Dari cerita receh sampai soal percuanan. Bener, semakin ga dikenal saya merasa kayak mba. Semakin bebas nulis.

Bloger lawas juga banyak yg kayak Mba Leila. Mba Irrasistible, Mba Noni, Ko Armand, Mba Leony (update sesekali). Jadi kangen sama tulisan2 mereka.

Tetep menulis ya, Mba. Biar blog tetep hidup lah meskipun udah banyak yang ninggalin. Take your time.

Anonymous said...

Kak Laila, izinkan kushare tulisan galauku dulu juga saat lagi feeling blue soal tulis menulis2 blog (skrg dah resign menulis blognya wkwkwk jd share di sini aja). Mungkin kegalauan kita agak berbeda, tp pada intinya menulis bisa jadi berat banget saat kita dihadapkan dengan ego diri sendiri.

Menulis....

Akhir-akhir ini gw membaca kembali beberapa tulisan gw yang telah lampau. Gw lalu menyadari gw adalah penulis blog/notes/apapun itu namanya yang terbawa zaman sekaligus tergerus waktu? Apa artinya?

Sebagian besar tulisan gw kurang relevan di zaman lain. Mereka terjebak pada masanya. Membaca satu tulisan gw pada suatu masa yang berbeda jadi membingungkan juga kurang makna. Ambil contoh tulisan-tulisan gw di rentang tahun 2008-2012 (tercerai berai di blog, sosial media, buku harian, agenda rapat dsb). Sudah mah bahasanya alay, tata bahasa berantakan, gaya penceritaan berulang-ulang, dan temanya tak bisa dibawa ke masa kini. Di rentang waktu yang lebih baru, kualitas tulisan gw tak jadi lebih spesial. Kuantitas juga menurun dan gw tak begitu cakap menjawab tantangan zaman.

Akan tetapi, tak memungkiri satu dua tulisan yang terjebak di dimensi lalu itu memang istimewa adanya. Ini sungguh bukan sombong maksudnya, justru sedih karena betapa gw yang hidup di masa ini tidak bisa menyaingi gw di tahun-tahun ke belakang dan betapa pemikiran gw zaman sekarang tak bisa lebih maju dari masa lalu.

Maka bertambahlah status gw menjadi penulis narsis tak multizaman yang senang terjebak nostalgia.

Lalu mengapa gw tetap menulis kembali? Gw tak tahu persis. Tapi setiap gw melewati jalanan kota yang sesak, berdiri di depan laut yang ombaknya menggulung-gulung, membaca twit politik, menatap gedung tinggi yang sendu, menonton gosip, mengenal orang-orang hebat, dan hal-hal lain semacam itu, gw tahu gw ingin menulis, bahkan sekadar mengulang gaya bercerita yang sama dalam cerita-cerita yang tak akan diingat lama.

eserpe said...

Laila, aku dari dulu ikutin blogmu, dan gak berani komen karena ngerasa kita beda banget yet I enjoyed every bit of your writing. Ternyata, makin dibaca ya emang selera dan pov kita banyak beda, tapi somehow ada juga banyak kesamaan, perasaan-perasaan yang kau elaborate itu sebagian aku relate dan sebagian lagi yang gak ku-relate itu kayak familiar dari sisi yang berbeda tapinya. Mbulet ya hahaha biarin ajah. Please keep on writing, aku tim wordpress dan private blog (karena isinya supersharing soal lakik dan anak hahaha), dan abis nulis di blogku dan blogwalking di reading list wordpressku, letthebeastin langsung kuketik. Kayaknya ya kalau aku suka baca tulisan orang itu lebih karena sreg sama cara orang itu menulis, bukan cuma soal isinya. Topik disneyland orang lain males kuikutin, opini opini baik keren-nyelenh-jujur atau apapun juga belum tentu enak dibaca. Kurasa karena itu kuikutin tros tulisanmu, the way you write anything is impressive.

Hanum said...

