Apr 11, 2017

Ame Siape? Amerika! 2017 - Preambule

DSCF7923

Secara teori, seharusnya perjalanan kami ke Amerika Serikat ini adalah perjalanan paling ribet yang pernah gue lakukan seumur hidup. In numbers, jalan-jalan ini melibatkan:
  • Anak umur 4 tahun
  • 2 negara, Amerika Serikat dan Korea Selatan, karena kami transit satu malam di Seoul, masing-masing saat berangkat dan pulang. Artinya, harus ngurus visa dua negara
  • 5 kota, Seoul, Orlando, Savannah, Charleston, Chicago, dengan tiga iklim yang berbeda (panas, adem, dingin banget). Artinya, harus nyiapin tiga kategori wardrobe yang berbeda juga
  • 4 maskapai penerbangan
  • 6 penginapan
  • 1 mobil, karena kami road trip juga sedikit, pas di Amerika Serikat
  • dengan durasi total hampir 4 minggu
Entah bagimu, tapi bagiku—si pelancong manja ini—angka-angka di atas cukup skeri.

Apalagi semua persiapan pra-keberangkatan ini—SEPERTI BYASA—gue urus sendirian *cakar T*, termasuk urus visa, belanja tiket dan hotel, bikin itinerary, packing, ngatur budget, mengkondisikan Raya pra-keberangkatan… pokoknya se-mu-ha.

Ditambah, gue orangnya high-anxiety. Hal sepele seperti (nyicil) packing aja bisa makan waktu 1,5 bulan sendiri, supaya bawaan kami presisi tingkat tinggi—nggak  overpacking ataupun underpacking. Itu baru urusan koper, belum urusan lain-lainnya.

Maka sekali lagi, secara de jure, seharusnya trip kami ribet.

Tapi secara de facto, Alhamdulillah, kami nggak ngerasa terbebani sama sekali, lho! Termasuk gue, si tour leader (deuu, ngaku-ngaku). Mungkin karena gue emang doyan banget berencana (saking berencananya, anak sampe nggak nambah-nambah. CURHAT, BUK?), so I thoroughly enjoyed planning for this huge trip.

Selain persiapannya, perjalanannya sendiri juga terasa santai dan enjoyable. Wah, apa kuncinya?

Kuncinya, sih, perpaduan beberapa faktor. Tapi gue rasa, faktor utamanya adalah karena T dan gue tumben-tumbennya sangat chill dan legowo selama perjalanan ini. Telat bangun? Nggak apa-apaaa. Itinerary berubah total? Nggak apa-apaaa. Raya nggak mau makan seharian? Nggak apa-apaaa. Ketinggalan anu-itu di Jakarta? Nggak apa-apaaa. Asal jangan ketinggalan paspor aja. Apalagi ketinggalan anak. Cukup di film Home Alone!

Awalnya, gue pikir ini murni campur tangan Allah SWT, karena legowo bukanlah sifat gue. Santai? Ikhlas? Apa itu? Not in my dictionary! Sebelum-sebelumnya, tiap kali travelling, segala itinerary dan printilan yang gue rancang harus terlaksana dengan sempurna. Kalau nggak terlaksana, bisa ngambek. Rancu deh, antara mau melancong atau mau perang.

Sementara T, sih, orangnya emang rilek banget dari dulu, jadi biang keroknya emang gue aja.

Maka heran dong—kok kali ini gue bisa super legowo dan chill?

Awalnya, gue yakin banget, hati gue diutak-atik sang Maha Pengubah Hati, saking mustahilnya gue bisa sesantai ini.

Campur tangan Yang Maha Kuasa, sih, sudah pasti ada. Tapi setelah gue cermati, faktor lainnya adalah karena… itinerary gue bagus (LHO! Ternyata ujung-ujungnya sombong).

Bagus dalam artian sangat pas, nggak berlebihan / terlalu padat, realistis, dan bisa memuaskan kami bertiga. Alhasil, mood gue, T, dan Raya senantiasa terjaga dengan baik sepanjang perjalanan, dan kalau mood kami bagus, kami nggak gampang ngambek kalau ada perubahan dalam perjalanan. Alhamdulillah. Nggak sia-sia bikin itinerary bak bikin thesis!

Jadi pelajarannya, rancangan itinerary perjalanan memang vital banget, ya. Entah itinerary untuk perjalanan jauh ke benua lain, atau sekedar perjalanan ke kota tetangga. Harus pas—nggak terlalu overwhelming, nggak terlalu kosong, dan nggak cuma memuaskan beberapa anggota perjalanan. Otomatis, sang pembuat itinerary pun harus sangat “jago” memahami karakter para anggota perjalanannya.

Selain rancangan itinerary, tentunya ada faktor-faktor lain yang membuat trip ini terasa menyenangkan dan hampir nggak ada bete-beteannya samsek. Tapi kalau dijabarkan satu-satu, nanti ngelanturnya tambah panjang, padahal this is not even the trip report, lhooo… *dikatapel berjamaah oleh pembaca*.

