Nov 10, 2016

#ReadMoreBooks What Leija Reads, From May to October 2016

DSCF6130

Tengah tahun ini, sebagai warga #kelasmenengahngehe yang nggak mau ketinggalan tren, tentu saja gue ikut menyambangi pameran buku Big Bad Wolf di BSD. Menyambanginya juga pake aksi-aksi ambisi gitu. Misalnya, nyari jam paling sepi walaupun tengah malam sekalian, dan datang ke sana berkali-kali.

Untungnya, keambisiusan gue diimbangi oleh sifat penuh perhitungan, jadi jumlah buku belanjaan gue—menurut gue—nggak lebay.

Tapi bagi T, jumlah buku yang gue beli masih nggak berimbang dengan porsi kesibukan gue.

“Kayak ada waktuuuu aja baca buku segitu banyak!”

Ditambah, abis borong di Big Bad Wolf, gue masih belanja buku anu-itu lagi di toko buku biasa. Makinlah ogut dicibir. Gue dianggap memperlakukan belanja di Big Bad Wolf sebagai sebuah kompetisi dengan peer gue. Bukunya sendiri belum tentu dibaca.

Gue gengsi, dong, dibilang kayak gitu… soalnya bener, hihihi.

Enggak, deng. Soalnya sejak SD, gue memproklamirkan diri sebagai orang yang hobi baca buku, Statement harus dibarengi dengan aksi, dong!

Karena merasa tertantang oleh cibiran T, selama beberapa bulan sejak Big Bad Wolf, gue ngebut banget baca buku-buku yang gue beli, baik di Big Bad Wolf, maupun di toko buku lain. I think it was my most intense reading period, for the last… three years?

Sampai sekarang, bukunya belum kelar semua, sih. Tapi kalo buku-buku yang udah selesai gue baca tumpuk, lalu gue panjat, tinggi gue bakal sama ama T (dan gue bisa cibir do’i balik). Lumayan banyak, dong! :D

Siapa tahu ada yang penasaran—atau sekedar butuh referensi buku—berikut ulasan-ulasan singkatnya.

What Leija Reads From May to October 2016

The BFG Road Dahl
Jenis: novel
Genre: fiksi, anak-anak, fantasi

DSCF6132

Gue baru baca The BFG setelah denger kabar akan ada filmnya dan ternyata… lebih bagus dari dugaan gue!

Seperti karya Roald Dahl lainnya, ide utama buku ini sangat imajinatif. Bercerita tentang seorang raksasa baik hati (Big Friendly Giant) yang “berprofesi” sebagai pengumpul dan penyebar mimpi. Dia hidup di negeri raksasa, bersama raksasa-raksasa lain yang jahat, juga lebih besar dan kuat dari  BFG. Saking baiknya, si BFG maksain diri makan sayur doang, dan nggak mau makan manusia. Padahal dalam cerita ini, makanan utama raksasa sebenarnya manusia.

Layaknya vegan atau vegetarian yang selalu dianggap norak di lingkungan gue (hihihi), BFG juga selalu dibully oleh teman-teman raksasanya yang bengis.

Banyak yang bilang, versi film The BFG agak dragging dan bertele-tele, khususnya untuk anak-anak. Setelah baca buku ini, gue jadi paham kenapa.

The BFG memang penuh dengan percakapan (panjang), dan “bahasa-bahasa plesetannya” si BFG juga kontekstual bahasa Britania Raya banget. Mungkin itu sebabnya?

Grotesque – Natsuo Kirino
Jenis: novel
Genre: fiksi, crime, drama, erotika

DSCF6135

Dari dulu gue selalu merasa, kalo orang Jepang bikin sesuatu yang twisted, twisted-nya parah banget. Gue pernah film nonton Mister Q, dan langsung nggak bisa tidur sebulan karena batin trauma berat (lagian siapa suruh nonton?)

