Oct 17, 2014

15 Minutes With... The Babybirds

On every 15 Minutes With… post, there will be a Q&A with people whom I think are interesting and amusing. Some of them might be famous, semi-famous, or totally unknown to the public. Some of them might be my old friends, or some complete strangers whom I've been stalking online :) It doesn’t matter at all. What matters is, to me, they are inspiring human beings, and I hope our talks would be inspiring to you as well.

***

15 Minutes with… The Babybirds.

Pada jaman dahulu kala—tepatnya di tahun 2006—tersebutlah seorang jejaka bernama Ing yang naksir-naksiran dengan seorang dara bernama Alma (yang kemudian dipanggil Nyanya), lewat dunia maya. Singkat kata, mereka akhirnya bertemu dan saling jatuh cinta. Fast forward beberapa tahun kemudian, pasangan ini sudah berevolusi menjadi sebuah keluarga kecil yang dikenal di dunia maya sebagai The Babybirds.


Agak susah, lho, mengidentifikasi Ing dan Nyanya ini “siapa”. Craft masters? Cool parents extraordinaire? Dedicated runners? Savvy travelers? They are definitely all that and more. Maka ketika gue memutuskan untuk ngobrol sama The Babybirds untuk 15 Minutes With... ini, gue pun mikir lama… mau ngobrolin apa yaaa? Banyak yang pengen dikorek, deh!

Tapi kemudian gue inget, bahwa asal-muasal situs The Babybirds adalah “sarana” pacarannya Ing dan Nyanya. Selama dua tahun, Ing dan Nyanya harus pacaran beda kota. Karena waktu itu smartphone belum jaman, maka penyelamat hubungan jarak jauh mereka adalah internet, mulai dari chatting sampai bikin blog bersama. Lahirlah situs The Babybirds yang terus berkembang sampai sekarang.

Therefore, before everything else, Ing and Nyanya of the The Babybirds are a loving couple. Korek soal cinta-cintaannya, yiuuuk…


Apa yang bikin kamu jatuh cinta sama Ing / Nyanya?


Ing:
Awalnya saya naksir Nyanya gara-gara anak ini fans berat band lokal LAIN. Disaat perempuan lain seumuran Nyanya mengidolakan siapalah itu yang ganteng-ganteng, dia malah terobsesi sama seorang Zeke, yang dari musiknya aja udah ketauan orangnya keblinger… in a good way, hahaha. Saya suka sama selera Nyanya, dan mungkin karena seleranya itu juga makanya dia mau sama saya.

Untuk jawaban yang agak serius—Nyanya itu bisa menundukkan saya. Mengingat track record saya yang kurang membanggakan dalam urusan 'patuh' sama aturan dalam bentuk apapun dari siapapun, saya butuh orang yang bisa bikin saya klepek-klepek.

Nyanya: Suaranya Ing di telfon, hahaha. Selain itu, saya naksir Ing karena dia hobi bercelana pendek dan sendal jepit, hihihi. Mmm, jawaban seriusnya, saya jatuh cinta sama Ing karena pertama, saya jatuh cinta sama artworks-nya. Kedua, karena Ing bisa ngambil hati keluarga saya. Itu yang paling penting.

Kapan dan bagaimana kamu tahu bahwa Ing / Nyanya adalah ‘the one’?


Ing:
Ketika saya mulai nggak nyaman kalo sampe ketauan merokok, padahal Nyanya nggak melarang. Atau kalo saya sampe telat jemput [Nyanya]. Atau telat ini, telat itu. Heloooh, siape die ngelarang-larang atau ngatur-ngatur gue? Tapi pada kenyataannya, saya selalu nggak nyaman kalo sampe bikin Nyanya nggak nyaman. Dari situ saya mulai ngerasa, saya perlu orang ini. Saya harus bersama dia.

Nyanya:
Ibu saya udah lama mengidap manic depression. Mood-nya bisa berubah sewaktu-waktu, sehingga memerlukan perhatian khusus dari orang-orang sekitarnya. Setelah pacaran sama Ing, saya udah siap-siap kalo kelak ditinggal Ing akibat kondisi keluarga yang seperti ini, karena sebelumnya saya pernah digituin sama cowok lain. Tapi ternyata, kalo orang sudah jatuh cinta, nggak gampang dipisahin begitu aja, ya, karena kondisi apapun. Sampe sekarang Ing keliatannya nggak terpengaruh sama sekali dengan kondisi keluarga saya.

