Aug 23, 2016

Indonesia di Berbagai Negara (part 1)

Bulan Agustus adalah bulannya Indonesia. 

Merayakan kemerdekaan tanah air—sekaligus berkontemplasi tentang Indonesia—sih, gampang kalau tinggal di Indonesia. Tapi gimana kalau lagi tinggal di negara lain?

Sebagai seseorang yang lahir dan besar di Jakarta, Indonesia, konsep “memandang Indonesia dari jauh” (alias dari negara lain) adalah konsep yang sangat asing buat gue, lho. Memandang Jakarta dari jauh aja nggak pernah. Itu adalah sebuah sensasi yang nggak pernah gue rasakan. So I was quite curious!
 

Di bulan Agustus ini, gue “ngobrol” dengan delapan teman yang sedang tinggal di negara lain.  Berikut adalah obrolan dengan 4 dari 8 teman tersebut.
 

Baca bagian kedua di sini

***

Mia Aryani (Mia), tinggal di Puteaux, Prancis selama hampir dua tahun terakhir. Mia tinggal di Puteaux karena penugasan di kantor pusat selama tiga tahun, sekalian karena suaminya bercita-cita mengambil gelar master di sekolah internasional. Dulu tinggal di Bandung dan Jakarta, Indonesia.

Apa, sih, yang dilakukan kalau lagi kangen Indonesia?

Kalo lagi kangen suasana Indonesia. kadang suka iseng liat-liat di Google Map, jalan di sekitar rumah seperti apa, sekolah anak dulu, sampe gedung kantor dulu.

Kalo lagi kangen obrolan khas Indonesia, lumayan sedikit terobati dengan gavung Whatsapp grup. Trus, kalo lagi kangen makanan Indonesia, lumayan masih bisa sering icip-icip makanan Indonesia dari ibu-ibu komunitas Indonesia.

IMG-20160820-WA0024

Bagaimana hari nasional Perancis biasanya dirayakan?  

Selebrasi hari nasional Perancis—tanggal 14 Juli—hebohnya ngalahin malam tahun baru, lho. Dimana-mana pasti ada pesta kembang api, mulai yang paling extravagant di sekitar Menara Eiffel, sampai yang kecil-kecilan di tiap kelurahan. 



Di Paris, biasanya ada parade "14 Juillet" (14 Juli) di sekitar Champs-Elysees. Tapi tahun lalu, kami milih untuk menyaksikan defile pesawat-pesawat Perancis yang melewati La Defense (dekat tempat kami tinggal) sebelum pesawat-pesawat itu tiba di Champs-Elysees. Soalnya, anak saya suka banget pesawat, dan kami juga jadi nggak harus desak-desakan di Champs-Elysees.

Tahun ini, ada yang bikin saya sedikit stress soal perayaan "14 Juillet". Saya bersama keluarga dan ipar saya sedang berlibur di Nice, tepat saat tragedi penabrakan truk yang menewaskan lebih dari 80 orang, saat sesudah perayaan. Padahal saya sempat nawarin ke anak dan ponakan saya untuk nonton kembang api sebelum perayaan, hiks, hiks. Alhamdulillah, anak-anak memilih diam di rumah, istirahat dan main iPad. Kami masih dikasih selamat sama Allah.

Berhubung Prancis belakangan ini sering jadi target penyerangan, rasanya lebih baik menghindari kerumunan-kerumuman, deh.

IMG-20160823-WA0015

Apa, sih, hal-hal yang kepengen banget “dibawa” dari Prancis ke Indonesia? 

Family time! Jumlah cuti di sini 50 hari setahun, lho, dengan waktu kerja dari jam 9 pagi hingga jam 6 sore. Dengan cuti sebanyak ini, kami jadi lebih leluasa merencanakan cuti panjang karena bisa menyesuaikan dengan libur sekolah anak. Kami juga bisa lebih fleksibel kalau anak sakit dan terpaksa meninggalkan kantor, karena nggak ada mbak.

Kami pun jadi punya waktu lebih banyak bersama anak, karena waktu nggak habis di jalanan yang macet.