Gue juga pernah coba baca novel Battle Royale, trus setelah beberapa bab, gue langsung kibar bendera putih. Tolong, aku nggak kuat dengan permainan psikologis cerita ini!

Grotesque punya kecenderungan “hawa” seperti itu. Novel ini—kurang lebih—menceritakan tentang sebuah kasus pembunuhan di Tokyo, sekaligus tentang kerasnya kehidupan remaja perempuan di Jepang, dari sisi akademis maupun peer pressure.

Novel ini diceritakan dari sudut pandang tiga tokoh utama, secara bergantian. Tiga-tiganya perempuan, tiga-tiganya bukan protagonis maupun antagonis, dan narasi tiga-tiganya nggak bisa dipercaya.

Grotesque masuk ke dalam kategori kriminal, karena inti ceritanya memang tentang pembunuhan salah satu dari tiga tokoh utama tersebut. Tapi secara keseluruhan, novel ini lebih “membedah” human nature masyarakat—terutama masyarakat perempuan—Jepang.

Novel ini juga gue kategorikan sebagai erotika, karena juga bercerita tentang inses, pedofilia, dan prostitusi (ini porsi cerita yang paling besar). Bahkan katanya, versi Amerika dari Grotesque—yang gue baca ini—sama sekali menghapus cerita tentang prostitusi laki-lakinya, karena dianggap terlalu tabu.

Gue hanya sanggup baca kira-kira ¾ novel ini. It’s a gripping, exciting, disturbing, tapi semakin lama ceritanya semakin metaforis dan otakku semakin nggak konek, mak!

Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children – Ransom Riggs
Jenis: novel
Genre: fiksi, fantasi, young adult

DSCF6136

Setelah baca beberapa bab novel ini, gue langsung, “OOO, INI BUKU YOUNG ADULT, THO!”

Hampir bukunya gue lempar ke tong sampah.

Ih, jahat. Kenapa? Soalnya young adult bukanlah genre buku favorit gue, baik young adult fantasi-fantasian, apalagi cinta-cintaan.

Nah, karena cover bukunya sangat dark dan konsep visualnya sangat unik—konsep awal Miss Peregrine adalah coffee table book berisi foto-foto antik koleksi si pengarang aja, lho, bukan novel fiksi—gue sama sekali nggak menyangka bahwa Miss Peregrine’s adalah buku young adult, dengan segala formula klisenya.

Tapi walaupun klise, surprisingly, menurut gue buku ini masih oke. Agak kayak perpaduan antara Harry Potter dengan X-Men. Bercerita tentang sebuah ras manusia yang punya “kekuatan istimewa” (mutan?), tapi harus selalu bersembunyi dari sejenis makhluk gaib jahat yang nggak pernah berhenti memburu ras ini sampe akhir jaman. Semuanya dikemas dalam setting yang “dark”.

Gue masih mikir-mikir untuk baca buku kedua dan ketiganya. Penasaran sama ceritanya, sih, tapi sepengalaman gue, buku-buku young adult yang trilogi biasanya cuma bagus di buku pertama doang. Hello, The Hunger Games. I’m looking at you.

Why Not Me? – Mindy Kaling
Jenis: koleksi esai
Genre: non-fiksi, komedi, memoir

DSCF6140

Gue cinta sekali sama buku memoir / koleksi esai (bagi yang nggak kebayang, buku koleksi esai itu seperti Majelis Tidak Alim atau buku-bukunya Raditya Dika) yang ditulis oleh aktris / penulis komedi perempuan Amerika. Selalu lucu dan selalu inspiratif, dengan cara yang nggak terduga.

Sejauh ini, gue punya Bossypants-nya Tina Fey, Yes Please-nya Amy Poehler, Not That Kind of Girl-nya Lena Dunham, dan I Feel Bad About My Neck-nya Norah Ephron.

Tadinya gue kira nggak akan ada yang bisa mengalahkan kerennya Bossypants... sampai gue baca Why Not Me-nya Mindy Kaling.

