Nov 7, 2014

Open Post: Illustrated Children's Books by Gemma

Open post ini ditulis oleh teman baik saya, Gemma Letitia, pemilik online shop buku anak-anak bergambar @thereadingspot

Haaaai!

Beberapa waktu lalu, Laila nawarin gue untuk nulis tentang rekomendasi buku cerita anak-anak. Tanpa pikir panjang, gue langsung meng-iya-kan. Siapa juga yang nggak mau nulis di blognya LAILA ACHMAD? Hihihi (idih, Gemmaaa… –Laila). Kebetulan, minat gue memang di sekitaran buku cerita anak-anak, terutama yang bergambar alias illustrated children’s books.


Ceritanya, setelah punya anak, gue jadi suka banget baca buku cerita anak-anak. Awalnya cuma beli satu-satu buat Yardan, lama-lama jadi terobsesi sendiri ngumpulinnya. Sekarang, buku cerita anak-anak di rumah sepertinya udah bisa menyentuh genteng kalo ditumpuk—mulai dari buku cerita pasaran semacam seri Disney, buku yang ceritanya nggak jelas atau terjemahannya ngaco, sampai buku yang benar-benar layak koleksi.

Bagi gue, buku cerita anak-anak itu semacam makanan jiwa, apalagi sekarang rasanya sulit banget cari waktu untuk baca buku “berat”. Kalo ada waktu luang mending dipake buat tidur. Ibu-ibu banget, yaaa… Atau emang males aja?

J. R. R. Tolkien—pengarang trilogi The Lord of the Rings yang legendaris—pernah bilang bahwa nggak ada yang namanya menulis cerita untuk anak-anak. Seandainya ada buku yang dapat menangkap imajinasi anak-anak, bagi Tolkien, buku tersebut bukan diklasifikasikan ke dalam buku cerita anak-anak, “but simply really good books”. Setuju sama pendapat beliau, karena gue sendiri juga ngerasain ada kesenangan tersendiri dari membaca buku cerita anak-anak yang berkualitas.

Beberapa tahun belakangan, makin banyak buku cerita anak-anak dengan ilustrasi yang indah dan nggak ngebosenin sama sekali. Pesan moral disampaikan dengan sederhana, tanpa terkesan menggurui tapi tetap mengena. Gue sendiri lebih sering baca buku anak-anak karya pengarang luar negeri, walaupun karya pengarang Indonesia juga nggak kalah bagus, ya. Clara Ng, misalnya. Hanya saja cerita dan ilustrasi yang ditawarkan pengarang dan ilustrator luar negeri masih lebih bervariasi dan “greget”.

***

Berikut adalah beberapa rekomendasi buku cerita anak-anak bergambar yang menurut gue wajib baca atau dipandangi, karena beberapa emang nggak ada teksnya sama sekali.

The Day the Crayons Quit
 
oleh Drew Daywalt, ilustrasi oleh Oliver Jeffers





Pernah nyangka nggak, kalo krayon bisa protes? Itulah yang dilakukan oleh sekotak krayon milik seorang bocah bernama Duncan. Ada yang marah karena kecapekan terlalu sering dipake, ada yang kesel karena si Duncan kalo mewarnai selalu keluar garis, dan bermacam alasan lainnya. Sehingga masing-masing dari krayon tersebut mengirimkan ‘surat protes’ untuk Duncan.

Selain ceritanya yang unik, hal yang menarik dari buku ini adalah ilustrasinya. Kebetulan ilustratornya adalah ilustrator favorit gue, Oliver Jeffers. Cinta banget sama orang ini, sampe-sampe tiap foto Instagram yang dia post selalu gue love. Mau fotonya jelek juga tetep gue LOVE!

OK, balik lagi ke buku. Jadi, setiap krayon di cerita ini digambarkan memiliki kepribadian yang berbeda-beda, terlihat dari ‘tulisan tangan’ mereka dan penggambaran sosok si krayon itu sendiri. Ada yang gampang KZL, ada yang perfeksionis, ada yang maunya menang sendiri, semuanya tercermin dari isi surat mereka.