Oya, karena di sini nggak punya asisten rumah tangga, otomatis semua anggota keluarga harus bahu-membahu dalam hal urusan pekerjaan rumah. Jadinya kami merasa lebih kompak di sini.

IMG-20160814-WA0040

IMG-20160816-WA0031

Apa hal-hal di Prancis yang menurut Mia inspiratif?

Selain work-life balance tadi, saya terinspirasi banget dengan gimana mereka sangat organized dan handy dalam mengerjakan pekerjaan di rumah (konsukuensi biaya hidup serba mahal!).

Juga bagaimana mereka sangat menghargai hidup, dari hal-hal terkecil. Mungkin dari kebiasaan mereka senang baca buku dan senang berfilosofi, ya.

Menyenangkan sekali, deh, berdiskusi dengan orang-orang Prancis, bahkan tentang hal-hal mungkin kita anggap sepele!

IMG-20160814-WA0037

Marisa Santosa (Marisa), tinggal di Perth, Australia Barat selama 9.5 tahun terakhir. Marisa sudah jatuh cinta dengan Perth sejak tahun ‘90an, ketika sedang mengunjungi keluarga. Akhirnya Marisa sekolah S2, lalu bekerja di sana. Dulu tinggal di Jakarta, Indonesia.

Hal-hal yang dikangenin dari Indonesia?

1. Jajanan (Jakarta)nya yang hampir semua bisa di delivery kapan aja, 24 jam. Juara tiga besarnya cendol dan sate Mayestik, Soto Agus Barito, dan Ketoprak Ciragil.

2. Abang-abang teh botol yang tiap 10 meter ada.

3. Salon, tukang pijet, dan tempat karaoke yang mumpuni ((mumpuni!)). Pijet di sini mahal, trus rasanya kayak diusap-usap doang. Cemen! Karaoke di sini juga masih pake sistem buka folder segede gaban, yang berisi kode lagu-lagu yang pengen dinyanyiin. Kebayang nggak, di ruangan karaoke yang gelap, kita harus kutak-kutik nyari kode lagu? Pe-er banget!

Akibatnya, kalo lagi ke Jakarta, biasanya gue pijet dua kali seminggu, dan pernah suatu kali karaoke 4 kali dalam seminggu :D


Gimana, sih, perayaan 17 Agustus di Perth? 

Saat 17an, Konsulat Perth biasanya mengadakan upacara bendera, macam-macam lomba. sini, dan kumpul-kumpul silahturahmi. Tahun ini ada lomba nyanyi Konsulat Idol segala, lho!

Gue sendiri jarang berpartisipasi 17an di Konsulat, karena biasanya gue lagi kerja. Padahal sebenernya kemarin ini pengen ikutan lomba main gaplek, hahaha.

Biasanya, kalo 17an, gue dan teman-teman piknik di weekend-nya. Tahun lalu, kita rame-rame kumpul di rumah temen gue, makan-makan masakan Indonesia, trus bikin lomba kecil-kecilan buat anak-anak mereka, seperti makan kerupuk dan balap karung.


Gimana dengan perayaan hari nasional Australia?  

Setiap Australia Day (26 Januari), biasanya orang-orang pada piknik sekeluarga, ke pantai, atau barbeque-an rame-rame di rumah. Beberapa tahun terakhir ini, gue selalu barbeque-an di rumah sahabat gue.

Ada satu radio lokal, namanya Triple J, dan di Australia Day, mereka selalu bikin countdown 100 hottest song selama setahun. Jadi orang-orang biasanya suka barbeque-an sambil dengerin Triple J ini, menebak-nebak asik, siapa nomor satunya. Termasuk gue juga!


Kemudian biasanya kita main ke pantai sampai lepek, trus jam 8 malem nonton kembang api di Perth foreshore.

Australia Day adalah salah satu liburan favorit gue, karena harinya terasa panjang, meriah, tapi santai. Dari pagi leha-leha, santai-santai, ngopi, makan, ngebir, kenyang bego, terus bengong-bengong, sampai akhirnya nonton kembang api malam-malam.


