Jul 4, 2014

Anak Sekolahan


Oke, siapapun yang megang remote control mesin waktu ala di film Click, coba berhenti nge-fast forward, ya. Ini waktu berjalan cepet banget, lho. Minggu depan Raya masuk sekolah!!! Apaaaaa?!

Iya. Tanpa kerasa, cah lanang semata wayangku ini udah resmi masuk usia toddler, dan sedang siap-siap masuk pre-school. Bando, ya ampuuun... Perasaan kemaren baru lahir?!

Kenapa gue nggak pernah cerita soal pencarian sekolah Raya di blog ini? 'Kan biasanya ebeus-ebeus hobi, tuh, survey ke 1001 sekolah, trus berbagi kisah kasihnya di blog masing-masing. Soalnyaaaa... gue nggak survey, berhubung pre-school Raya udah ditetapkan sejak dia masih di dalam perut gue, hihihi.

***

Alkisah, ada sebuah Kelompok Bermain - Taman Kanak-Kanak yang udah cukup established di Jakarta Selatan. Lokasinya nggak jauh dari rumah gue, tempatnya nyaman, kurikulumnya bagus, dan semua keponakan gue sekolah disitu (and I mean, SEMUA. Total kira-kira ada 15 anak, zzzz). Anak-anak temen gue pun banyak yang bersekolah disitu.

Eeeh, kebetulan banget, famili suaminya adek gue adalah pemilik dari KB - TK tersebut, hihihi. Rumah ortu ipar gue bahkan berdempetan langsung sama si sekolahan. In fact, ipar gue adalah angkatan pertama dari KB - TK itu. Gila banget deh kebetulannya. Adek gue pinter cari suami, ya? :D

Maka, ketika gue masih hamil, sang ipar langsung nodong, "Kak, nanti anak Kakak masuk sekolah XXX 'kan? Aku tek-in tempat dulu, ya." OKEEE. Sekali lagi, pinter lo, Dek, cari suami.

Jadi, gue sama sekali nggak perlu mikirin Raya mau masuk pre-school dan TK mana, bahkan ketika Raya belum lahir di dunia. Biar begitu, gue masukkin Raya ke sekolah ini bukan cuma karena unsur 'kekeluargaan', kok (bilang aja nepotisme, iiih...), tapi juga karena gue yakin sama kualitasnya. Gimana nggak yakin? Wong dapet testimoni dari 15 orang keponakan, hihihihi.

Dan sebelum hamil, gue sempet rutin ngejemput ponakan-ponakan gue pulang sekolah. Artinya, tanpa sadar gue udah 'survey' KB - TK ini secara langsung. Alhamdulillah, sreg.

Sekitar bulan Desember 2013, gue datang ke open house  KB - TK ini, sekaligus ambil formulir pendaftaran dan menetapkan jadwal wawancara. Bulan Februari 2014, datang lagi untuk wawancara dengan kepala sekolahnya, lalu menetapkan jadwal sekolah Raya. Eh, nggak kerasa, minggu depan sudah tiba waktunya si Raya masuk sekolah.

Interview day!

Secara ajaib, gue nggak merasakan nerfes atau kejet-kejet bahagia. Biasa, aja. Malah sibuk mikirin hal-hal cetek seperti, aduuuh, Ibu dan Raya harus belanja koleksi busana back-to-school nggak, sih? Kudu bekelin Raya makan apa? Haruskah aku menjadi mamah-mamah bento? Atau cuek aja bekelin Raya remahan marie regal, kayak ngasih makan ikan koi? Aku kudu piye, mas? Sungguh cetek.

Maklum, kapasitas otak udah keserep sama tugas-tugas kampanye pilpres #CURHAT. Apalagi hari pertama sekolah Raya, tuh, tepat sehari sebelum pilpres. E'dodoe... Mulai tanggal 10 Juli mau hibernasi seminggu, ah.

Walaupun secara umum gue merasa santai, ada satu hal yang bikin gue anxious. Gue pengen tau hasil observasi guru-gurunya Raya: apakah Raya anak jenius?

***

Sejak setengah tahun lalu, gue dan Teguh mencium gelagat bahwa Raya adalah bocah jenius. DUILE, amit-amit banget nggak, sih, GRnya? Mending GR, sih, daripada minder hihihi.

Kami nggak pernah nanya pendapat profesional, cuma sekedar ngebanding-bandingin sama anak-anak sebayanya dan browsing sendiri di Internet. Tapi keluarga punya feeling bahwa kemampuan otak Raya diatas rata-rata. Ciri-ciri kejeniusan Raya jangan dijembrengin dulu kali, yaaaa, nanti dibilang pamer (padahal udah pamer gini). Nanti aja, deh, kalo udah ada pengakuan dari seorang profesional, hihihi.