Nggak apa-apa, ya, curhat setitik dulu sebelum menghempas manja cerita plesirnya. Sing sabar, sing tawakal, sing istighfar *ala Lambe-Lambean*, next post will definitely be the trip report, ya.

18 comments:

Rietsi Vicia said...

Ditunggu cerita road trip di Amerikanya.. :)

Shanti said...

Yayyy!!
Surprisingly bagian yg paling bikin aku penasaran adalah....

packingnya.
Hahahah I'm a packing geek like that.

MiawGuk said...

Packing nya pleaseeeeeeeee :D

Disty Julian said...

Duuuuh, itu kayak gw ama lakik gw banget, hahahahahaha. Satunya tipe highly planned satunya tipe main burung pake sarung sambil minum kopi alias santai banget. Gw inget banget pas gw honeymoon, gara gara kena macet berjam jam, uda hampir ketinggalan pesawat, sampe gw lari lari masuk ke gate tanpa boarding pass (dikasi di gate) dibantu sama petugas, dan berhasil terbang. Sedangkan lakik hamba? Jalan santai di belakang, dan pas duduk bilang "Ngapain sih pake lari larian, kalau ketinggalan pesawat ya uda kita pulang aja."

Pengen gw bungkus mukanya ama kertas itinerary yang uda gw bikin matang matang,hhhhhhh. Untung sekarang uda Zen Living banget gw. Antara Zen Living ama Bodo Amat beda tipis sih.

ratri purwani said...

Uyu=eeeeey kutunggu postingan lanjalan selanjutnya kak Leiiii! *nongkrong* *maem lemon cakes*

Azelia Trifiana said...

Kutungguuuuu! Trip report dari tour leader jagoan akuu! Hahahaah! Btw ada typo "bete-betannya". Maapkan, maklum wartawan. Karena blogmu terlalu sempurna I can't resist kak Lei hahaha!

Anonymous said...

tak sabar nunggu cerita jalan2nya mbak lei :)

Nyayu Miftahul said...

siapin cemilan... :D

Unknown said...

hooraaaaay... pokoknya yang bererot ya mba leeeeei, makin bererot makin siiipppp *sounds so wrong

Jane Reggievia said...

OMG how can you handle all that keribetan mbaaa? Katakan padaku!

Tapi alhamdulillah yang penting selama di sana hepi-hepi aja ya. Btw, Raya makannya apa kabar? Penasaran apakah masih sama seperti dulu hihi.

prin_theth said...

YA AMPUN KOK KITA SAMA! Ih, berarti lo paham dong ya Shan, perasaan hepi saat musti packing, sementara orang lain ngeluh haha :D

prin_theth said...

Nanti coba aku share gaya packing ala-ala aku, yaaa...

prin_theth said...

Hahahaha, sumpah Zen Living itu sebenarnya adalah Bodo Amat berbalut gaya-gaya New Age doang.

Ya ampuuun Pak Suami, kalo ketinggalan pesawat masa pulaaang... duit 'kan anguus *aku yang sedih*

prin_theth said...

*suap-suapan sama Sansa* Juli lama yah Rat :'(

prin_theth said...

Waduh astagaaa, si mata elang! Kesempurnaan hanya milik Allah kok Zel, aku dan Bunda Dorce remah-remah aja lah, byasak :))

prin_theth said...

Hahaha, planningnya lumayan gilak sih, kayak nyusun thesis!

Sampe sekarang, makannya Raya nggak pernah bagus-bagus amat sih, Jane. Sampe sekarang masih moody. Seminggu lahap, seminggu nggak makan. Porsi makannya juga nggak pernah sebanyak anak-anak lain seusia dia.

Selama perjalanan, Raya ikut jam makan ortunya (yang kadang bisa molor bangettt, karena keribetan ina inu. Maksi jam 3 sore!), dan kalo dia makannya nggak abis, ya udah bungkus aja. Nggak dipaksa. Kalo Raya minta snacks, aku kasih, tapi akunya sendiri jarang nawarin (karena males dan lupa hahaha, mother of the year).

Pokoknya dibawa santai aja, dan selalu cari buah dan sayur sebisanya. Alhamdulillah kayaknya asupannya pas aja sih, dan yang penting, nggak sakit sama sekaliii...

Shanti said...

Paham banget Kak! Hihi..

Fanny F Nila said...

Hahahahah, ini asyik nih kayaknya. . Aku mau baca lengkap ceritanya :). Aku sendiri kalo akan traveling, sudah dipastikan urusan atur mengatur, visa, tiket, hotel, itin, itu sudah diserahkan ke aku. Pak suami habya siapin badan dan nanti dia yg bakal cari jalan bagaimana ke tempat wisata :p. Kita berdua tipe saling melengkapi. Aku jago mengatur, dia jago cari jalan. Itu urusan yg aku jujurnya lgs diorientasi kalo udh tentang menemukan arah. Pasti nyasar soalnya. :D

Post a Comment