Apa, sih, hal-hal yang kepengen banget “dibawa” dari Perth ke Indonesia?

Kalo edisi halu-nya, gue pengen mindahin infrastruktur Perth ke Indonesia, termasuk transportasi umum, perpustakaan yang ada di setiap suburb, ruang hijau publik, dan sebagainya. Supaya masyarakat, khususnya di Jakarta, punya pilihan lain selain pergi ke mall / cafe.

Gue juga pengen mindahin budaya antri, rasa terima kasih, dan sense of urgency. Meskipun orang Indonesia katanya ramah-ramah, kadang nggak keliatan sama sekali. Mas-mas loket imigrasi di bandara yang mustinya jadi “ring 1 penyambutan” aja mukenye manyun semua, terus geraknya slow motion. Seakan-akan waktu gue hanya untuk nungguin dia ngecap paspor aja. Ashem! :D

Kalo edisi nggak halu-nya, gue pengen coffee shop favorit gue di Perth buka cabang di Jakarta, karena menemukan kopi yang enak di Jakarta itu susah banget.


Apakah tinggal di luar negeri jadi mengubah pandangan terhadap Indonesia?

Dulu, sebelum pindah ke Perth, hal-hal soal Indonesia yang terpikir oleh gue, tuh, pasti yang jelek-jeleknya aja. Tapi ada pribahasa berbunyi, distance makes the heart grow fonder. Nah, pribahasa itu berlaku, tuh, buat gue. Apalagi pas Pemilu 2014 kemaren, nasionalisme gue jadi naik (dikit), dan gue jadi peduli (dikit) terhadap Indonesia.

Gue juga penganut prinsip “jangan jelek-jelekin negara lo sendiri, ketika lo ada di negara orang lain.” Karena lo adalah perwakilan negara lo, jadi jangan ikut-ikutan nyinyir kalo ada orang [asing] ngehina policy negara lo, meskipun saat lo juga nggak setuju sama policy itu. Apalagi bule-bule sini kalo ngomongin Bali udah berasa paling ngerti. Nge-feel abis!

Pokoknya, kalo kesel sama Indonesia, nggak usah diumbar sana sini, deh.


Rika Raudah (Rika), tinggal di Singapura sejak 2010 karena mengikuti lokasi pekerjaan suami. Sudah mendapat Permanent Residence sejak 2012, dan sudah merasakan “homesick” ke Singapura kalau terlalu lama pergi jauh dari negeri singa tersebut. Sebelumnya tinggal di Jakarta, Indonesia dan Kuala Lumpur, Malaysia.

Apa, sih, hal yang paling sering dikangenin dari Indonesia?

Suasana Ramadan di Jakarta!

Sebelnya, semenjak tinggal di Singapura, aku malah nggak pernah mudik pas Ramadan atau Lebaran, soalnya suamiku kebetulan selalu lagi sibuk-sibuknya [di kantor] sekitar bulan Juli-Agustus.


Gimana, sih, perayaan 17 Agustus di Singapura? 

Aduh, sebenernya aku nggak pernah berpartisipasi 17 Agustusan selama di sini, hihihi. Soalnya dari jaman tinggal di Jakarta dulu pun aku juga bukan yang aktif berorganisasi. Kayaknya terakhir kali ikut rama-ramean 17 Agustusan, tuh, pas kuliah, deh.

rika2

Kalau perayaan hari nasional Singapura biasanya gimana?  

Aku suka dengan semangat orang sini merayakan hari nasionalnya. Hingar bingarnya, tuh, kerasa banget, apalagi 2-3 tahun belakangan ini.

Tapi udah 7 kali merasakan hari nasional Singapura, aku belum pernah nonton langsung gladi resik atau latihannya yang udah diadain setiap akhir pekan, sejak dua bulan sebelum hari-H. Padahal seru kali, ya, kalo ngeliat orang-orang nongkrong di Marina Bay dan nonton pertunjukan kembang apinya.

Screen Shot 2016-08-23 at 10.11.09 PM

Apa satu hal dari Singapura yang kepengeeen banget rasanya dipindah ke Indonesia?