Apa kejutan terbaik yang pernah dikasih Ing / Nyanya ke kamu?


Ing: Dulu ‘kan kami pacarannya jauh-jauhan—Nyanya di Bogor, saya di Bandung—jadi kami punya jadwal, kapan saya ke Bogor, kapan Nyanya ke Bandung. Suatu weekend, pas lagi gegambaran sendiri di kamar, tiba-tiba Nyanya nongol di depan saya. Literally ngagetin saya sambil teriak. Padahal hari itu bukan jadwalnya Nyanya ke Bandung, dan kebetulan saya baru pindah kontrakan. jadi seharusnya dia nggak tau alamat baru saya.

Usut punya usut, ternyata Nyanya kongkalikong sama temen-temen saya. Mulai dari nyusun rencana, nanya alamat, minta dipandu jalan, sampe ngatur supaya ketika dia dateng, saya pas lagi ada di kamar. Padahal waktu itu lagi nggak ada event apa-apa, bukan dalam rangka ulangtaun atau apa. Dia cuma pengen ngagetin saya aja :)

Nyanya: Waktu Ing—bersama teman-teman kuliah saya—berkomplot ngerencanain pesta kecil-kecilan untuk ulangtaun saya. Sumpah, saya sama sekali nggak menduga kalo Ing juga terlibat. Saya cuma dikasih beberapa petunjuk di beberapa lokasi, semacam berburu harta karun, gitu, yang menuntun saya kesana-kemari, sampe akhirnya saya berujung di suatu tempat, dimana udah ada spanduk super norak, birthday cake enak, makanan dan minuman kecil, dekorasi seadanya, dan orang-orang terbaik dalam hidup saya.

Kalian ‘kan pacarannya jarak jauh, nih. Boleh share tips andalan untuk pacaran jarak jauh?

Ing: Sebenernya [jarak] pacaran kami Bogor-Bandung doang, sih, jadi masih bisa dibikin jadwal ketemuan yang adil, makmur dan merata, kapan saya ke Nyanya, kapan Nyanya mengunjungi saya. Jadwal yang teratur ini bikin waktu ketemuan kami jadi lebih berkualitas. ‘Kan ketemuannya pas weekend doang, tuh, jadi setiap weekend, kami pasti manfaatin waktu sebaik-baiknya. Istilahnya, nggak mau rugi, gitu.

Selain bikin jadwal ketemuan dan acara pacaran yang berkualitas, kami juga bikin blog bareng, yang kami tulis berdua secara bergantian. Semacam jurnal bersama, gitu. Niatnya, sih, supaya kami bisa saling update tentang kegiatan masing-masing, tapi kenyataannya, isinya jadi lebih banyak tolol-tololan, sih. Yang saling kirim pertanyaan ala bulbo-bulboan [Bulletin Board] Friendster, lah. Ramalan zodiak bo’ong-bo’ongan, lah...

What’s your favorite memory from your wedding day?

Ing: Kalo pas hari H-nya, nggak banyak kenangan yang melekat, sih. Yang saya inget, kami berdua berhasil membuktikan bahwa kami nggak nangis pas ijab dan sungkeman. Horeee!

110109   110109

110109

Yang paling berkesan justru pas persiapannya. Berkesan karena kami hampir nggak ngurus apa-apa sama sekali, hahaha. Semua diurus oleh almarhum kakaknya Nyanya. Kami cuman cengengesan aja.

Yang seru itu pas kami sok-sokan bikin foto pre-wedding, tapi photoshoot-nya berdua aja. Motretnya pake kamera sendiri yang diiket ke gagang sapu, trus nge-shoot pake timer, karena nggak punya tripod dan remote, hahaha, sedih. Bukan sedih karena nggak punya tripod, tapi karena mikir, “Masa’ buat ngejepretin doang nggak ada temen yang bantuin?” Hahaha…

Makanya kami selalu berjanji, kalo ada temen yang nikahan, kami harus bantu sebisanya. Nggak enak, lho, punya temen tapi nggak merasa terbantu.

