Aug 23, 2015

Soal Ceremai

Manteman, ini adalah buah ceremai. Sekian.

Beberapa waktu lalu, seorang sodara ngontak gue.

Dia cerita bahwa salah satu siblings-nya akan bercerai. Anak-anaknya masih kecil—umur-umur awal SD kali, ya—dan dia nanya gue, gimana cara menyikapi keponakan-keponakannya, supaya mereka nggak (terlalu) down.

Kalo lo bingung kenapa gue ditanya begitu, jadiii… sewaktu gue SMP, orangtua gue pisah. Pas SMA, mereka bercerai selama hampir satu dekade… before getting back together. Re-marry, bok. Dulu gue sampe ketawa-ketawa, deh, karena ceremainya jadi berasa guyon :D

Tapi inilah dinamika hidup. C'est la vie! Tetap patut disukuri ya, tho.

Jadilah sodara gue tadi nanyain gue, berdasarkan pengalaman gue jaman dulu.

Awalnya gue juga bingung, karena umur gue dan keponakan-keponakan sodara gue ini beda jauh. Emosi, sifat, kedewasaan, latar belakang dan kasus orangtua kami juga tentunya beda. Tapi setelah dipikir-pikir, perasaan divorced kids selalu ada benang merahnya.

Berikut adalah hal-hal yang gue share ke sodara gue, soal bagaimana menyikapi keponakannya yang orangtuanya akan bercerai:

1. Jangan kepo. Ini berkali-kali gue tekankan ke sodara gue, karena ini adalah salah satu bahaya laten dalam keluarga kami.

Keluarga besar gue—terutama para tante—seringkali kepo. Selalu pengen tau apa yang terjadi. Trus kadang, mereka ngorek info tanpa mempertimbangkan perasaan yang ditanya-tanya. Bisa menghalalkan berbagai cara untuk ngorek gosip terbaru, deh.

Sewaktu orangtua gue baru cerai, salah seorang tante ‘menginterogasi’ gue dengan santai, di sebuah acara keluarga. Beliau nggak bermaksud jelek, apalagi nyerang. Do’i cuma pengen nggosip. Tapi pertanyaan-pertanyaannya were so hurtful, so insensitive, so rude bagi gue, sampe gue nahan nangis di tempat. Tujuannya apa juga, yekan? Bukan untuk menghibur gue, tapi untuk sekedar memuaskan rasa penasarannya.

Jadi jangan kepo. Jangan kepo. Jangan kepo. Biarkan anak bahas tentang perceraian orangtuanya ke orang-orang terdekat yang paling ia percaya, itu juga KALO dia mau.

Sometimes we don’t want to talk to about it. Sometimes we don’t want to feel feelings. It’s how we cope.


2. Jangan pernah jelek-jelekkin salah satu orangtua si anak, terutama ibunya.

Misalnya, ada sodara kita ceremai dan kebetulan kita adalah keluarga pihak laki. Biasanya, otomatis kita akan membela sang laki, dan berpendapat bahwa perceraian ini akibat kesalahan istrinya.

Apapun pendapat lo, simpen aja. Nggak usah diumbar, apalagi ke si anak. Anak akan selalu membela orangtuanya, khususnya ibunya, terutama kalo si anak masih kecil.

Kalopun, nih, misalnya si istri emang salah total. Let’s say, selingkuh, gitu. Anak biasanya akan tetep membela ibunya, lho. Gimanapun juga, there’s a bond between mother and child that will never be broken.

Jangan ciptakan konflik batin bagi anak, stay neutral, keep your opinions to yourself. 

3. Jangan terlalu kasian-kasianin anak.

Ini preference pribadi gue, sih.

Berhubung akik suka berlaga bak Xena Warrior Princess, gue paling nggak suka di-iba-iba-in, terutama oleh orang yang nggak terlalu gue kenal.

Kalo emang lagi down dan pengen curhat, pastinya seneng diberi simpati dan di-puk-puk. Tapi dulu, pasca perceraian, gue paling sebel kalo lagi santai, tau-tau ucluk-ucluk disamperin seorang kerabat nggak deket, dipeluk-peluk, dibilangin, “Kasian kamu, nak…”, trus ditanya, “Perasaan kamu gimana?”

BAEK-BAEK AJA, KELEUS. INI LAGI MAIN PLAYSTATION!

