Nov 29, 2015

When in Berlin: Deutsches Historisches Museum and Museum für Naturkunde

DSCF0187

Eh, nanya, deh. Kalo lagi travelling, khususnya travelling sama anak, pada punya aturan nggak, sih, berapa minimal hari yang harus diluangkan untuk satu kota? Kota, lho, ya. Bukan negara. 

Kalo gue sendiri, untuk kota-kota dalam negeri atau yang dekat dengan Jakarta—misalnya Singapura—minimal 4 hari, deh. Sementara untuk destinasi yang lebih jauh—misalnya Eropa—minimal 5-6 hari per kota.

Soalnya, gue nggak suka diburu-buru saat travelling, sampe ujung-ujungnya cuma bisa foto bareng major landmarks,tanpa sempet meresapi atmoster kotanya. Apose, sih, travelling, kok, cuma buat foto sama landmarks? Kalo mau foto sama landmarks dunia ‘kan bisa di Kota Legenda Wisata Cibubur! :)))

DSCF0328

So enivei! We stayed in Berlin for 5 days, and then Copenhagen for another 5 days.

Nah, kali ini, gue mau cerita tentang tempat-tempat yang kami kunjungi selama di Berlin

***

Secara garis besar, tempat-tempat yang kami kunjungi terbagi menjadi dua kategori: museum dan non-museum.

Saban travelling, kami memang pasti mampir ke museum sebiji-dua biji (atau sepuluh biji. Biar dianggap berbudaya banget, gaesss…). Alhamdulillah, di Berlin kami sempet mampir ke empat museum, yang tipenya sangat berbeda satu sama lain. Ada museum modern, museum seni, museum sejarah, dan museum sejarah alam.

Karena uraiannya (uraiaaan…! Rambut kuntilanak kali, ah, diurai) bakal panjang kalo diceritain jebret sekaligus, gue ceritanya nyicil-nyicil, ya. Pada postingan kali ini, gue cuma bakal cerita soal Deutsches Historisches Museum dan Museum für Naturkunde. Sisanya nyusul di postingan-postingan berikutnya, ya! (yang mana entah kapan… #Barbielelah)

Sok, mangga, kalebet!

***

Deutsches Historisches Museum (German Historical Museum)
Visited on day 1

DSCF0209

Sebenernya, saat nyusun itinerary, gue sempet sekilas ‘ngintip’ tentang Deutsches Historisches Museum (DHM) di Tripadvisor, tapi nggak gue masukkin ke itinerary.

Cuma kebetulan, waktu itu kami lagi jalan-jalan tanpa tujuan, trus nggak sengaja ngelewatin museum ini.

Ya udah, hajar lah.

DHM ini besaaaaaaar sekali, sehingga gedungnya terbagi dua—gedung utama, dan gedung extension. Ternyata bukan hanya rambut yang bisa pake extension, ya, gaes #krikkrik

Gedung utama
image taken from here

Gedung extension
image taken from here

Isi dari gedung utama DHM adalah permanent exhibition—pameran tetapnya, gitu—yang berisi 7,000 artefak bersejarah tentang sejarah pembentukan Jerman.

Sementara isi gedung extension DHM adalah temporary exhibition alias pameran sementara. Jadi fungsi dari gedung extension ini lebih kayak galeri, dimana pamerannya berganti-ganti setiap beberapa bulan.

Selaun itu, gedung utama DHM bergaya klasik, sementara gedung extension-nya bernuansa sangat modern.

Gue ‘kan masuk gedung DHM ini dari sisi gedung extension, ya. Nah, saking gedenya ini museum, gue sama sekali nggak liat penampakan gedung utamanya.

Alhasil, gue sempet membatin, “DHM ini ‘kan museum sejarah. Katanya tertua dan terbesar di Berlin pula. Tapi, kok, penampakannya modern banget, nggak klasik? Kecil pula. Exhibition-nya juga, kok, temporary semua? Payah, ah.”

Ealaaah, ternyata yang gue liat cuma gedung extension-nya DHM. Nggak termasuk gedung utamanya.

Karena begitu adanya, kali ini gue cuma bisa cerita soal sisi gedung extension DHM, bukan gedung utamanya. Okeh? Okeeeh.

As I’ve said, penampilan gedung extension DHM ini modern banget. Arsitektur dan interiornya minimalis, dan temporary exhibition-nya juga modern dan (kayaknya) seringkali progresif.

Saat kami berkunjung ke gedung extension DHM ini, sedang ada empat temporary exhibition disana, yaitu Unification, Layers of Time, 1945, dan Homosexuality_ies.