Gue dan Yardan suka banget buku ini. Bagusnya, sih, buku ini dibacakan oleh orangtua kepada anaknya, soalnya ‘tulisan tangan’ di surat-suratnya agak susah dibaca oleh anak yang baru belajar membaca. Emosi yang tersirat dalam tulisannya juga seru buat dihayati pas lagi storytelling, sehingga anak jadi antusias dengernya.

Grandpa Green 
oleh Lane Smith






Grandpa Green bercerita tentang seorang anak yang mengisahkan kembali perjalanan hidup kakek buyutnya. Ia bercerita berdasarkan pohon-pohon dan tanaman-tanaman beraneka bentuk (topiary) yang ada di taman ciptaan si kakek. Taman tersebut dipenuhi oleh berbagai bentuk pepohonan yang menyerupai peristiwa hidup yang dialami oleh si kakek, seperti saat beliau terkena cacar air, saat bertemu sang pujaan hati, dan seterusnya.


Menurut gue, buku ini bisa dinikmati anak-anak dan dewasa. Ceritanya sangat menghangatkan hati, terutama bagi mereka yang punya hubungan dekat dengan kakeknya. Ilustrasi Lane Smith nggak menggunakan warna-warna rame dan cerah, hanya dominan hijau-putih-hitam, tetapi guratan dan detailnya indah sekali dipandang mata.

Journey 
oleh Aaron Becker





Journey adalah salah satu buku yang bikin gue makin jatuh cinta sama ilustrasi buku anak-anak.  Buku ini bercerita tentang petualangan seorang anak tanpa sepenggal kata pun. Ceritanya, sang anak—yang menjadi tokoh utama buku ini—bosan karena orang-orang di sekitarnya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Di tengah kebosanannya, ia menemukan sebuah spidol merah yang ternyata dapat membawanya ke dunia lain (tanpa ketemu Harry Panca tentunya, zzzz…).

Mungkin ada yang protes, apa, sih, manfaat wordless picture book bagi anak? Gimana anak bisa belajar baca kalo bukunya nggak ada kata-katanya? Sebenernya maanfaatnya banyak, lho. Salah satunya, anak (atau kita sendiri) jadi bisa belajar memaknai buku tersebut menurut pengertiannya sendiri. Seperti menerjemahkan karya seni atau lukisan, lah. Semua orang punya interpretasi sendiri. 

Selain itu, anak jadi bisa menarasikan kisahnya dengan perbendaharaan kata sang anak sendiri, karena kadang belajar membaca itu bikin frustrasi—ya anaknya, ya orangtuanya. Trus ada yang bilang, wordless picture books bisa bikin ibu bernarasi dengan lebih kompleks dan kreatif saat bercerita ke anak, dibandingkan ketika sekedar membaca teks.

Ini adalah buku pertama Aaron Becker, tapi visualnya kuat sekali. Detailnya WOW! Nggak heran, sih, karena do’i pernah bekerja di studio-studio film seperti Lucasfilm, Disney, dan Pixar.  Sekuel buku ini juga udah keluar, judulnya Quest. Rencananya buku ini memang mau dibuat trilogi. Nggak sabaaaar…!

I Want My Hat Back 
oleh Jon Klassen






Buku ini bikin ngakak! Nggak nyangka ada buku cerita anak selucu ini. Sebenernya I Want My Hat Back adalah buku kedua setelah This is Not My Hat. Semacam sekuelnya kali, ya. Cuma, menurut gue, cerita dan ekspresi karakternya lebih lucu di buku ini.

Buku ini berkisah mengenai seekor beruang yang kehilangan topinya. Dia udah nanya ke binatang-binatang lain, tapi nggak ada satu pun yang tau di mana topinya berada, sampe akhirnya sang beruang sadar kalo tampaknya ia melewatkan sesuatu…

Gue nulis review ini sambil senyum-senyum sendiri, lho. Abis, kok, ceritanya geblek banget. Geblek dalam artian bagus, ya. Ending-nya pun nggak ketebak, kecuali kalo udah baca This is Not My Hat, karena akhir ceritanya memang mirip.