Lagian kalo anak lagi asik-asik aja trus ‘dipaksa’ curhat gitu, ya jadi malah sedih, dong. Again, sometimes we don’t want to feel feelings, ‘kay? Bhay.

Bukan berarti harus cuekin anak juga, sih, tapi lebih responsif kali, ya. Kalo si anak keliatan down dan gundah, nggak apa-apa diajak ngobrol oleh orang-orang terdekatnya. Sebaliknya, kalo anak lagi santai, kita netral aja.

4. For the parents: stay together under one roof (without fighting) for as long as you can.

Orangtua gue melakukan hal ini, dan ini membantu gue banget. Transisi perpisahan mereka jadi sangat pelan, bertahap, dan nggak ngagetin sama sekali. I felt I didn’t lose my safety net. I was the most santai divorce kid there is.

Ternyata, kata sodara gue, hal ini juga sering disarankan oleh marriage counselor ke pasangan yang akan bercerai. Demi anak-anaknya.

5. For the parents: talk about good things about each other, and recall good memories.

Bagi seorang anak yang ortunya ceremai (at least gue), tiada hal yang lebih indah selain mendengar orangtuanya saling memuji, atau saling bicara soal kebaikan masing-masing.

Misalnya, saat gue lagi berduaan ama nyokap dan beliau komen-komen kecil soal kebaikan bokap (“Bapak kamu tuh baik banget. Heran, deh. Blablabla…”), hati ini rasanya bahagia luar biasa. Begitu juga sebaliknya. Gue jadi merasa, oh, walaupun mereka bercerai, mereka masih saling peduli. Nggak saling benci.

It made me feel they are still ‘together’ and therefore, made me feel really safe.


Apalagi kalo sang orangtua recall good memories sama si anak. Misalnya, si anak lagi berduaan sama bapaknya, trus bapaknya cerita, “Kamu inget nggak dulu pas kita liburan ke Bali, trus Mama masak di villa? Enak banget, ya? Mama emang jago banget masak. Kalah, deh, chef-nya.”

*brb, ngembeng*

Divorced parents, percayalah. It’s the best conversation you could ever give to your kid.

***

Also, somewhat related: one-word association about Mother and Father. Don't worry, divorced folks, you are both special to your kids.


17 comments:

Uracute said...

kaaaak...fotonya bikin pengen manisan ceremai..huks
maap salah fokus yes hehehe

Unknown said...

mau nangis aja :")

Adinda Soeharsono said...

Sweet banget 10 tahun pisah terus balik lagi :")

kriww said...

good points mbak lei...

kalo boleh gw tambahin:
jangan ngomongin tentang perceraian itu (atau ngegosipin lebih tepatnya) di depan si anak seolah mereka nggak ada karena berasumsi mereka anak kecil yg ga tau apa2
contohnya pas arisan trus si bocah lagi main di depan dua tante, tante A komen 'syukur yaaa Melati sehat2 aja setelah mama papanya pisah' trus tante B komen 'iyaaa, ih nggak habis pikir deh jeng, tega yaaa mamanya itu padahal anaknya masih kecil. papanya juga blablabla....' padahal si anak lagi di depan mereka. mungkin dipikirnya anak kecil itu belum ngerti, atau belum ngerasa apa2. mungkin benar. tapi sadar nggak apa yang 'terekam' di otak si anak itu nantinya? apa yang 'diproses' sama otaknya yg belum bisa membedakan baik buruk? gimana efeknya ke pribadi si anak di masa mendatang?

sellyanastri said...

I've met my friends. 3-5 people. They have divorced parents. Actually at first I was so scared nanya "gmn kok bs cerai". Because I know its just so hard to explain. Apalagi berita unhappy gtu. Sampe akhirnya they told me by theirselves.. And they are not hating their parents tho udh ga bareng lg.

Dian Komalajaya said...

Ahhhh, ini related banget, huhu, walaupun sempet bingung dulu bacanya, ini judul ceremai tapi isinya napa cere??? wkwkwkwkw.
Mama papaku divorce dari aku umur 4 tahun mba, dan drama yang tiada henti sampe aku kelas 2 smp.
Dan itu saran2nya buat orang-orang yang keponakan atau relasi yang orang tuanya ceremai BENER BGT GILAK!
Apalagi yang kepo dan kasian2in anak, PFT! se-Xenaxena nya guaaa (akupun dibesarinnya dengan mindset harus jadi xena), kalau dikorek2 begitu juga menguras esmosi banget deh ahhh.