OMG, I love this book! 

Buku ini adalah kumpulan esai aktris dan penulis naskah komedi Mindy Kaling, yang menceritakan tentang hidupnya. Mulai dari masa kecilnya, rutinitas kerjanya, sepenggal kisah asmaranya, dan cerita-cerita belakang layar di industri televisi. Benang merah yang mengikat esai-esai ini adalah tema approval dan entitlement. Cocok sekali buat gue yang cenderung anxious dan nggak pedean.

This book ticks all the box—lucu, inspiratif, dan memikat dari awal sampai akhir. Nulis memoir itu susah, lho! Harus charming, tapi jangan sampai terkesan narsis dan kelewat cari simpati. Yes Please dan Not That Kind of Girl masih punya “hawa” seperti itu, tapi Why Not Me? nggak punya kesan begitu sama sekali.

Tiga hal random dari buku Why Not Me? yang membekas di kepala gue:

- Dalam hal kecantikan: sepengalaman Mindy bolak-balik didandanin makeup artist, lebih baik punya noda di wajah, daripada jerawat. Dimana-mana, makeup artist pasti lebih pilih harus menutup tato di muka Mike Tyson, daripada harus menutup satu jerawat cilik. Soalnya lebih gampang menutupi warna daripada dimensi.

Ini informasi yang random banget, but I remember reading this ketika lagi jerawatan parah mblendung-mblendung, and I thought, “IH, IYA BANGET” sambil berlinang airmata dan mencocolkan concealer ke muka dengan emosi.

- Dalam hal kerja keras: Mindy Kaling bilang dia susah banget diet, karena nggak bisa menahan godaan duniawiyah dalam bentuk makanan enak.

Tapi dia bisa kerja non stop tanpa liburan sama sekali selama… delapan tahun. Delapan tahun berturut-turut nggak liburan! Padahal setiap hari Mindy kerja dari jam lima subuh sampai jam 12 malam, lho. Fix, gue harus bersyukur kalau gue bisa getaway sejenak, walaupun cuma ke Jonggol.

- Dalam hal kepercayaan diri: kepercayaan diri hanya bisa datang dari kerja keras. Titik.

Joyland – Stephen King
Jenis: novel
Genre: fiksi, crime, misteri

DSCF6133

Gue adalah fans berat Stephen King, tapi gue hanya mau baca cerpen-cerpen dia, yang terangkum dalam buku-buku antologinya. Gue nggak pernah baca novel Stephen King—termasuk yang legendaris kayak Misery, Carrie, It—apalagi novelnya yang berseri.

Joyland adalah novel Stephen King pertama yang gue baca, tapi gue langsung merasa Joyland bukanlah karya standar Stephen King.

Bagi gue, Joyland terasa sangat “enteng” untuk seorang King. Jalan cerita dan bahasanya jauh lebih ringan daripada jalan cerita dan bahasa yang biasa dia gunakan.

Mungkin karena Joyland termasuk dalam seri novel Hard Case Crime, ya. Seri ini mengangkat novel crime dengan gaya dan citarasa novel paperback Amerika tahun 1940-50an, yang kayaknya memang santai dan cenderung lebih enteng.

Ada 100an lebih novel yang sudah terbit di bawah seri novel Hard Case Crime, dan Joyland adalah salah satunya.

Joyland bercerita tentang misteri hantu dan pembunuhan di sebuah taman bermain Joy di Amerika Serikat, bernama Joyland, pada tahun 1950an. Tokoh utama novel ini, Devin Jones, adalah mahasiswa yang bekerja di Joyland sebagai summer job-nya.

Meski ini buku “enteng”—and didn’t give me the chill like usual—risetnya King nggak lantas ikutan “enteng”. Deskripsi, budaya, dan jargon industri taman bermain di era 50-an tetap digambarkan dengan sangat mendetil oleh King. Karena gue adalah penggemar budaya taman bermain, faktor ini lumayan “menyelamatkan” Joyland di hati gue.