Karena buku ini, gue jadi makin jatuh cinta sama ilustrasinya Jon Klassen. Langsung, deh, ngumpulin semua buku karangan dan ilustrasi Klassen, yang menurut gue emang bagus semua.


The Giving Tree 
oleh Shel Silverstein





The Giving Tree merupakan cerita klasik dengan ilustrasi sederhana. Tentang sebatang pohon yang digambarkan sangat menyayangi seorang anak laki-laki. Kasih sayangnya tanpa pamrih, dan pohon itu merasa bahagia ketika dapat melihat anak itu bahagia, walaupun sampai harus mengorbankan hidupnya.

Saking terkenalnya The Giving Tree, banyak sekali tulisan-tulisan yang membahas makna buku ini yang sebenarnya. Pembahasannya lebar sekali. Ada yang menghubungkan dengan pola asuh yang salah, sampai ada yang menghubungkan dengan sifat ketuhanan. Buat gue maknanya sesederhana ilustrasinya—tentang kasih sayang tanpa batas dari seorang ibu kepada anaknya.

Gue pertama kali baca buku ini waktu belum punya anak. Efek yang didapat sekadar terharu dikit. Kemudian baca lagi setelah punya anak, langsung banjir air mata dan kepala pusing! Ceritanya cukup menggugah orang-orang yang memiliki hati gulali, memang. Walaupun gue merasa si pohon goblok banget, tapi semuanya menjadi wajar ketika dihubungkan dengan cinta. Ejiyeee….

(sekilas review gue tentang The Giving Tree dan Shel Silverstein ada disini -Laila)

Jane, the Fox, and Me 
oleh Isabelle Arsenault & Fanny Britt






Sebenarnya buku ini kadang dikategorikan sebagai graphic novel, dan lebih tepat ditujukan untuk anak-anak yang beranjak remaja. Ceritanya tentang gadis berusia 11 tahun bernama Helene, yang selalu merasa kesepian dan tidak punya teman di sekolah. Ia juga dihadapkan dengan peristiwa bullying dan rasa tidak percaya diri. Pelariannya hanya buku Jane Eyre favoritnya, Helene merasa punya ikatan yang sangat kuat terhadap tokoh Jane Eyre.

Ilustrasi buku ini didominasi warna hitam putih dari pencil drawing, dan penulisan ceritanya sederhana namun mengena. Keseharian Helene digambarkan oleh ilustrasi Isabelle Arsenault dengan brilian, sehingga kita bisa benar-benar merasakan penderitaan dan kesepiannya.

Buku ini cocok untuk mereka yang memiliki anak perempuan yang beranjak remaja, karena jujur aja, lingkungan remaja seringkali nggak indah, dan orangtua nggak bisa hadir setiap saat untuk melindungi hati anak mereka. Sikap terbuka terhadap pertemanan dan kemampuan untuk menghargai diri sendiri dapat membantu anak memasuki masa remaja, setidaknya untuk Helene dalam cerita ini.

The Dark 
oleh Lemony Snicket, ilustrasi oleh Jon Klassen





Buku ini bercerita tentang seorang anak bernama Laszlo yang takut dengan gelap, sampai pada suatu petang di kamarnya, kegelapan ‘menyapa’ Laszlo. Laszlo berusaha mengatasi rasa takutnya dan mulai ‘ngobrol’ dengan kegelapan, mencoba menemukannya.

Sang kegelapan menjadi suatu tokoh tersendiri dalam cerita ini. Kita bahkan jadi ngebayangin, seperti apa suara kegelapan yang berbicara kepada Laszlo. Ada ketegangan yang dibangun seiring cerita berjalan, tapi tegang-tegangnya masih level anak-anak, kok.  Warna yang mendominasi sesuai ceritanya—hitam (ya iyalah), dengan aksen warna biru muda dari piyama Laslo serta warna sepia. Lewat cerita yang unik, buku ini mungkin bisa membantu anak untuk mengatasi ketakutannya terhadap gelap.