Kak Laila thank you for writing ya! Suka bgt sama gaya penulisan Kak Laila. Aku jg pembaca lama (lupa dr kapan) tp emg ga pernah komen krn takut aja kaya SKSD :") beberapa tahun belakangan ini emg udah rada jarang baca blog krn mini konten udah banyak bgt seliweran di socmed tp aku tetep once in a while buka blog ini dan diem2 selalu nunggu tulisan baru Kak Laila heuheu :")

Bunda Bibi said...

semoga bensinnya segera full ya, selalu suka dengan tulisanmu laila, ga peduli tentang apapun tulisanmu selalu enak dibaca. Blogmu seperti oase di kala jenuh dengan kerjaan, bikin segeeeer.
Semangat Laila... :D

kriww said...

Hai Leija, aku Kriww. Kita (dulu) sering berinteraksi di blog maupun di IG (waktu aku masih punya IG). Mungkin beda dengan yang lain, aku lebih suka dengan Laila yang woke. Aku dulu mungkin relate 50% dengan Laila, sekarang mungkin 80% relate-nya. Btw aku juga blogging dari 2008 dan sekarang udah tutup hapus blog karena blog aku mirip album Taylor Swift aka terlalu personal dan aku yang sekarang tidak ingin sharing itu lagi. Anyway tulisan yang seperti ini adalah favoritku, jujur aku selalu skip semua postingan travelling dan disneyland hehehe. Aku akan menunggumu menulis tentang mental health, tentang ibu kartini, tentang patriarki, tentang anarki, tentang kesenjangan, tentang agama politik sosial dan budaya, tentang menjadi ibu2 jaksel berprivilese, tentang apa saja yang ringan pun akan menjadi deep aku yaqueen. Teruslah menulis, Leija.

powerrangersdd said...

Bismillah

halo kak laila, aku seneng banget sama tulisan kak lailaaaa. Pertama nemu dari blog persiapan pernikahan, karena aku lagi caricari referensi kain untuk jubah seminar S1 #tmi. Ternyata seru banget banget BANGET sampe kayaknya orang-orang udah bosen kuceritain. Kayaknya menemukan blog kakak sekitar 2017, dan dari situ lanjut terus ke letthebeastin, menemukan disneyvakansi, lalu ke prin_theth di IG, ke Ibu-Ibu Belajar Kritis, sempat dengar rutin Kejar Paket Pintar, sampai terakhir pas pandemi tentu ikut kelas olga kakak. Di sela-selanya, I keep going back to khataman what-took-us-so-long, karena seru banget dan manifesting aku segera nikah juga aamiin #wow #terselipdoa, serta tentu ke letthebeastin menunggu tulisan-tulisan baru.

Senang sekali melihat ketertarikan kakak yang beragam, dan tulisan yang kadang jenaka, kadang serius, dan kebanyakan aku sukaaaa. Seperti kata kak walking mind, kak laila juga memotivasiku untuk menulis, terutama terkait pengalman dan hal-hal trivial. Pengalaman kak laila ke hongkong sangat membantu perjalanan keluargaku, dan bikin pengen nulis perjalanan kami. Sudah dicoba, dan ternyata susah :< Tulisan kak laila sangat mengalir dan menyenangkan, bukan jenis tulisan yang sering kubuat.

Semoga kak laila mendapat keberkahan dari tulisan-tulisan kakak: yang menghibur dan bikin ketawa ngakak, yang informatif, dan ada pula yang thought-provoking. Aku juga menunggu semoga ada kesempatan berpartisipasi saat kak laila berkolaborasi kembali dengan kak sri izzati!

Hilda Ikka said...

Halo Kak Lei! Thank you for this emotional post :') bcs I have the same part myself. Aku sempet menikmati masa kejayaan dunia blogging, masa di mana punya blog itu terdengar geek dan keren. Namun aku sendiri terhitung 'telat' nyebur karena 2014 itu Instagram mulai populer sementara aku baru mulai aktif update blog dan berkomunitas. :D

Here I am merasakan fase yang sama. Udah lama nggak ngisi blog karena isi kepala lebih banyak dipenuhi beban ekspektasi dibanding rasa hepi ketika update blog. Paham banget di bagian validasi itu, pengen bisa bikin postingan yang impresif tapi yah jatohnya malah membebani dan gak post apa-apa. Aku juga pengen balik konsisten posting lagi karena jujur ngeblog itu cara mengarsip kenangan yang menyenangkan. ^^ Meski balik lagi ke yang Kak Lei bilang, ada batasan yang baru kita ketahui belakangan ini soal cyber security, pasti akan berpengaruh ke gaya tulisan. :D

Post a Comment