Jun 27, 2017

Sehari Semalam di Kota Kenang-Kenangan (part 1)

DSCF8268

Impromptu trips are the best.”

Tiga tahun lalu, gue nggak mungkin banget ngomong begitu.

Salah satu sipat gue yang dominan adalah gampang cemas, dan orang cemas biasanya control-freak. Maka impromptu trips—alias jalan-jalan dadakan—sebenarnya bukan gue banget. Beli tiket di bandara? Nggak punya itinerary? Langsung bengek.

Tapi itu dulu. Setelah punya anak, kesabaran dan rasa toleransi gue meningkat jauh, sehingga gue lebih bisa menerima hal-hal di luar rencana, termasuk jalan-jalan dadakan. Meksipun jaman sekarang, kayaknya nggak ada, ya, yang namanya impromptu trips “murni”. Pergi tanpa itinerary? Bikin aja dadakan, lewat smartphone. Lima menit beres. Oh, teknolokhi!

Impromptu trip gue yang paling menyenangkan adalah bulan puasa tahun 2015. Destinasinya Yogyakarta, bareng T dan Raya, dan beli tiketnya go-show di bandara. Ceritanya, udah berhari-hari gue merengek pengen ke ArtJog 2015. Akhirnya pada suatu hari, pas sahur, T bilang “Ya udah! Kita pergi sekarang!”

HORE! Tanpa perencanaan sebelumnya samsek, kami ke Ulen Sentalu, ke Merapi, makan Sate Klathak, ke ViaVia, ke Nanamia Pizzaria, naik becak, dan andong 1000x di Malioboro (Raya’s request). Gue sendiri sukses menghabiskan waktu total 6 jam di pameran ArtJog, dalam dua hari. Jangan ditanya, deh, puasnya kek mana.

Bulan lalu, kami impromptu trip lagi. Ke Bandung aja, sih. Nggak seru, ya? Seru, kok! *nanya sendiri, jawab sendiri*

Ceritanya, bulan lalu T harus meeting di Bandung, dan harinya bertepatan dengan hari nyoblos Pilkada. Jadi ‘kan pas hari libur orang Jakarta, tuh. Lantas gue mikir—apa ikut aja, ya?

Yang membuat perjalanan ini impromptu adalah karena awalnya gue ragu-ragu icuk. Nginep nggak, ya? Berangkat jam berapa? Bisa dapat urutan nyoblos paling pertama nggak, nih, supaya bisa berangkat pagi?

Untungnya, ketika hari H, semua printilan itu terjawab. Kami memutuskan untuk pergi aja, menginap, bawa mobil pakai supir karena gue dan Raya bakal harus pisah sama T yang musti rapat panjang di tengah hari. Daaan… yang terpenting Pak RT kami berhasil dibujuk, supaya kami bisa nyoblos urutan pertama, hahaha. Gile aje, kalau gue bolos nyoblos cuma demi JJS ke Bandung. Bakal nggak bisa tidur setahun. Ciyeee.

Pagi

Hari-H.

Selesai nyoblos jam 7 pagi teng—dan berbarengan sama Nicholas Saputra tetanggaku kecenganku *lapkeringatdingin*—gue, Raya, T, dan Pak Sopir langsung meluncur ke Bandung.

Reservasi hotel dan daftar things to do langsyung dibuat di jalan. Cuma yang pasti, sekitar jam 12 siang T harus pergi meeting. Lagi-lagi, tiga tahun lalu, melakukan hal sesederhana ini bisa bikin gue bengek. Mana bisa gue baru nentuin akomodasi di jalan? ‘Kan harus dipikirin dulu tiga hari tiga malem! (duile, Bandung doang, kakaaak).

Diputuskan, destinasi pertama kami adalah Dago Pakar, karena dari hasil browsing, gue menemukan sebuah taman bermain yang tampak ucul bernama Dago Dream Park di kawasan Dago Giri. Kelihatannya nggak terlalu besar seperti Kampung Gajah, tapi nggak sekecil Farmhouse Lembang juga. Cucok untuk anak seumur Raya, dan untuk waktu kami yang terbatas.