Pemerintahan yang efisien, “bersih”, dan dapat diandalkan.

Aku percaya, kalau pemerintahan suatu negara bersih dan berdedikasi untuk melayani publik, hal-hal baik akan datang dengan sendirinya ke negara itu. Misalnya, pendidikan yang bagus, fasilitas publik yang dapat diandalkan dan dibanggakan, serta stabilitas keamanan.

Nggak terlalu muluk, kok, untuk berharap Indonesia bisa begitu. Semua yang Singapura punya saat ini ‘kan hanya berawal dari modal semangat dan keinginan founding fathers Singapura untuk maju, setelah "dibuang" karena Singapura diliat “nggak punya apa-apa”.

rika1

Apakah tinggal di luar negeri jadi mengubah pandangan terhadap Indonesia?

Aku justru makin cinta dan bangga sama Indonesia, sebagai bangsa dan negara, karena kerasa banget betapa majemuk dan kayanya negara kita. Tapi jujur, kalau nggak kepaksa kondisi dan situasi, aku belum mau balik pindah ke Indonesia

Hampir 10 tahun aku ninggalin Jakarta. Aku berubah banyak, baik karena pengaruh umur yang bertambah satu dekade dan pengaruh bersosialisasi dengan manusia dari berbagai negara. Jakarta dan Indonesia pun sudah sangat jauh berbeda. Di satu sisi, aku bangga banget dengan segala perkembangan yang terjadi di Jakarta, khususnya 3-5 tahun belakangan ini. Tapi di sisi lain, isu sosialnya semakin mengkuatirkan ya?

image1
 
Rika Melissa (Rika), tinggal di Kerava, Finlandia selama tujuh tahun terakhir. Rika sudah tinggal di Eropa sejak kuliah S2. Rika sekarang tinggal di Kerava karena berkeluarga dengan seorang warga Finlandia. Dulu tinggal di BSD, Tangerang, Indones
ia.

Hal-hal yang dikangenin dari Indonesia?


Makanannya, teman dan keluarga, serta kemudahan berbahasanya.

Sampai sekarang, gue belum lancar-lancar amat berbahasa Finlandia. Jadinya kalau mau ngomong sesuatu, suka stres duluan nyusun skenario percakapan dalam bahasa sini. Trus, pas respon lawan bicaranya nggak sesuai dengan yang gue bayangkan, stres gue makin berlipat ganda!

Sampai kadang kalau lagi sakit aja, gue males ke dokter. Mau nunggu mudik aja biar ngomong ke dokternya gampang!

IMG_20160510_185804

Gimana, sih, perayaan 17 Agustus di Finlandia? 

KBRI Helsinki selalu menggelar acara untuk menyambut 17 Agustusan. Biasanya ada dua perayaan, yang dilangsungkan di dua akhir pekan yang berbeda, sebelum tanggal 17 Agustus.

Acara yang pertama diisi dengan berbagai macam perlombaan seperti jalan sehat, balap karung, balap bakiak, dan sebagainya.

Acara yang kedua, minggu depannya lagi, diisi dengan “panggung gembira” dan bazaar makanan daerah, sekaligus pembagian hadiah untuk pemenang perlombaan minggu lalunya. Panggung gembiranya selalu rame sama acara nyanyi-nyanyi dan joged dangdutan.

Gue, sih, semangat banget ikut dua acara tersebut. Gue pernah, lho, jadi juara kedua jalan bakiak! Kebetulan gue juga tergabung dalam grup gamelan Banyu Petak Helsinki, dan kalau di acara 17 Agustusan, kami pasti manggung di panggung gembira.

Pas tanggal 17 Agustusnya sendiri, diadakan upacara bendera di KBRI, yang boleh dihadiri oleh siapa aja.

Screen Shot 2016-08-23 at 10.28.45 PM

Bagaimana hari nasional Finlandia biasanya dirayakan?  

Hari Kemerdekaan Finlandia dirayakan setiap tanggal 6 Desember. Nggak ada acara seru-seruan atau pesta kembang api di sini. Perayaannya sederhana banget, mungkin karena pas musim dingin dan langit lagi gelap-gelapnya, ya.