Pilihan gue? Tentu saja yang paling seru, eyecatching, dan relatable buat gue—Homosexuality_ies! Duh, paling cepet ya kalo binan-binanan.

DSCF0212

Lantas… gue melirik ke anak lanangku. Yang jelas, gue nggak bisa (dan nggak mau) bawa Raya ke exhibition ini. Apalagi emang ada peringatan bahwa pameran ini menampilkan image-image bokepisme (oooh, pantesan lo mau masuk ke pameran ini ya, La? Ya ya ya).

Maka akhirnya Raya dibawa T ke temporary exhibition lain dalam gedung ini, sementara si ibu melangkah sambil deg-degan ke pameran Homosexuality_ies sendirian. Ihiiiiy.

Inti dari pameran Homosexuality_ies adalah dokumentasi sejarah, politik dan budaya LGBT (lesbian, gay, bisexual, transgender) di Jerman.

Maka dari itu, pameran ini menyajikan:

1. Cerita-cerita para individu LGBT. Di pameran ini, ada sejumlah TV yang memutar video orang-orang LGBT yang bercerita tentang kehidupan pribadi mereka—how they came out, gimana respon keluarga mereka, gimana para crossdressers belajar tampil sebagai drag queens, dan sebagainya. Pokoknya cerita-cerita yang nggak boleh didenger Mamah Dedeh dan Habib Riziq, lah. Bisa dibakar TV-nya.

Nggak semua cerita-ceritanya datang dari individu yang LGBT. Ada juga cerita-cerita dari orang-orang yang dekat dengan lingkungan LGBT, and how the LGBT community influences them. Jadi kayak nonton diary audio-visual aja, gitu.

 image taken from here

2. Dokumentasi sejarah, politik dan budaya LGBT di Jerman, yang disajikan lewat lewat kliping koran, video, foto dan artefak. Very interesting to see how homosexuality used to be punishable by law in German, misalnya, juga bagaimana dunia kedokteran pernah berusaha mengeluarkan obat-obatan untuk "menyembuhkan" homoseksualitas. Sampe pada akhirnya, kaum LGBT malah punya partai sendiri.

 image taken from here

3. Nude gay pictures and gay porn. Sumpah, ada maksud penting, kok, dari penyajian foto-foto ini. Nggak sekedar buat bikin sensasi. Tapi ya, gue lupa apaan… #terlaluterdistraksi.

 image taken from here

4. Isu-isu feminisme, yang disajikan lewat lukisan dan kutipan tokoh-tokoh feminis, termasuk “tokoh wajib”nya, Simone du Beauvier.

image taken from here

Overall, pameran Homosexuality_ies ini lumayan serius dan “dalem”, ya. Beberapa bagian dari pameran ini cukup menyentuh dan relatable buat gue. Tapi beberapa bagian lainnya bikin gue mikir keras. Akhirnya gue manggut-manggut sok paham aja, lah.

Oya, ada satu hal yang menarik. Gue ‘kan anak Jakarta, nih, sebuah kota metropolitan di negara yang terdiri dari berbagai suku dan agama. Jadi, untuk standar Indonesia, Jakarta udah berasa diverse banget lah, ya.

Tapi diversity dan keragaman Jakarta nggak ada apa-apanya dibandingkan diversity di Berlin. Contohnya, saat gue nongkrong di pameran ini. Bayangin aja, seorang Muslim Asia berhijab wara-wiri di sebuah pameran homoseksualitas, melototin foto-foto nude gays, sebelah-sebelahan sama pasangan gay yang udah kakek-kakek.

And of course, nobody cares! Semua orang paham, bahwa kalo ke museum atau galeri, ya berarti mau lihat artefak sejarah, seni, atau kebudayaan. Udah, gitu doang. Maka nggak ada yang menatap gue dengan penuh tuduhan, “Ih, kok jilbab-jilbab ngeliatin bokep gay…”. Emangnya deseneeee…? #CURHATBANGETSIS

Pokoknya aku syenang and genuinely enjoyed the exhibition. I spent one hour here, itu pun belom puas. Nggak kayak T dan Raya yang kebosenan di pameran sebelah, sehingga akhirnya ngacir keluar setelah 20 menit, trus main di taman.

Duh, keluargaku. Nggak kalcer banget deh, kalian! :D

Museum für Naturkunde (Nature History Museum)
Visited on day 2

DSCF0319

Museum für Naturkunde (MfN) adalah sebuah museum sejarah alam, yang berisi berbagai artefak tentang alam. Misalnya, sampel bebatuan, fosil tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan yang diawetin, rangka dinosaurus, dan sebagainya.