Sebenarnya gue kepengen banget ke Dusun Bambu, tapi mengingat T bakal dijemput koleganya, ciyan ugha ya, kalau si kolega kudu jemput T ke Lembang, trus balik ke Pasteur. Moga-moga kamu cepet jadi bos ya T, supaya kemana-mana dijemput naik helikopter!

Atas rekomendasi teman, sebelum ke Dago Dream Park, kami makan dulu di Warung Inul. Katanya, warung makan Sunda ini enak dan lauk pauknya memuaskan, dari segi jenis maupun porsi. Menunya yang terkenal adalah nasi cikur alias nasi kencur. Semacem nasi uduk, tapi pakai kencur.

DSCF8236

Secara tempat, Warung Inul ini lumayan. Lumayan reyot, hihihi. Sederhana sekali, lah, terbuat dari kayu dan anyaman bambu belaka. Meski begitu, tampilan pengunjungnya pada perlente. Waktu kami di sana, pengunjung lainnya adalah ibu-ibu kota yang cling dan kece. Malah ada yang datang bareng gengnya. Entah geng arisan apa kosidahan, pokoknya bajunya seragaman, dan kelar makan mereka sibuk minta aa’-aa’ warungnya untuk motretin seratus kali.

DSCF8238

Kata teman gue, Warung Inul cabang Tahura tempatnya lebih nyaman, tapi gue pribadi merasa baik-baik aja dengan Warung Inul Dago Pakar ini. Yang pasti, tempat ini ketolong banget oleh lokasinya yang berada di daerah tenang, adem, dengan angin cepoi-cepoi. Bikin pengen nambah dua bakul, lah.

Pas kami sampai di Warung Inul, waktu menunjukkan sekitar jam 11, dan kami pada belum sarapan. Kebayang ‘kan, betapa cucoknya diumpanin nasi dan lauk pauk Sunda yang melimpah ruah menggugah? Langsung mau kokop semua!

DSCF8246 
Jadi gue rada nggak bisa subyektif, nih—apakah makanan Warung Inul memang enak, atau guenya aja yang kelaparan warbyasak. Pokoknya yang pasti kami ngegragas banget. Ayam bakar, lalap, pepes tahu, pepes jamur, kangkung, paru, semua ditelen tanpa ampun bersama nasi cikur yang porsinya geday dan rasanya edan gurih banget. Kraiiii!

DSCF8247

Raya aja bisa habis, lho. Walaupun nggak porsi full, ya. Tapi lumayan banget, mengingat Raya nggak suka makanan rumahan Indonesia (somsenya).

DSCF8249

In hindsight, sebenarnya makanan di Warung Inul hit-and-miss, sih. Berdasarkan memori aja nih, ya—sambelnya nggak pedas buat gue si lidah pemakan api, ada lauk yang rasanya agak hambar (paru?), tapi ada yang malah keasinan (pepes jamur?). Tapi secara keseluruhan, kami tetap ganyem-ganyem nikmat, kok.

Siang

Dari Warung Inul, kami lanjut ke Dago Dream Park.

Seperti yang gue bayangkan sebelumnya, taman bermain ini nggak terlalu besar dan seambisius D’Ranch apalagi Kampung Gajah, misalnya, tapi konsepnya mirip-mirip, yaitu menawarkan sejumlah atraksi dan permainan anak-anak di tengah alam terbuka. Atraksi dan permainannya, sih, standar-standar aja, seperti area playground, perahu-perahuan, kereta-keretaan, mini petting zoo, naik kuda, dan sebagainya. Tapi cocok untuk Raya, dan untuk waktu kami yang terbatas.

DSCF8254

Dago Dream Park berlokasi di semacam hutan pinus, maka plus points-nya: udara sejuk, segar, teduh. Minus points-nya: lokasi permainan-permainannya terasa terlalu tersebar, dan layout-nya terasa nggak smooth. Namanya juga musti ngikut kontur lembah hutan yang naik turun, ya.

Sampai di Dago Dream Park, T sudah dipantengin koleganya untuk diculik rapat. Iiiih, apaan, siiih… Sempet main sebentar sama Raya, sih, tapi cuma sekitar 10 menit. Tapi ya udah, deh. Demi mengais pundi-pundi berlian. Dadah, Papa! See you later!

