Jul 2, 2015

ArtJog 2015 and OK Video 2015 (Part 2... Or Not Really)


Sebelum gue lanjut ngomongin soal ArtJog 2015 dan OK Video 2015, gue mau membahas tentang seni rupa-nya itu sendiri. Tepatnya, polemik terhadap pemahaman seni rupa. Halah!

***

Seni, oh seni. Kenapa engkau seringkali lebih ribet daripada wanita lagi PMS?

Sebenernya gue selalu segan ngebahas tentang karya seni, terutama karya seni kontemporer, apalagi secara detail. Alasannya karena 1. seni itu kayak agama. Subjektif, pribadi, dan lakum di nukum waliyadin, aamiin, 2. sejujurnya karena gue nggak ngerti 90% seni kontemporer yang pernah gue liat, tapi nggak enak bertanya kepada seniman yang bersangkutan.

Di dalam dunia seni, adalah dosa untuk bertanya ke seorang seniman, “Karya lo tentang apa, sih?”. Biasanya sang seniman akan pura-pura budeg, atau jawab judes, “Ya, menurut lo aja apaan.” Even my literature professor back in college said that you do not ask a poet what’s his poem is all about, karena ketika karya sudah dilempar ke publik, karya tersebut udah bukan milik sang seniman. Dengan kata lain, interpretasiin sendiri aja, lah.

Dulu gue terpesona dengan prinsip tersebut. Tapi makin tua, gue makin yang, “Capek ah, main interpretasi-interpretasi-an!” I thought I was the only one who got dumber and lazier as I got older, but it turned out I am not the only one.

Case on point:

Suatu hari, gue chatting di Whatssap sama seorang temen, sebut saja namanya Mawar. Mawar adalah istri dari seorang seniman muda yang namanya mulai menanjak dalam skala nasional maupun internasional.

M: La, aku suka banget alinea terakhir dari blog kamu soal ArtJog dan OK Video.

L: Hahahaha, War ah, aku malu. Jangan kasitau [suami kamu] yaaa.

M: Hahaha, iya La. Aku suka bilang hal yang sama ke [suamiku]. Kadang aku kesel kalo dia sok misterius soal karyanya. [Suamiku] bilang, setelah selesai bikin karya, tugasnya kelar. Tugas selanjutnya ada di masyarakat. But what’s the point of [making] art if no one understands it, ya nggak, sih?

L: Iya. Nggak semua orang seneng interpretasiin sendiri, lho. Aku sebenernya seneng decoding simbol di balik karya. Tapi kalo aku nggak nangkep intinya, sang seniman mohon kasih kunci jawaban, dooong…

M: Ember. Kayak karya [suamiku] di OK Video, itu ‘kan part 2 dari dua bagian karya. Yang part 1, sumpah, aku nggak paham sama sekali! Ini apa… Kok gelap banget sih… Kok banyak pohon? Kamu ngerti nggak?

L: Hahaha, nggak! Di Edwin [Gallery], aku merenung [depan karya suami kamu] sampe setengah jam, tapi nggak ngerti-ngerti juga. Plis dong, [suami kamu] kasih petunjuk, ini siapa? Nyasar di hutan manaaa?

Di OK Video, akhirnya aku paham dikit soal karya [suami kamu]. Itu juga karena dibisikin Diki tentang apa.

M: Hahaha, aku akhirnya ngoprek e-mail dia.

L: Hahaha, kamu ngoprek email [suami kamu]?

M: Iya, abis dia sok rahasia, sih. Dia riset parah, sih [buat karyanya itu], lewat wawancara, buku-buku, dan sebagainya. Seru, sih, pas baca hasil risetnya.

L: Tapi War, aku seneng liat kamu sama [suami kamu]. Kamu nggak latah ikutan nyeni, malah masih suka nggak ngerti juga soal seni rupa kayak aku, hahaha. Aku mikir, istri seniman ‘kan mustinya kayak wakil presiden [untuk suaminya] gitu, War.

M: Nggak, lah. Kalo karya [suamiku] jelek, ya aku bilang jelek.

Oya, aku juga nggak pernah paham karya-karyanya si V, W, X, Y, Z *yang disebut Mawar ini adalah seniman-seniman kontemporer muda top di Jakarta, dan lebih senior dari suami Mawar*

L: Samaaa...

M: Tapi karyanya si Y laku dibeli terus, lho.

L: Haaaa? Trus karyanya diapain sama si kolektor? Nggak takut dibuang sama pembantunya karena nyaru dikira sampah?

*FYI, ciri khas Y sebagai seniman adalah mengumpulkan barang-barang sehari-hari, disusun, trus disebut karya*

M: Iya. Apa coba, collective memory? Ups, maaf ya Y… Tapi di OK Video kemaren, aku paling nggak paham sama karyanya si Z.

L: Masa'? Aku menikmati, sih.

M: Aku paham, sih, sama karyanya. Tapi apa susahnya, sih, tinggal nyetak image dan nulis ulang caption? Trus medianya cetak, bukan video. Kok di OK Video ada karya cetak? Kata suamiku, sih, itu supaya jenis medium karya di OK Video jadi lebih luas.

L: Hahaha, jadi kayak nggak pake skill ya? Maaf ya, Y.

M: Embeeer...

L: Makanya aku bilang, OK Video temanya bagus, tapi eksekusinya—seperti biasa—aku nggak paham! Tolooong!

M: Hihihi, sama. Trus mau nanya juga sungkan. Apalagi nanya sama X, Y, Z. Duh, mendingan ngudud wae lah…

L: Hahaha, samaaaa. Kayaknya kalo nanya, kita bakal langsung ditepis bak lalet. Aku sampe suka migren, lho, kalo pulang dari pameran. Bingung.

So if the wife of an artist doesn't even get his own husband's art, all the pretentiousness in the world won't help me. Siap nggak ya, mau ngomongin karya-karya di ArtJog dan OK Video?

To Be Continued!

1 comment:

ratri purwani said...

jangankan seni rupa, kak lei, seni tari pun kalo yang nonton ga dikasih petunjuk yang jelas gak bakal mudeng. kebalikannya, biasanya seniman tari kepengen yang ngertiin tuh punya sudut pandang yang sama, satu arti, gak sok misterius :p

Post a Comment