Duile, menyelamatkan. Siape juga yang kelelep?

The Hills Have Eyes
Jenis: graphic novel
Genre: fiksi, horor, gore

DSCF6144

Gue belum pernah nonton film The Hills Have Eyes, baik versi asli maupun versi remake-nya, tapi franchise film ini ‘kan memang udah terkenal banget sebagai film cult classic yang sadis dan gory.

Jadi sedikit-sedikit, gue tau lah tentang cerita The Hills Have Eyes.

Walaupun belum pernah nonton filmnya, gue merasa graphic novel ini mewakilinya dengan cukup bagus. Ilustrasi gore-nya dapet, dan ketegangannya lumayan terasa.

Yang pasti, bikin gue penasaran pengen nonton franchise filmnya.

The Blumhouse Book of Nightmares: The Haunted City – Jason Blum
Jenis: kumpulan cerpen
Genre: fiksi, horor

DSCF6134

Mungkin sampai di sini, pemirsa bisa lihat, gue suka banget sama genre horor atau thriller, dan udah lumayan terlatih membedakan horor murahan dan horor berkelas (ciyeee...)

Sayangnya, bagi gue, The Blumhouse Book of Nightmares masuk ke dalam kategori horor murahan :( Padahal konsepnya seru, lho.

Pada suatu hari, Jason Blum—seorang produser Hollywood spesialis film horor (Paranormal Activity, Insidious, dll)—punya ide bikin buku kumpulan cerpen horor.

Dia kumpulkanlah teman-temannya sesama pekerja film—aktor, sutradara, penulis naskah, cameraperson, dll—untuk membuat cerita horor. Ceritanya bebas, yang penting horor, dan harus berlokasi di perkotaan.

Akibatnya, membaca buku ini serasa membaca naskah filmnya Insidious, The Conjuring, Sinister, Anabelle, dan film-film horor blockbuster Hollywood lainnya.

Masalahnya, gue kurang suka film-film tersebut, karena mengandalkan adegan kaget-kagetan dan penampakan serem. Banyak aksi, tapi nggak membekas di sanubari. Secara psikologis, nggak nendang, gitu.

Beberapa cerpen di antologi ini punya ide cerita yang bagus, kok. Bahkan ada yang benar-benar bagus. Tetapi secara keseluruhan, buku ini lebih bikin gue, “Apaan, siiih? Norak, ah!”

Trigger Warning: Short Fictions and Disturbances – Neil Gaiman
Jenis: kumpulan cerpen
Genre: fiksi, horor

DSCF6142

Neil Gaiman adalah salah satu penulis yang gue anggap sangat hebat, plus gue cinta banget sama antologi cerpen Gaiman yang gue baca sebelumnya, Fragile Things. Jadi gue punya ekspektasi tinggi terhadap kumpulan cerpennya ini.

Sayangnya, ternyata gue nggak suka :(

Ralat, bukan nggak suka, tapi nggak ngerti!

Gue merasa cerpen-cerpen dalam antologi ini menarik, tapi gue nggak nangkep “intisari”nya. Duh, ciyan amat. Pasalnya, cerpen-cerpen dalam Trigger Warning sangat penuh dengan metafora, alegori, dan referensi yang nggak bisa gue pahami (Ray Bradbury itu siapa, sih?).

Seriously, I never felt more stupid and shallow in my life. Seandainya gue paham berbagai referensi yang digunakan Gaiman, mungkin sebenarnya antologi ini kuat banget.

Untungnya, ada beberapa cerpen dalam antologi ini yang gue pahami (dan memang bagus banget), tapi lebih banyak yang nggak gue pahami.

Gue bahkan nggak yakin cerpen-cerpen dalam novel ini jenisnya apa. What was I reading? Horror? Drama? Mistery? Apa jangan-jangan harlequin? Tolong!