Di hari ini, digelar malam gala di istana presiden. Tokoh-tokoh penting di Finlandia pada diundang, seperti politikus, diplomat, artis, atlet dan sebagainya. Semuanya dateng dengan baju pesta yang cantik-cantik. Acara ini ditayangkan langsung di TV dan dianggap sebagai Academy Award's Red Carpet versi Finlandia lah, gitu.

Selain itu, ada juga Vappu yang sebenernya lebih mirip festival, tapi sudah dianggap sebagai hari nasional di Finlandia.

Vappu dirayakan mulai dari 30 April sore, sampai besok harinya, tanggal 1 Mei.

Pada tanggal 30 April, para pekerja pada kerja setengah hari aja. Mereka biasanya sudah mulai keluar kantor sejak pukul 12 atau 14 siang.

Di Helsinki, orang-orang akan memenuhi daerah Esplanadi untuk ngeliat acara pemakaian topi di kepala patung Havis Amanda pada pukul 6 sore. Topi yang dipakaikan adalah topi khusus “ylioppilaslakki”, didapat para pelajar Finlandia ketika lulus lukio (SMA).

Acara Vappu identik banget dengan mabuk-mabukan. Konsumsi minuman alkohol di hari ini melonjak drastis! Bahkan sebelum dipakaikan topi, patung Havis Amandanya “dimandikan” dulu dengan minuman alkohol.

Tapi di hari ini, banyak sekali balon-balon berbagai bentuk muncul di jalanan. Jadi biarpun orang mabuk dimana-mana, tetap banyak orang tua yang turun ke jalanan sambil bawa anaknya.

Nah, tanggal 1 Meinya adalah hari piknik nasional. Semua orang pergi piknik ramai-ramai di taman besar, sambil memakai “ylioppilaslakki”. Kegiatan piknik di Helsinki berpusat di daerah Kaivopuisto, sebuah taman besar di Helsinki.

Apa, sih, hal-hal yang kepengen banget “dibawa” dari Finlandia ke Indonesia? 

Sistem social security-nya, pelayanan untuk ibu hamilnya, sistem daycare dan sekolahnya, program integrasi buat orang asingnya, birokrasinya yang cepat dan sederhana, keseteraan gender-nya, dan banyak lainnya!

Gue udah pernah merasakan hidup di Jerman dan Belanda, tapi buat gue, Finlandia lebih unggul untuk hal-hal di atas.

Kejujuran orang sini juga satu hal yang pengen gue pindahin ke Indonesia. Telepon gue berkali-kali ketinggalan—laptop suami gue malah pernah ketinggalan di kereta—tapi Alhamdulillah semuanya balik dengan selamat.

Kesetaraan juga salah satu hal yang sangat gue kagumi dari Finlandia, termasuk kesetaraan pendidikan. Di sini sekolah digratiskan, supaya semua orang bisa  menikmati pendidikan yang baik. Jadi semiskin atau setajir apapun sebuah keluarga, anaknya tetap sekolah di sekolah negeri.

Mimpi indah gue buat Indonesia adalah perbaikan sistem pendidikan, penambahan jumlah sekolah negeri, dan penghilangan persepsi "sekolah elit - sekolah non elit, sekolah unggulan - sekolah non unggulan".

Screen Shot 2016-08-23 at 10.33.15 PM

Hal lain yang mau gue boyong dari Finlandia? Udaranya yang segar, airnya yang bersih, dan lingkungannya yang hijau. Cuaca di sini memang dingin semriwing sepanjang tahun, tapi udara dingin lebih memungkinkan kita untuk berada di luar daripada panas. Udara dingin juga memicu kita untuk bergerak, jadi orang sini suka banget sama kegiatan outdoor yang jelas berefek positif buat kesehatan.

Biarpun gue suka cemberut ke suami minta dibeliin mobil, sebenernya gue kerasa banget bahwa gue jadi lebih fit selama di tinggal Finlandia.