***

Kalau mau diterusin, sebenernya masih berderet buku cerita anak-anak yang bagus. Sebagai patokan untuk memilih, coba cari buku yang mendapatkan Caldecott Honor atau Caldecott Medal. Sejauh ini, buku-buku yang gue baca dari list Caldecott selalu keren, baik cerita maupun ilustrasinya.

Selain itu, kita juga bisa pilih buku-buku yang masuk daftar pilihan majalah atau koran-koran internasional ternama, seperti New York Times, Telegraph, dan sebagainya. Tiap tahun, media-media tersebut pasti mengeluarkan daftar buku pilihan mereka. Terakhir, ajak anak ke toko buku, perpustakaan, atau taman bacaan, dan biarkan anak memilih sendiri buku apa yang mau mereka baca.

Happy reading!

 Raya di @theopenbook


(Books' images are not mine. Click on them to go to the original sources.)

10 comments:

Rizka Hezmela said...

Aku suka the gruffalo, the carrot seed sama buku2nya eric carle mba leiiii..kalau ada hasil karya ilustrator Indonesia mau dong infonya 😊

prin_theth said...

The Gruffalo bagus yaaa... Eric Carle aku cuma punya The Very Hungry Caterpillar hihihi. Aku juga kurang paham illustrated kids' books lokal. Satu-satunya yang aku punya cuma kumpulan cerita karangan Clara Ng, judulnya "Ketahuan". Masing-masing cerita ilustratornya beda-beda. Bagus kok.

Oya, anak dan keponakanku juga suka buku-buku seri Tini (tau 'kan?). Walaupun ceritanya biasa aja / cenderung rumit, ilustrasinya yang real ternyata disukain anak-anak.

Anna said...

Mba lei kalau aku agak aneh sih dri kecil kurang suka sama buku cerita yang sedikit kata katanya atau yg cuma gambar aja soalnya cepet selesai, tapi aku suka bangett bangett baca mulai baca umur 3 th kayaknya karena sering liat bobo entah gimana ceritanya menurut mama sih tau tau bisa baca sendiri aja tanpa ada yang ngajarin, tapi setelah liat review ini jdi pengen ah cari cari buku ilustrator anak gini

prin_theth said...

Anna: aku sama ama kamu :) Nggak suka liat gambar, suka baca tulisan, belajar baca lewat Bobo, dan bisa baca sejak toddler :) Tapi aku rasa itu karena dulu, pilihan buku anak2 (terutama lokal) masih terbatas banget.

Sekarang aku jauh lbh apresiatif sama buku anak, dan kayaknya emang banyak yang bisa menggugah imajinasi anak.

prin_theth said...

... dan keknya buku sekarang nggak asal gambar kartun trus cerita simpel yaaa... Sukaaa deh.

vivi nafisah said...

Haii Laila... Seneng deh baca blogmu... Suka juga sama postingan gemma ini.. Anakku suka bgt buku.. Tp blm pernah yg cerita2 impor begini... Baru ensiklopedia dan buku2 lokal... Thanks yaa...

prin_theth said...

Vivi: Hai Vivi! Ya Allah lama banget yaaa kita nggak halo-halo, hihihi. Coba aja ulik buku impor Vi, kalo lagi diskonan Kinokuniya atau Periplus lumayaaan banget :) Atau jadi member perpustakaan anak aja, aksesnya jadi lebih banyak dan murah :)

Devy said...

Hai mbak Leiii :)
Mau nanya nih, hehehe, mau dong contactnya mbak Gemma, soalnya aku tertarik belanja buku di online shopnya tapi aku gak punya instagram, abis susah bener sih nyari buku anak bagus, hohoho :)
thanks a bunch :)

prin_theth said...

Halooo Devy... Boleh kontak Gemma (telp / whassap / SMS) di 08170000237 :)

Istri Shalihah said...

Kok ga ada Le Petit Prince yah di list inii

Post a Comment