The Girl on The Train – Paula Hawkins
Jenis: novel
Genre: fiksi, crime, misteri

DSCF6131

Gue sangat tertohok dengan novel Gone Girl. Maka ketika The Girl on The Train digadang-gadang sebagai the next Gone Girl, gue langsung merasa harus menyikat buku ini *ambil sikat WC*

Buku ini bercerita tentang Rachel, seorang alkoholik yang depresi karena pernikahannya yang gagal. Walaupun sudah bertahun-tahun cerai, dia masih terobsesi dengan mantan suaminya.

Selain mantannya, Rachel juga terobsesi dengan sepasang suami-istri yang nggak dia kenal, tetapi selalu dia lihat saat naik kereta ke kota setiap hari. Trus, suatu hari, sang “istri” yang dia idolakan tersebut menghilang. Mana dimana… anak kambing saya?

Premisnya seru, ya? Sayang, bagi gue, The Girl on The Train belum bisa menyamai Gone Girl, baik dari segi jalan cerita, twist, maupun narasi. Alurnya pun cukup ketebak, sementara Gone Girl… siapa, coba, yang bisa nebak jalan cerita Gone Girl? Twisted banget!

It’s an okay book on itself. Cuma karena media terlanjur “menjanjikan” buku ini sebagai pesaingnya Gone Girl, ekspektasi gue jadi kelewat tinggi. Seandainya reputasi buku ini berdiri sendiri, tanpa disandingkan dengan Gone Girl, mungkin gue nggak akan kecewa.

***

Waaaw, bukunya banyak juga! Memang, selalu “sedang baca buku” itu menyenangkan sekali, ya. Hepi, lho, selalu punya jawaban kalau ditanya, “Lagi baca buku apa sekarang?”

Walaupun hari gini, jarang juga, sih, ada orang nanya begitu. Ciyan :D

Semoga bulan depan, bisa kasih review buku lagi.

Read more books, everyone!

21 comments:

Anonymous said...

Ah syenangnyaaa post ttg buku. Sering sering yah :) List 100 buku mesti dibaca sekali seumur idup versi laila sangat kutunggu.
Nah just sharing skrg gw lbh nahan beli buku fisik (di BBW kmrn sukses cmn beli buku anak) dan lbh milih beli e-book. Hiks ga romantis amat yaaaa...tp trnyt lbh cpt selesai dan efisien. Huhuhuuu

Gadis said...

young adult kenapa dibuang ke tong sampah? hahahaha kan ngingetin akan young love gremet2 soda... hihihi
aku suka banget YA-nya rainbow rowell yang Eleanor & Park sama Attachment.. yang E&P sampe bikin book hangover berhari2 saking gremet2nya :))

Ayo mba Lei baca Is everyone hanging out without me-nya mindy

Jane Reggievia said...

Aaah, aku juga sama kecewanya sama TGOTT. Gone Girl aku nonton filmnya dulu, baru novelnya. Dua-duanya bikin gelisah hahaha. Makanya pas TGOTT dibilang "the next Gone Girl", emang mengecewakan, yah.

Anyway, Mba Lei baca Five Star Billionaire by Tash Aw nggak?

and.i.try said...

Oh myyyy, kemarin itu baru beli "Yes Please", dan setelah baca beberapa bab kok rasanya beraaaaaat banget buat mulai baca lagi. Setelah baca komenmu di atas baru ngeh, iya ya ternyata Yes Please itu ada nada-nada "cari simpati" atau pemakluman, berbeda dengan Bossypants (which I LOVE and finished in a day). Thanks buat rekomendasinya, maybe Mindy Kaling's will be more up my alley.

cchocomint said...