DSCF8257

DSCF8265

Dari awal kami sampai, cuaca di Dago Giri sudah menduuung sekali ini. Langit gelap mengancam, dan angin yang bertiup juga udah kasih kode-kode mau hujan. Gue mulai agak depresi, karena hati jadi ikutan mendung (beginilah kutukan punya hati seniman. Apa-apa sensi). Apalagi Dago Dream Park-nya lagi sepi. Yaiyalah, siang-siang bolong hari sekolah.

Tapi karena belum hujan, cuek aja, deh, beli tiket.

DSCF8273

Oya, sistem tiket di sini adalah ketengan. Jadi kalau mau naik 5 permainan, misalnya, harus beli 5 tiket satu-satu. Kalau nggak salah, waktu itu gue beli 4. Dua tiket dipakai Raya untuk main di playground sendirian dan naik “kereta-keretaan” (yang ternyata cuma drum kaleng ditarik pake ATV. Duile, pelit-slash-kreatif at its finest!).

Setelah itu, dengan shuttle van yang tersedia, kami turun ke bagian bawah Dago Dream Park, karena mau naik kuda. Di titik ini, langit gelapnya udah tiada ampun. Dan pas kami sampai di bawah, BYARRR… hujan seada-adanya. Gedaaay banget, dengan petir bersahut-sahutan.

Gue dan Raya berteduh di bawah sebuah loket penjualan tiket, tanpa payung, trus nyebrang ke shelter empang ikan di seberangnya. Shuttle van-nya sendiri udah cabut dari tadi. Kami berdua berdiri cengo, mulai kebasahan, kedinginan, dan sedikit ketakutan, karena nggak ada pengunjung lain. Alhamdulillah sekali Raya kalem, sementara hati gue mulai awur-awuran. Huhuhu.

Berhubung gue anaknya ngototan, 10-15 menit pertama gue bertahan, karena berharap hujannya bakal berhenti, trus gue dan Raya bisa lanjut main. Tapi setelah 15 menit diledekin halilintar dan hujan menderu-deru, nyerah, deh. Kayaknya ini hujan nggak bakal reda dua hari, lah.

(belakangan gue baru tahu, ini adalah hujan besar yang membawa hujan es di sebagian Bandung pada hari itu. Sampe numbangin beberapa pohon besar di tengah kota, lho. Njir, celem ugha.)

Akhirnya gue telp sopir gue, dan minta dijemput di empang ikan tempat gue dan Raya terjebak. Ditunggu-tunggu, kok do’i lama amat. Eeeh, ternyata Mas Sopir ngejemput dengan jalan kaki, sambil bawa payung. Katanya, akses mobil ditutup. Mungkin karena beberapa jalanan di dalam Dago Dream Park ini kecil, curam, dan meliuk-liuk. Jadi kalau hujan tambah bahaya karena licin.

Asli gue, Raya, dan Mas Sopir payungan bersama-sama, dan jalan lumayan jauh ke parkiran mobil, di tengah hujan lebat. Mesra banget, deh, kayak keluarga iklan KB.

Di mobil, gue memutuskan untuk cabut aja, karena hujannya kelihatan bakal awet. Kalaupun nggak hujan, sebenarnya suasananya juga udah celem sih, soalnya sepiiii sekali. Agak rugi, sih, karena kami punya 2 tiket yang nggak terpakai. Ikhlasin aja, deh. Bhay, Dago Dream Park!

Sore

Destinasi kami berikutnya adalah Saung Angklung Mang Udjo. Ihiiiy.

Seumur-umur, gue (dan Raya) baru sekali ini, lho, datang ke Saung Angklung Mang Udjo. Padahal ‘kan tempat ini legendaris sekali, ya. Sayangnya, setiap kali kami ke Bandung, Mang Udjo selalu kalah sama destinasi-destinasi lain.

Soal tempat dan pertunjukkanya sendiri, gue nggak usah cerita panjang lebar lah, ya? Pasti udah pada tahu juga.

DSCF8278

DSCF8290

Kesan pribadi gue sendiri, sih, oke! Gue seneng banget sama konsep besar dan misi budaya Saung Angklung Mang Udjo, juga sama detil-detil kecil yang mereka sajikan (tiket berbentuk angklung mini! Es lilin gratis! Sesi belajar main angklung rame-rame!).