Rata-rata, sih, setiap negara punya museum sejarah alam. Selain MfN ini, museum sejarah alam lain yang pernah gue kunjungi adalah National Museum of Nature and Science di Tokyo, Naturhistorisches Museum di Vienna, Museum Zoologi di Kebun Raya Bogor, dan Museum Geologi di Bandung.

Padahal sebenernya, sih, gue nggak terlalu suka sama museum sejarah alam. Kita ‘kan anak IPS banget, ya, siiis, bukan IPA. I prefer art museums waaay, way more. Tapi museum sejarah alam biasanya menarik buat anak-anak, apalagi Raya emang suka banget sama fauna-faunaan. Ditambah, MfN punya koleksi rangka dinosaurus terbesar di dunia, sampe masuk Guinness World Record segala. Woooww… pasti anakku doyan!

Maka kami pun capcuuusss ke sana.

MfN ini berlokasi di sebuah gedung tua, kayak gedung jaman kumpeni. Hawa-hawanya mengingatkan gue kepada Museum Fatahillah. Pencahayaanya rada gelap dan baunya agak apek. Tapi terawat, kok.

Secara keseluruhan, MfN terbagi menjadi 10 ruangan atau hall: The World of Dinosaurs, Minerals, Evolution in Action, Domestic Animals, System Earth, Masterpieces of Taxidermy, The Cosmos and Solar System, Kellers Models, The Humboldt Exploratorium, dan The Wet Collections.

DSCF0313

DSCF0314

Karena keterbatasan waktu, kami cuma menyempatkan diri ke hall yang ada hewannya, yaitu The World of Dinosaurs, Evolution in Action, Domestic Animals, Masterpieces of Taxidermy, dan The Wet Collections.

OK, let’s start!

Kalo berkunjung ke MfN, kita bakal disambut oleh hall The of Dinosaurs yang keren banget. Jadi pas baru masuk lobi museumnya, jeng jeeeng…! Langsung bisa liat rangka-rangka dinosaurus raksasa, termasuk rangka Brachisaurus kebanggaan MfN yang sampe masuk Guinness World Records itu. 

DSCF0260

DSCF0231

DSCF0255

Pokoknya keren, lah. Instagrammable? Sudah pasti #eaaa. 

DSCF0234

DSCF0253

DSCF0257

Dari The World of Dinousaurs, kami lanjut ke hall Masterpieces of Taxidermy, where we spent most of our time. 

DSCF0269 

Alasannya, pertama, karena hall ini menampilkan sejumlah hewan yang diawetin, dan kebetulan hewan-hewannya kesukaan Raya semua. Hewan standar kesukaan anak kecil, sih, kayak beruang, kuda nil, gorila, kambing, dan sebagainya.

DSCF0266 

DSCF0275
Bobby si gorila dan Knut si beruang kutub, dua-duanya mantan penghuni Berlin Zoo di Tiergarten

DSCF0280

DSCF0278

DSCF0281 

DSCF0315

Kedua, karena gue sendiri punya hubungan benci-tapi-cinta sama taksidermi atau alias teknik pengawetan binatang.

Sebenarnya, kalo dipikir-pikir, taksidermi ‘kan jijay banget, ya. Apaan, siiih, binatang mati dikobok-kobok, diisi pake kapas, trus dipajang seakan-akan dia masih hidup? Namanya juga udah mati, kodratnya ‘kan membusuk aja di tanah. Meskipun atas nama riset, it’s against the nature’s law, yu naw!

Apalagi kalo taksiderminya salah dikit, hasilnya bisa jadi aneh banget. Liat aja hewan-hewan taksidermi di Museum Zoologi Kebun Raya Bogor. Bentuknya mencong-mencong, ekspresinya creepy, dan jahitan-jahitan di kulitnya tampak jelas. Hoek. 

DSCF0294
Dua kucing hutan yang diawetin. Perhatiin, deh. Kucing hutan yang di atas adalah contoh taksidermi yang bagus. Sementara kucing hutan yang di bawah adalah contoh taksidermi yang kurang bagus. Liat kualitas bentuk mukanya. Kalo belum pernah ke Museum Zoologi di Kebun Raya Bogor, gue kasitau aja, penampakan hewan-hewan awetannya mirip kucing hutan no #2 semua.

But somehow, taksidermi itu juga nagih-nagih bikin penasaran gimanaaaa, gitu. Walaupun jijay, gue suka ngeliatin hewan-hewan diawetin sambil merenungkan kejijayannya (apose…). It’s quite fascinating, really.