Tapi menurut kami, hasil foto pre-wedding abal-abal kami itu oke, lah :)


 
Menurut kalian, what saves your relationships during your worse fights?


Ing:
Kami saling bergantung satu sama lain, sampai ke hal-hal sepele. Misalnya, Nyanya suka cranky kalo tidurnya nggak ditemenin sama saya, dan saya pasti males pergi atau ketemuan sama orang kalo nggak ditemenin Nyanya. Mirip sama anak kecil yang kolokan sama orangtuanya ya? Iya :)

Five top things you learned from marriage?
  1. Setelah menikah, kami jadi tau bahwa kehidupan berumahtangga itu ternyata nggak seribet yang dibayangin
  2. Tapi ternyata nggak bisa sesimpel yang dipengenin juga
  3. Kami jadi tau bahwa sabar, dewasa dan saling menghargai itu penting, walaupun kenyataannya jarang kami praktekkin, hahaha…
  4. Ternyata menikah bukan akhir dari perjalanan, seperti pola konvensional yang sering kita liat pada jaman orangtua kita dahulu—sekolah, kuliah, kerja, menikah, punya anak, membesarkan anak, selesai. Menikah adalah babak baru petualangan.
  5. Ing: ada cerita membanggakan, nih. Waktu Rinjani masih bayi, kami pernah lagi makan nasi padang berdua, tiba-tiba Rinjani ngompol. Sambil tangan kanan masih terus makan dan belepotan, tangan kiri saya dan tangan kiri Nyanya bekerjasama ngegantiin popoknya Rinjani. Canggih, ya? Punya anak memang bikin kita jadi bisa ngelakuin hal-hal mejik!
Kapan kamu ngeliat Nyanya cantik banget / Ing ganteng banget seumur hidup kamu?

Ing: Setiap Nyanya ketawa.

Nyanya: Kalo Ing lagi ngegambar, dia keliatan seksi banget. Suer!

#hellopulkam chapter 02

Kita ngobrolin hal lain diluar relationship, yuk…

Sejak awal, kalian meletakkan keluarga kalian di mata publik—mulai dari pacaran di blog, livetweet menjelang pernikahan, sampai livetweet kelahiran Rinjani. Apa sisi plus dan minus dari ini?


Ing:
Sebenernya bukan di mata publik as in khalayak ramai, sih. Blog, misalnya. Walaupun bisa diakses siapa aja, awalnya blog kami lebih untuk kami berdua dan temen-temen deket aja. Jadi yang baca, selain kami berdua, ya pasti temen-temen. Yang komen juga cuma temen-temen. Kami juga nggak pernah umumin URL blog itu di mana-mana. Tau nggak, sih, URL asli blog kami apaan? www.thebabybirdswithasmellysmellydumdum.com. Dhuarrrr! Siapa juga yang bisa hapal nama sepanjang itu? Ngetiknya juga males.

Intinya, no, our blog [originally] wasn't for public.

Trus soal livetweet, itu juga sama. Twitter lima tahun lalu beda sama Twitter sekarang. Dulu ada perumpamaan: Facebook adalah mall yang hiruk pikuk, sementara Twitter adalah kafe kecil di sudut jalan. Waktu itu Twitter isinya cuman sedikit, orangnya itu-itu aja, jadinya kita gampang saling akrab satu sama lain, bahkan bisa sampe kaya keluarga. Dulu ada yang namanya JTUG (Jakarta Twitter User Group). Waktu itu, geng ini udah kayak keluarga kami di dunia maya, dan sebenernya, untuk geng inilah kami livetweeting.

Jadi sebenernya, sejak awal kita hanya berbagi dengan temen-temen aja. Memang di ruang publik, sih, tapi bukan dalam rangka mencari perhatian orang, Lebih ke berbagi cerita ke orang-orang yang punya hubungan pribadi aja. Nggak ada niat nyari publikasi.

Soal sisi plus dan minus berbagi kehidupan personal di dunia maya, ada cerita agak drama, nih.

Menjelang kelahiran Rinjani, saya dan Nyanya ke rumah sakit berdua aja. Sampai Rinjani lahir, kami tetep berduaan aja. Yang megangin Nyanya waktu ngeden cuman saya sama suster. Dokter yang bantuin persalinan sampe nanya, "Keluarganya mana, Mas?" Saya jawab sambil nunjukkin iPhone saya, "Ini, Pak.”