DSCF8297

Tapi—ada tapinya, nih—menurut gue, Saung Angklung Mang Udjo udah harus step up their game. Setiap minggu, jumlah pengunjung tempat ini ‘kan banyak banget, dan banyak yang berasal dari mancanegara. Sementara menurut gue pribadi, pertunjukkan di Saung Angklung Mang Udjo masih selevel… pertunjukkan SD. Semacem acara pentas sekolah gitu, lho.

DSCF8285

DSCF8303

Paham, sih, kalau mereka ingin menampilkan anak-anak. Gue juga paham kalau anak-anak tersebut adalah performer amatir. Tapi kayaknya hal ini harus diubah, karena Saung Angklung Mang Udjo udah makin beken, sehingga pertunjukkan mereka harus naik ke level pertunjukkan kesenian di Bali, seenggaknya. Harus sejago dan seprofesional itu. Jangan puas dengan kualitas yang sekarang.

Caranya, entah anak-anaknya musti dilatih dengan lebih detil, atau Saung Angklung Mang Udjo musti menampilkan performance dan performer yang lebih jago. Pokoknya jangan terlalu santai dan terlalu kelihatan amatir.

DSCF8306

Oh, trus ternyata, sebagai bocah kearifan lokal, Raya nggak suka-suka amat, lho, sama keseluruhan acara di Saung Angklung Mang Udjo. Dia malah sukaaaaa banget sama sepenggal pertunjukkan wayang di awal acara.

Kemudian gue baru sadar, sebenarnya Raya nggak sekedar suka kesenian tradisional, tapi kesenian tradisional yang ada ceritanya, seperti wayang, sendratari, dongeng legenda, dan sebagainya. Harus ada content-nya (saelah). Kalau sekedar pertunjukkan musik hura-hura tanpa jalan cerita, dese kebosenan.

You learn something new about your kid everyday!

DSCF8311
"Bu, Raya sukaaaa banget sama Cepot ini. Cepot ini sahabat Raya selamanya." Trus, boboknya pun sampai sambil pelukan sama si wayang Cepot... seminggu kemudian, si Cepot udah hilang entah kemana #anakanak

BERSAMBOENG.

5 comments:

Jane Reggievia said...

Wuwuuu apakah ini ngeblognya dari Ubud? :D

Ah udah lama banget nggak ke Bandung. Bulan depan ada plan-nya sih, mudah-mudahan jodoh. Kalo ke Bandung sekarang cuma pengen geloran di hotel cantik aja deh, udah malea FO or kafe hopping hahaha.

DDP ini kayaknya menarik yah, tapi rasanya cuma berujung nongki2 aja secara anak belum bisa main hihi

Thanks for the review, Mba Lei! And oh, minal aidin yaaa!

Anonymous said...

Mohon maaf lahir batin ya mbak. Makasih. Ibu hamil seneng bgt pagi ini bs makan coklat sambil baca postingan baru. Bhaaaay morning sickness!

Izna said...

Eh tp trip dadakan gitu kadang lebih sakses drpd direncanain macam rundown 17an di istana gak sih mbak? Kalo aku sih gituuuu. Kalo dulu sering LDR, pasti jago nih trip dadakan gini. Ku juga pernah sekonyong-konyong ke Jogja nyamperin pacar, beli tiket go show. Eaaaaa ❤️❤️❤️

Azelia Trifiana said...

Karena sejatinya Impromptu Trips itu tidak ada unsur expectation di dalamnya kali yaa, jadi seringnya malah beyond expectation! Sedangkan yang direncanakan 7 hari 7 malam, banyak unsur imajinasi dan ekspektasi yang jadi ratjoen, hihihi 😂 same here, selalu overthinking everything dan ribettt segala macem sebelum trip, padahal mah yasaaa ajaaaa. Hihi. Glad to read another post kakak. Ditunggu SAMBOENGANnyaaa ❤

Anonymous said...

suka bangettt sama foto ekspresinya Raya yang.. tanpa ekspresi :)

Post a Comment