Balik lagi, your post always inspiring, LAF!

Leony said...

La, itu buah ceremai itu pas guru SD kelas 3 gue hamil, dia ngomong ngidam manisan ceremai. Pas gue sampein ke nyokap, langsung deh pas mampir Cianjur beliin sekantong buat si bu guru. Senengnya minta ampun dia... *eh ga ada hubungan sama inti ceritanya ya?*

Good point La soal cerai ini. Di keluarga gue sendiri baik keluarga inti maupun extended tidak ada yang cerai, UNTIL several months ago, sepupu gue pisah sama pasangannya after a hugeeee wedding ceremony and reception. Nggak cerai, tapi pisah aja. Semua keluarga sudah ngomongin sampai heboh, and I am pretty close with this cousin. So far yang gue lakukan adalah, gue diem aja ke sepupu gue. When I met him, I didn't even ask. Gue tau butuh waktu untuk dia sendiri find peace. Gue bisa jadi orang yg "perhatian" but to be honest, I don't think I can help either. Siapakah aku ini? Ga mungkin juga gue bilang...sudahlah masih banyak wanita lain.. or blaming him at the first place on his decision to get married. Memang paling mujarab jadi orang cuek aja deh, kasih ruang, tapi tetep doain yang terbaik.

ratri purwani said...

Nah! To be honest keluargaku ada juga beberapa yang ceremai. Tapi as long as closurenya damai nan adem, insya Allah ke sananya akan baik-baik aja. Pas SMA, temen-temen juga banyak yang broken home, awalnya aku syok tapi lama-lama berusaha lumrah. Butuh kekuatan besar buat menahan kekepoan soal beginian. Sensitip! Ngeniwei suka deh perkara super sensitip dikemas dengan metafora...buah ceremai. Sekian dan terima kasih sayang dari Mas Jon.

Anonymous said...

kapan2 cerita kenapa balik laginya ya. ini yang jarang soalnya :)

Unknown said...

Kak Lei, orangtuaku pun cerai pas anak2nya udah gede, dan bener banget semua saran di atas. jangan kepo ke si anak, jangan saling menjelek2an dan jangan sok mengasihani. awal2 tuh banyak yg kepo dan sok mengasihani padahal kami b4 (anak2nya) baik2 saja, secara mereka pisahan juga kami gk merasa kekurangan kasih sayang sama sekali. dan Ibuku sama sekali gk pernah bilang kalo gk mau kembali lagi, kalo orang pd kepo pasti beliau jawab "kalo Allah masih memberikan jodoh untuk kami, pasti kami bisa kembali". dan Alhamdulillah juga setelah 8th berpisah akhirnya mereka kembali lagi bersama. Apapun itu yaa disyukuri saja. *lah malah tsurhat* hihiiii

nadushi said...

leeiii, thank you for sharing the tips. saat ini aku masih sekolah untuk menjadi psikolog, kadang suka dimintai tolong oleh keluarga (yang ga mau serius untuk ke psikolog senior) jadilah minta tolong ke aku, dan yang terakhir ini masalah perceraian dan dampaknya ke anak-anak mereka yg masih kecil. tulisan kamu kali ini, SANGAT MEMBANTU dan bisa segera di aplikasikan, apalagi, based on your experience. tulisan kamu ringkas dan sangat to the point. makasi yeee... hehehehehehe

sering-sering nulis yang begini yaaa.... hihihii

ibukasual said...

ini menjawab keresahan dan kepenasaran gw pas baca what took us so long di postingan http://what-took-us-so-long.blogspot.com/2010/10/till-whatever-do-us-part.html#more

prin_theth said...

Sama-sama Nadushi, senang sudah bisa membantu ya :)

prin_theth said...

Jon! Jangan cuma sayang-sayang doang kalo ente nggak bakal balik dari kubur!! *baper* Makasih ya Ratrii... :)

prin_theth said...

Kriww: Good point! Dan sebenernya ini juga sering kejadian ya, terutama kalo anak dianggap remeh karena masih kecil. Terimakasih untuk tambahannya, kak!

Red Function said...

Sumpah dari pagi baca2 artikel kocak2 banget dan kekinian abis,, semoga bisa di share ilmunya kk : D

Unknown said...

saya terharu bacanya.. semoga yang terbaik untuk ponakan sodaranya Mbak..

Post a Comment