Ahhhh, aku pun suka banget Why Not Me (dan juga Is Everyone Hanging Out Without Me?), tadinya agak ragu mau baca buku komedi karena takutnya hal yang dianggap lucu di Amerika belum tentu gw anggap lucu (makleum, sini tumbuh kembang dengan kebanyakan nonton acara musik alay-alay), ternyata gw salah. Mindy nulisnya witty dan jujur, di bagian-bagian tertentu pun bikin gw, 'Oh iya, bener banget,' kayak waktu dia bahas soal jadi bridesmaid :')

Anin said...

Ahh....gue banget inih, tiap kali dateng ke book fair terus ngeborong setumpuk karena liat buku banyak bejejer2 itu selalu bikin bookgasm. Abis itu bingung kapan bacanya:))
Gue penasaran banget sama bukunya Mindy Kaling ituuh...tapi disini susah bener cari yang bahasa inggris (dan murah) :)) But you convinced me..jadi harus gue cari nih.
Terus TGOTT itu emang dissapointing banget yah, so promising tapi setengah buku udah ketebak dan anti-klimaks gitu.
Gue barusan aja selesai baca Room. Rada telat, padahal gue udah punya bukunya lama. Ternyata maakkk....bagus yaahh...abis baca bukunya aku cuma pingin peluk2 Thaisa gitu....mellow abis.

Shabrina said...

Waaaaahhh.. keren kali daftar buku yang dibacanya..
Saya juga sedang menggiatkan diri untuk baca buku belakangan ini. Sempet borong juga di bbw,tapi ensiklopedia. haha..

Anonymous said...

iya Lei.. ditunggu deh 100 buku mesti dibacanya. dan fotonya keren deh.

cchocomint said...

Halo Mba Anin, udah cobain bookdepository.com belum? Online sih, dia UK based dan punyanya Amazon. Harganya masuk akal, koleksinya banyak, dan free ongkir (ke seluruh dunia)

Bunda Bibi said...

suka deh review-an tentang buku, soalnya kadang udah sengaja mau ke toko buku disana malah bingung pilih buku yang mana, aku kan ga mau rugi udah keluar duit tapi yang dibeli ga bagus kan rasanya gimana gitu. kl udah tahu review-annya kan enak tuh, udah tahu yang mana mau diincer :P *emakogahrugi.
makasih Lei :D

Anonymous said...

wow.. makasih infonyaah

Anin said...

Wah, keren ini....thanks ya Bening!

prin_theth said...

Semoga berfaedah ya! :D Temen-temenku juga mulai banyak yang prefer e-book. Sebenernya aku tergoda, tapi karena udah jompo dan mental nenek-nenek banget, lebih khawatir sama efek-efek jeleknya baca di gadget hihihi... gak milenial bgt deh

prin_theth said...

Hahahaha matekkk... sebenernya, selain nggak suka YA, pun aku tak suka fiksi bertema cinta :D Hati kok batu dan dingin banget ya.

Tapi Eleanor & Park dipuja banyak orang, aku jadi penasaran ah! Mindy jugaaa pastinya (kalo nemu)

prin_theth said...

Belum baca Five Staaar... apakah ituu?

prin_theth said...

Wih, haqqul yaqin elo pasti suka Why Not Me. Cussss beli!

prin_theth said...

Hihihi iya, buku humor Amerika - apalagi yang ditulis komediannya - kan penuh referensi banget, ya. Tapi becandaannya Mindy cukup universal. Aku baru Bab 1 aja ngakaknya banyak banget ;D

prin_theth said...

Room bageeeeeuuusss... tapi dulu gue nggak kelar baca novelnya, karena kenapa yaah lupa. Sok sibuk aja kayaknya! :D Tapi terus dikelarkan dengan nonton filmnya.

prin_theth said...

Yuuk, giatin lagi kak. 10 menit sehari tapi tiap hari pun cukup, kayak olahraga ya hehehe

prin_theth said...

Awww, makasih!

prin_theth said...

Hehehe iya betul. Tapi Mbak bisa selalu cek review buku dulu kok di Amazon, Goodsread dan sebagainya sebelum belanja buku :D

Post a Comment