Manusia ‘kan gitu. Kalo jijik sama sesuatu, malah jadi penasaran sama hal tersebut. That is why we love popping pimples, still watches The Kardashians, and stalk gross people on Instagram. Apa itu gue doang, ya?! (iya, La…)

Kebetulan, workshop taksiderminya MfN adalah salah satu yang paling maju di dunia. Ya, pantesan aja MfN abis-abisan memamerkan proses pengawetan hewan mereka. Penjelasannya detail sekali, lengkap dengan diorama contoh-contoh proses pengawetannya. Absurd banget, deh. 

DSCF0271

DSCF0274

DSCF0282

DSCF0284
Tahan dulu muntahnya, buibu! Ini bukan isi perut tupai asli, hanya "ilustrasi" belaka. Tapi tetep aja ya... hoek!

Selain hall Masterpieces of Taxidermy, hall yang nggak kalah jijay / fascinating adalah hall The Wet Collections.

Jadi, sejak puluhan tahun lalu, MfN punya banyak sekali koleksi binatang yang diawetkan dalam rendaman etanol atas nama riset. Tepatnya, satu juta binatang—mulai dari laba-laba, ikan, amfibi, sampai crustacean—yang ditempatkan dalam 276,000 toples etanol.

DSCF0285

DSCF0291

Dulu, koleksi ini disimpan di sebuah ruangan ala kadarnya. Tapi pada tahun 2010, koleksi hewan rendeman ((hewan rendeman)) ini dipindahkan ke gedung baru yang standarnya lebih bagus. Kedap oksigen dan anti api segala, lho. Dan sebagian dari koleksi ini pun jadi dipajang untuk publik. 

DSCF0289 

Bagi gue, The Wet Collections ini absurd banget. Yang bikin tambah absurd, hall ini nggak ada plang informasinya sama sekali. Gue aja dapet info-info di atas dari website MfN. Jadi pas gue disana, gue bingung banget. Ini hewan-hewan apa? Kenapa pada direndem di cairan kayak air pipis gini? What are we looking at? Is this hell?! *lap keringet*

DSCF0293
Jadi pengen makan ikan asin nggak, sih?! *enggak*

Lanjut!

Hall yang nggak kalah menarik adalah hall Evolution in Action. Hall ini utamanya bercerita tentang hukum alam—bagaimana spesies yang lemah akhirnya punah dengan sendirinya, atau sekalian berevolusi menjadi bentuk lain demi bertahan hidup. Infonya menarik-menarik banget, lho. 

DSCF0305
Biodiversity Wall, yang menampilkan 3,000 spesies binatang! Surga banget buat main “Coba cari binatang ____” sama anak.

DSCF0307

DSCF0312

DSCF0310
Cerita sekejap boleh, ya? 

 Pada jaman dahulu kala, ada spesies mamalia bernama quagga. Bentuknya kayak campuran kuda dan zebra. Badannya setengah loreng hitam-putih kayak zebra, setengah lagi polos.  

Sekarang ini, quagga udah punah karena dulu diburu dengan membabi buta. Tapi ada yang bilang, quagga juga sempat kena wabah lalat tse-tse di Afrika. Pertanyaannya, kenapa quagga bisa kena wabah ini, sementara zebra enggak? Padahal hidupnya berdampingan, lho.

Ternyata, karena lorengnya itu tadi. Selama ini, anggapan populer kenapa zebra berloreng itu ‘kan supaya mereka bisa berkamuflase dan menghindari serangan predator seperti macan. Tapi ternyata, enggak juga, kok. Singa masih gampang berburu zebra.

Tapi loreng zebra terbukti efektif ngebikin bingung pengelihatan lalat tse-tse.

That is why, quagga jadi sasaran empuk lalat tse-tse, karena bodi mereka setengah polos, sementara zebra enggak. 

Itulah, kawan-kawan, yang namanya adaptasi makhluk hidup. Hail science!

Secara keseluruhan, MfN ini bagooos dan cukup menghibur buat anak maupun dewasa. Museumnya pun nggak terlalu besar, tapi exhibition-nya padat dan menarik.

Kekurangan utama MfN adalah penjelasan dalam bahasa Inggrisnya sangat minimalis. Bahkan, plang-plang yang bilingual (Jerman – Inggris) cuma ada di hall The World of Dinousaurs. Sisanya? Bhay! 

DSCF0248
OOTD versi "Papa, Kalo Foto Tolong Aba-Aba"

DSCF0251
OOTD versi "Papa, Kalo Foto Tolong Aba-Aba" part 2

To be continued to Gemaldegalerie dan Pergamonmuseum.