Meski demikian, kemampuan otak Raya berbanding terbalik dengan pengendalian emosinya. Sejak bayi, gue bisa merasakan bahwa Raya adalah anak yang anxious, emosional, temperamental, rada kasar dan lumayan drama. Mirip gue, versi tiga kali lipatnya. Gue yakin, ini bukan sekedar fase, sih. Kalo fase 'kan cuma sementara, sementara sifat-sifat Raya yang disebut tadi semakin hari malah semakin kuat. Takutnya doi bakal jadi tipe anak yang disebelin temen-temennya, deh T___T But, hey, most geniuses are misunderstood, right?  

Anyway, ini adalah analisa amatir sotoy-sotoyan aja, dan kami belum se-GR itu untuk bawa Raya ke ahli akademis atau psikolog untuk dianalisa. Tunggu observasi guru sekolahannya aja, deh. 

Jadi gitu, deh. Ini adalah satu-satunya hal yang bikin gue lumayan tegang-tegang-semangat Raya masuk sekolah: untuk cari tahu, apakah anak gue beneran gifted apa nggak. Duileee... taunya biasa aja.

Bukan apa-apa. Kalo beneran jenius, harus cari sekolah yang tepat nggak, sih? Mahal nggak, sih?

See you next week!

6 comments:

Anonymous said...

Leija,
baca deh buku malcolm gladwell yg david vs goliath ama yg outliers.
I wish I did that yrsss ago.
G jg punya anak yg most probably either very bright or gifted. I was too.
Bedanya g cenderung introvert and anak g kayanya extrovert. And yhea, anak g kaya anak loe, very strong personality alias suka tantrum.
Well baca deh 2 buku itu. Terutama yg david vs goliath. Coz ada 1 chapter yg cerita tentang org pinter masuk sekolah top vs masuk sekolah biasa aja. And I agree with the book. It's a good point of view.

prin_theth said...

Anon: Whaaa, thank you so much! I've heard about Outliers, tapi David vs Goliath belum. Duh, jadi pengen curhat, hahaha... I believe my son is very bright, tapi nggak tau apakah nyampe "gifted". Kita sih GR, mikir Raya borderline genius. Tapi itu tadi, gue takut dia misunderstood karena sifatnya keras banget.

Thanks for the input ya. Will defo look for the books. Amazon kali yaaa...

Anonymous said...

Leija,
g sih yha cuman pesen sponsor, let ur kid live a full life. As in, yha potensi akademis harus lah diperhatiin, but life is much more than just that. G sih ada penyesalan, jalur akademis g banyak yg g ambil itu just becoz itu kayanya jalur buat anak 'pinter'. Jg becoz g terbiasa pinter gitu nemu something prove othwerwise g jd gampang gamang. And dasarnya g introvert bo, cocok lah sudah.
Makanya ini anak g byk yg bilang pinter ( and yhea i can see why), g justru mau didik dia mentalnya dulu biar tahan banting. Jg biar dia tau, being smart is just part of the equation, it's what she does with that yg bakal define her :)
Bukunya di periplus dah beredar kok

Bunda Bibi said...

Raya sama ibunya kayak pinang dibelah dua yaa, asli mirip :)
selamat sekolah Raya, si ibu bakalan kesepian deh ga direcoki Raya beberapa jam dalam sehari :P

JANE said...

OMG.. "anxious, emosional, temperamental, rada kasar dan lumayan drama" langsung bikin keinget si sulung T_T Bahwa ini bukan sekedar fase, saya jg percaya. Soal kekhawatiran kalo si bocah bakal disebelin/disalahpami temen-temennya pun sering terlintas di pikiran saya.
Makasih Mbak Leila for reminding to think about this more seriously. And also Mbak Anon, atas infonya :D

prin_theth said...

Anon: Again, thanks for the input yaaa :) Sejak gue nulis postingan ini, gue jadi beberapa kali ngobrol sama temen-temen yang punya kerabat dengan kasus serupa, dan kesimpulan kami sama: personality / karakter is just as important - if not, WAY MORE IMPORTANT - daripada kejeniusan.

Bunda Bibi: Hahaha masa siiih... Kata keluarga, Raya kembaran bapake banget :p

Eh, blm bisa bebas nih. Karena lagi krisis nanny, aku yang nganter dan nungguin Raya sekolah haha. Sama aja boong :D

Jane: You're most welcome :)

Post a Comment