Selain itu, gue juga jadi terbiasa dengan keadaan yang nggak terlalu ramai. Walaupun kalau nonton konser atau acara rame-ramean lainnya, gue ngerasa di sini, kok, crowd-nya loyo? Serunya crowd Indonesia memang nggak ada yang ngalahin!

IMG_20150927_143133_HDR

Apakah tinggal di luar negeri jadi mengubah pandangan terhadap Indonesia?

Gue selalu diingatkan suami untuk nggak selalu memandang Indonesia sebagai Jakarta. Indonesia jauh lebih luas daripada itu.

Gara-garanya gue sering membandingkan kehidupan di Finlandia dengan kehidupan di “Indonesia”, padahal sebenernya gue membandingkan dengan kehidupan di Jakarta.

Misalnya, gue bilang ke suami kalau di Indonesia enak bisa punya ART dan babysitter. Suami selalu mengingatkan kalau nggak semua orang Indonesia bisa begitu.

Kalau gue mengeluh soal hidup di Kerava, ada jutaan orang di Indonesia yang pasti mau bertukar posisi dengan gue dan mereka nggak akan mengeluhkan hal-hal seperti capek ngurus anak sendiri, capek karena nggak punya mobil.

Jadi, sejak tinggal di sini, gue disadarkan kalau Indonesia, tuh, plural banget.

Apalagi kalau ketemu bule-bule yang pernah berkunjung ke Indonesia. Biasanya ‘kan mereka travelling-nya ke daerah yang eksotis dengan alam yang masih perawan. Mereka lumayan heran kalau gue cerita orang Indonesia suka gadget yang canggih, males jalan kaki, dan hobi nongkrong di mall. Soalnya mereka nggak liat begituan, tuh, selama travelling di Indonesia! Ya, karena gue emang asal menggeneralisasikan gaya hidupnya orang Indonesia seperti di Jakarta, sih.



Screen Shot 2016-08-23 at 10.29.59 PM

Tapi di balik keragaman bangsa kita, gue juga jadi merasa kalau secara umum, orang Indonesia masih sulit menerima hal asing. Waktu dulu gue baru mau mulai hidup di luar negeri, ada aja yang nasehatin gue untuk nggak berubah jadi kebarat-baratan. Jangan mau kalau disuruh makan babi, jangan mau diajak pindah agama, jangan tergoda dengan alkohol dan seks bebas. Moral negara Barat, tuh, dianggap rusak banget.

Pas gue sampai di Eropa, baik-baik aja, tuh. Orang-orang di jalanan nggak ada yang telanjang. Nggak pernah juga ada yang maksa gue makan babi, dan nggak ada yang mendadak rasis waktu tau gue Muslim.

Gue jadi berkesimpulan kalau bangsa Indonesia ternyata penuh prejudis terhadap bangsa Barat. 


Trus, sejak tinggal di Eropa, apresiasi gue terhadap makanan Indonesia meningkat drastis. Sebelum tinggal di Eropa, gue mengidolakan banget makanan Barat. Sampai di Eropa, hasyeeem... kenapa ini makanannya hambar semua? Makan sandwich rotinya keras, ayam KFC terasa hambar. Ternyata makanan di Indonesia umumnya udah disesuaikan sama lidah Asia. Rasa aslinya, mah, sayup-sayup semua!

Oya, satu lagi. Belakangan ini gue juga makin sadar kalau orang Indonesia, tuh, lucunya luar biasa. Liat aja meme-meme yang bermunculan di medsos. Apapun skandalnya, pasti ada memenya.

Gue rasa ini karena sifat bangsa kita yang lebih "nrimo" dibandingkan bangsa Barat. Mau ada masalah sebesar apapun, kita terbiasa untuk pasrah, malah sekalian dijadiin guyonan. Beda sama orang sini yang cenderung panik dan marah-marah dalam menghadapi masalah kecil, seperti kereta atau bis yang terlambat datang.

IMG_20150911_120024

Terimakasih banget semua, dan jangan lupa baca bagian kedua di sini!