20 comments:

dani said...

Hueeeee. Gede banget museum-museumnya. Yang di Jakarta aja saya belom khatam. Baru masup ke museum Nasional udah merinding disko lihat koleksi senjatanya. :P
Btw Taxidermy yang di Bogor saya mbayanginnya sama kayak di Kebon Binatang Surabaya. Dulu sempet mikir waktu kecil apa kalo diawetin itu pasti dihinggapin jin/setan ya kok penampakannya jadi serem banget padahal kalo lihat yang hidup ya cantik-cantik itu binatang, ternyata emang gak oke ya proses mereka.

Annisa Rizki Sakih said...

Asyik.. oleh-oleh jalan-jalan ke yuropnya uda dibagikan dalam bentuk cerita.
Keren deh mba Lei museum taxidermy nya.. Aku juga ada semacam hubungan benci tapi cinta sama harimau yang diawetkan di rumah-rumah para sesepuh zaman baheula. Creepy creepy gimanaaa gitu rasanya di usia kanak-kanak ngeliat harimau (awetan) ngejogrok di dalam rumah. Jadi penasaran pingin lihat yang versi lebih banyak macam hewannya.
Raya kelihatan dewasa disini mba..yg di IG ekspresi senyumnya Raya jg priceless banget. Ditunggu lanjutan ceritanya ya mba..

Unknown said...

aaah mbak laila apose ig nya??????

Arini said...

aduh le gw gatel pengen komen ini bagus bangettt kebetulan gw juga suka banget ke museum-museum hahaha

-Arin-

pipit said...

museumnya bikin mupeeeeeng... yang dinosaurs lho yaaaa bukan yang bokepisme :P

Izna said...

Raya abis nerima endorse-an Adid*s apa gmn mbak Lei??? #ootparah

Lucu yak klean berdua kaya kakak adek! :*

Lia Harahap said...

Cuma blog ini yang bisa bikin aku tahan dengerin cerita tentang sejarah, museum, dan hal-hal nyeleneh lainnya. Hehehehehe. Makasi Mbak Leija :D

Ratri Purwani said...

Kok seruuuuu!!! Tapi jadi kebayang hewan rendeman sama taxidermy kok ya rada horor juga yak. Ditunggu kisah kasih selanjutnya kak Lei!

Rere said...

Lei, museum taxidermy nya parah banget kerennya :)

harusnya kita belajar yak, gimana bikin musium yang enggak ngebosenin kayak di luar sanah. Klo disini mah udah gak presisi peletakan barang-barangnya, plus debu-an pulak -_-''

prin_theth said...

Hihihi, alamak, ada jinnya! Tapi iya, ilmu taxidermy ternyata rumit banget, apalagi kalo mau bikin yang presisi, ya.

prin_theth said...

@prin_theth :D

prin_theth said...

HAI KAMU GADIS PEDANSA! Akhirnya nongol juga! Hahahaha yuuk Ariiin kita ke museum bareng :D

prin_theth said...

AMIIIN! :D Sayangnya bukan endorse-an Adidas nih, tapi modalnya tetep lumayan murah. Patu beli di keranjang diskonan, jaket dibeliin adekku, hahaha #hagemaru #pelit

prin_theth said...

Aduuuh, aku paling malesss sama harimau atau cendrawasih awetan di rumah sesepuh. Soalnya antara serem dan dekil gitu hahaha. Taksiderminya juga nggak presisi pisan hahaha. Tapi harimau dan cendrawasih awetan tuh khas rumah kakek-kakek banget yaa :D

prin_theth said...

... dan kalo disini hawa angkernya kentelll :D

Anonymous said...

hello from berlin, germany,
thanks for using some of my pictures from the #hmsx-exhibition.
i tried to find out if you enjoyed the exhibition or not, but google translator tried to help. :)
all the best,
marc

Filand said...

Mba Lei, waktu di berlin sama copenhagen nginep nya dmn? boleh minta infokah??

prin_theth said...

Thank YOU for the pictures :) And yes, I thoroughly enjoyed the exhibition!

prin_theth said...

Haai, waktu di Berlin aku di Adina Hotel yang cabang Checkpoint Charlie. Waktu di Copenhagen aku di Airbnb :)

Filand said...

Wawww thanks info nya mba lei, nanya lagi dong, kalo disuru pilih vienna/salzburg atau copenhagen lebih pilih mana? Galau antara pengen ke tivoli atau ke hallstatt 😂😂😂

Post a Comment