[Karena saya livetweeting] iPhone saya nggak berhenti bunyi dari pagi sampe malem, gara-gara notification mention di Twitter. Cuma teman-teman di Twitter yang huru-hara menyemangati kami waktu itu, and it worked. Walopun sedih [karena nggak ada nemenin], saya jadi nggak ngerasa sepi-sepi amat. Malah rasanya kayak punya banyak suporter di belakang.

Dan yang terpenting, sampe sekarang, sebagian besar dari orang-orang yang pada heboh pas Rinjani lahir itu menjadi temen-temen deket kami sekeluarga. Bahkan ada yang deketnya sampe kayak sodara. Kepedulian mereka terhadap Rinjani nggak berhenti sampai saat Rinjani brojol, tapi terus-terusan sampe sekarang.

Jadi, sisi plus dari berbagi kehidupan personal di dunia maya adalah kami jadi punya banyak sekali teman baik yang sekarang jadi kaya saudara, dan kami bisa dapetin support dari mereka kapan aja, di mana aja. Yaaaa, selama ada koneksi internet, hahaha…

Sisi minusnya, nggak tau, ya. Kayaknya nggak ada, atau kami yang nggak aware.

Tapi kalo kami livetweeting hal-hal personal seperti itu sekarang, saya yakin, kemungkinan mendapat respon negatifnya lebih besar. Pasti ada aja yang mencibir, "Apaan, sik, anak lahir aja heboh bener," karena sekarang Twitter udah nggak personal kayak dulu. Kafe kecil itu udah direnovasi menjadi mall, dan kami memilih mundur sambil memperketat filter, apa yang bisa kami share, apa yang nggak. Eh, mungkin itu sisi minusnya, ya? Sekarang kami jadi harus memfilter. Saya juga harus repot-repot menggembok akun Instagram, memilih-milih sosial media apa aja yang mau saya pake, menyeleksi siapa aja yang boleh follow saya, dan sebagainya.


Karena kalian dikenal lewat blog / media sosial The Babybirds, kalian merasakan tekanan tertentu nggak? Misalnya, apakah kalian merasa harus menjaga image tertentu, walau sedikit? (misalnya, image keluarga kreatif, keluarga bahagia, dsb). Atau, apakah kalian nyaman kalau dikenali oleh strangers di jalanan?

Ing: Image-image seperti keluarga kreatif atau keluarga bahagia itu ‘kan asalnya dari orang lain. Kalo kami, sih, dari awal nggak ada beban ‘jaga image’. Wong dari awal kami nggak pernah ngerasa kreatif, kok, jadi apa yang harus dijaga? Hahaha…

Soal cap crafter, ini sebenernya agak aneh, sih. Dari dulu, saya dan Nyanya nggak pernah merasa—apalagi mengklaim—bahwa kami adalah crafter. Anehnya, orang-orang—termasuk beberapa temen—sering mengundang kami ke event arts & craft, kemudian mensejajarkan kami dengan orang-orang yang menurut kami crafters beneran. ‘Kan jomplang, ya? Kami cuma so-called crafter musiman yang bikin-bikin buat seru-seruan aja, sementara mereka crafters beneran yang karya-karyanya asli keren dan rapih.

Tapi karena emang dari awal nggak pernah meng-klaim apa-apa, kami cuek aja.

Dulu seorang temen pernah nge-tweet gini, "I love The Babybirds family. They're honest and fun." Saya suka banget cara dia memandang kami, sampe saya screencapture tweet-nya, trus saya simpen untuk jadi pengingat, hahaha.

[Kami] honest and fun, tanpa embel-embel kreatif, inovatif, artsy, crafty, unik, atau apalah. Karena pada dasarnya, kami emang cuman pengen seru-seruan… dan banyak maunya, hahaha.