11 comments:

Arman said...

setuju banget sama tempat karaoke!!!! kemaren pulang indo langsung karaoke 2 kali, masing2 4 jam! hahaha

doena said...

topic yang menarik. jd pengen ngerasain tinggal diluar juga :D

Anonymous said...

Ga sabar nunggu part 2 nya, hehehe....sering baca posting kayak gini bikin "tempurung" kita lebih luas ya. Indonesia ga cuma Jakarta dan yup bener banget seperti kata Kak Rika, kita terlalu prejudis. Kalau pembelaan saya sih karena kita dari kecil dididik demikian. Eh itu mah aku aja kali, yang dididik sama ibu yang lumayan parnoan hahaha.

tia putri said...

aq selalu suka cerita2 pengalaman orang indonesia yg menetap di LN, kerasa mereka jadi lebih cinta nkri sekalipun tgl di luar.

dan tentang makanan, aq pun termasuk yang menyetujui kalau makanan indonesia ternyata super kaya rasa dibanding negara lain. terutama urusan cabe, saos, dan rempah. pernah waktu ke jepang lupa banget banget gak bawa saos cabe/bon cabe/merica kelimpungannya kayak apaan tau. makanan disana yg otentik mah anyeep gak ada rasa. heuu

PoppieS said...

Marisa: "Akibatnya, kalo lagi ke Jakarta, biasanya gue pijet dua kali seminggu"


Betul itu. Ketemu temen pun ditinggal sebab udah ada jadwal pijet. HUHK

Irien said...

Lebih ngerasa cinta Indonesia kalo lagi jauh itu bener BANGET! Plus jadi merasa selama ini kurang cinta dan kurang pengetahuan banget tentang negara sendiri. Sering banget ditanya tentang berbagai hal di Indonesia dan baru menyadari, "lho kok gw gak tau sih?"

Di Jepang ini pertama kalinya aku main angklung karena disini ada club angklung gabungan orang Indonesia dan Jepang. Tebak siapa yang ngajar? Ibu2 Jepang yang pernah tinggal di Indonesia dan jatuh cinta sama angklung. Ironis ya. Baru merasa malu, kenapa orang lain lebih cinta sama Indonesia dibanding yang punya negaranya.

Sama baru menyadari hidup di Indonesia itu kita dimanja dan dimudahkan banget! Selalu ada orang yang bertugas untuk melakukan suatu hal. Rumput halaman ud gondrong? panggil tukang kebun. Mau isi bensin? ada petugas di pom bensin yang megangin selang. Mau makan? Panggil tuh semua abang2 jualan makanan yang nyamperin sampe rumah ato tinggal gojek. Mau pijet? Panggil si mbok pijet ke rumah. Rumah berantakan? Ada si mbak PRT. Belum setrika? Taro aja di laundry kiloan. Disini juga ada sih jasanya, tapi bikin langsung miskin, hahaha.

MEMANG LAH TANAH AIR ITU TIADA DUANYA!

Unknown said...

jangankan yang menetap di luar negeri, pas jalan-jalan aja suka kangen sama negara sendiri :) meskiii.. kadang2 berharap, seandainya di negara gue begini..

*nungguin part 2

prin_theth said...

Hehe, iya, kenyamanan negara maju memang selalu irresistible. Ditunggu part 2nya yah!

prin_theth said...

Hihihi ciyan ih temen-temennya...

prin_theth said...

Hehehe, tapi di era Internet begini, memperluas tempurung sebenernya sangat tergantung diri kita sendiri kok. Contohnya nih, rapper asal Jakarta Rich Chigga (yang masih 16 taun) punya wawasan dan aksen Amerika yang SEMPURNA, padahal dia nggak pernah ke Amerika atau sekolah di sekolah internasional. Modalnya cuma kerajinan ngulik Internet, Youtube, dan sosmed sesuai minatnya aja (komedi & hiphop Amerika). Menurutku itu canggih banget lho!

http://www.youthmanual.com/post/profil/hal-hal-yang-membuat-rich-chigga-rapper-generasi-youtube-paling-berpotensi-sekarang-ini

Meta said...

Mana part II-nyaaa...
Ngga sabar mau baca.


Post a Comment