Jadi, saya dan Nyanya, tuh, moody luar biasa. Sekarang pengen ini, besok tau-tau berubah. Kalo lagi semangat, ya semangat. Kalo lagi males, ya males.  Kalo diperhatiin, sifat ini keliatan banget, kok, dari pergerakan The Babybirds dari waktu ke waktu. Bulan ini bisa bikin produk banyak, tapi dua atau tiga bulan ke depan adeeemm aja, nggak kedengeran kabarnya. Yang suka ngirim email atau komen di Instagram kami juga pasti udah hapal sama kelakuan kami. Kalo ada yang protes kenapa komen atau emailnya nggak dibales, palingan kami bilang, "Oh, maaf, kami lagi liburan, nih. Nanti, ya? Daaaag!"

Kadang kami pergi liburan, dan pas Lebaran kami pasti mudik. Kami pengen orang tau itu. Jadi kalo [orang-orang] ngeliat kami lagi liburan [lewat media sosial], mereka bisa langsung ngerti, oh, The Babybirds pasti pada males balesin email, nih. Gitu.

Omah Kemiri

Taman Sari   Jalan-jalan ke Tamim
(on a random note, don't you just love Nyanya's casual style? -red)

The Babybirds nggak ada imej-imejan, lah, pokoknya. Kalopun ada imej yang pengen kami jaga, itu adalah imej bahwa kami hanyalah keluarga kecil biasa yang pengen seru-seruan bareng. Kami bukan brand. Kami bisa sedih, bisa seneng, bisa bete. Dari postingan Instagram aja bisa keliatan, kapan kami excited, kapan kami sebel. Sama aja kayak keluarga lain.

HelloHK - Day 2


Perihal dikenali strangers, kayak yang tadi kami bilang, kami nggak pernah punya rencana untuk mencari popularitas, jadi nggak pernah kepikiran bakal dikenalin orang. Emang pernah, sih, beberapa kali ditegor orang di jalanan, tapi ya gitu-gitu aja, "Ini Rinjani yaaa? Aku suka baca blognya, lho!" Trus palingan kami bengong sambil liat-liatan, lalu bertanya dengan nada penuh kekhawatiran, "Baca yang mana yaaa..."

Yang kami share di publik cuma cerita keseharian, foto-foto konyol, serta crafting nggak penting. Jadi kalopun ada yang ngenalin kami di jalanan, paling jadinya ngobrol seputaran itu aja, nggak mungkin bahas yang aneh-aneh. Rasanya kecil kemungkinan orang-orang aneh bakal tertarik sama blog kami.

HelloHK - Day 2

HelloHK - Day 5 : Ngong Ping 360

#hellopulkam chapter 02   #hellopulkam chapter 02

Apa prinsip dasar saat membuat karya-karya The Babybirds?

Ing: Yang pertama, harus sesuatu yang kami suka. Kedua, karya itu untuk salah satu dari kami bertiga, entah itu Rinjani, saya, atau Nyanya. Ketiga, harus menyenangkan.

(Sebagian kecil (YA, SEBAGIAN KECIL) dari proyek "iseng-iseng" The Babybirds. Are you kidding me?! *mata berbinar* -red)
 












 
Apa karya The Babybirds favorit kalian?

Ing: Navajo Fringe Bag. Itu kado dari saya dan Rinjani untuk Nyanya. Saya sampe diteror sama banyak banget ibu-ibu yang minta tas itu diproduksi ulang. Tapi karena Navajo Fringe Bag ini proyek spesial—dan karena kami berdua udah boseeeen banget sama motif navajo—kami nggak akan produksi lagi.



Top places to visit in Bandung with a toddler?
  1. Bumi Sangkuriang. Ini tempat legendaris di Bandung, tapi weekend kemaren kami baru pertama kali kesana. So much for a so-called inspiring family, hahaha.
  2. Hampir semua taman kota di Bandung
  3. Selasar Sunaryo
  4. Lapangan. Gasibu, GOR Pajajaran, dan Saparua
Birthday trip Rinjani yang menjadi favorit kalian?

Yang terakhir kemaren, waktu ke Yogyakarta, karena acara tiup lilinnya personal banget, bersama temen-temen terdekat, om dan tante kesayangan Rinjani.

Omah Kemiri

2 comments:

Anonymous said...

mbak Lei,,
thanks ya udah nulis soal babybirds..aku suka banget baca blognya hehehe..very inspiring!

prin_theth said...

Sama-samaaa :) Seru yah mereka :)

Post a Comment