Oct 30, 2013

The Hijabi Monologues, part 1

Kenalan Dengan Hijabi Monologues

Juli 2013, bulan puasa. Waktu itu gue lagi kelaperan, mati gaya, dan ngabuburit sambil browsing. Tetiba browsingan gue terdampar di Facebook-nya @america, yang sedang mempromosikan sebuah acara bertajuk Hijabi Monologues.

Disaat gue mendengar frase Hijabi Monologues, yang langsung terlintas di kepala gue adalah….?


Sewaktu dulu The Vagina Monologue baru keluar, ‘kan heboh, tuh. Tapi waktu itu gue masih ABG dan kurang paham apa itu sebenernya. Pada intinya, sih, yang dulu gue tangkep, The Vagina Monologues adalah semacam pertunjukan teatrikal, dimana cast-nya ber-monolog, alias ngomong sendokiran, tentang isu-isu wanita. Bener ‘kan ya?

Karena di kepala gue Hijabi Monologues ini terkait dengan si The Vagina Monologue yang kontroversial tersebut, gue jadi tergelitik untuk ngulik lebih lanjut.

Setelah gue teliti, Hijabi Monologues tuh ternyata begini:

Beberapa taun lalu, di Amerika Serikat, seorang Muslimah Amerika bernama Sahar Ullah sedang kongko-kongko bareng dua temen non-Muslimnya—satu cewek, satu cowok. Setelah sekian jam ngalor ngidul tuker cerita dan gossip, si temen cowok berkomentar, “Wah, Sahar, ternyata lo tuh cewek biasa, ya… Tadinya gue pikir perempuan Muslim tuh pasti ‘beda’”.

Kemudian Sahar mikir, “Ah, harusnya semua orang TAU bahwa wanita Muslim tuh emang biasa aja, kaleee…”

Maka ia langsung kepikiran untuk membuat suatu pementasan bertajuk Hijabi Monologues.

Secara umum, format Hijabi Monologues ini persis seperti The Vagina Monologues. Seorang perempuan akan naik panggung, lalu ber-monolog alias me-recite sebuah kisah singkat. Bedanya dengan The Vagina Monologues, kisah-kisah yang dipentaskan adalah mengenai wanita Muslim.

Sebelum memulai pementasan perdana mereka di Amerika, tim Hijabi Monologues membuka submission bagi siapapun untuk ngirim cerita pendeknya. Syaratnya, ceritanya harus ditulis oleh wanita Muslim (CATET, NGGAK HARUS BERJILBAB), dan harus berdasarkan kisah nyata. Mau pake nama samaran kek, terserah, yang penting kisahnya asli.

Kemudian kisah-kisah yang masuk diseleksi. Setelah terpilih, sekian cerita tersebut dipentaskan di panggung Hijabi Monologues.

Di Amerika Serikat sendiri, pementasan Hijabi Monologues ini udah kemana-mana. Udah sering manggung di berbagai kota, entah itu di teater, di toko buku, di kampus, pokoknya di ruang publik manapun yang mau nerima mereka.

Sementara di kancah internasional, Hijabi Monologue sempet manggung di Irlandia, sekarang Indonesia, dan sebentar lagi Belanda.

Kalo pengen ngebayangin bentuk pementasan Hijabi Monologues kayak apa, ini contohnya.

I'M TIRED
One of my favorite stories from Hijabi Monologues, karena memang menjadi seorang hijabi seringkali terasa berat dan bikin capek. There is so much expected from you. It is such a strong monologue and it represents me very well.
Also, "Listen, don't fuck with me. When I ask me where you're from, you don't fucking tell me Miami!" is such a great climatic line.

Tujuan dari Hijabi Monologues ini apa, sih?

Tujuannya adalah untuk berbagi kepada masyarakat, bahwa seorang wanita Muslim—terutama seorang hijabi—tuh manusia biasa, lho. Lewat kisah-kisah (nyata) yang mereka share di panggung, penonton jadi tau bahwa wanita Muslim tuh bukan teroris, tetep bisa (doyan?) bikin dosa, punya perasaan, dan sebagainya.

Sebenernya, hal ini nggak terlalu signifikan di Indonesia, dimana mayoritas penduduknya emang Muslim. Kita, mah, udah biasa ngeliat berbagai bentuk dan kelakuan wanita Muslim, ya. Kita paham bahwa wanita Muslim atau hijabi emang wanita biasa. Mereka bukan malaikat, bukan setan, bisa alim, bisa bikin dosa.

Ya, biasa-biasa aja, lah!

Tapi di Amerika Serikat dan di negara-negara non-Muslim lainnya, Muslim ‘kan minoritas, ya. Sehingga penting bagi Sahar untuk menyebarkan pementasan Hijabi Monologues ini, supaya pikiran orang-orang terhadap wanita Muslim tuh kebuka, dan nggak stereotyping melulu.

Maka dimulailah Hijabi Monologues.

How I Got Involved

Nah, taun ini, ceritanya Hijabi Monologues goes to Indonesia.

Dan mereka membuka dua pendaftaran:

Pertama, pendaftaran menjadi cast pementasan Hijabi Monologues. Seperti yang udah gue singgung, pada esensinya Hijabi Monologues adalah sebuah pementasan teater. Tentunya diperlukan sejumlah aktor untuk membawakan cerita-cerita Hijabi Monologues diatas panggung. 

Nah, beberapa bulan lalu, mereka membuka casting bagi SIAPAPUN yang mau jadi cast Hijabi Monologues, untuk kemudian tampil di malam pementasan. Syaratnya, harus cewek. Udah. Nggak wajib Muslim, nggak wajib berhijab.

Sebagai banci tampil, akik sebenernya ngincer ini duluan, niiih. Gue pengeeen ikutan audisi dan mencoba peruntungan menjadi aktris panggung sandivara. Siapa tau kejaring jadi aktris FTV, yekaaan? Duitnya per episot-nya gede banget, lho! *curhat*

Sialnya, jadwal audisinya bentrok dengan nikahannya Ade. Terpaksa kulepas dikau, wahai pahlawan, hiks hiks.

Kedua, Hijabi Monologues juga membuka story writing contest. Siapapun boleh ngirim naskahnya ke Hijabi Monologues. Nanti mereka akan milih cerita terbaik, dan cerita terbaik itu akan dibawakan di malam pementasan Hijabi Monologues Indonesia.

Oya, di malam pementasan Hijabi Monologue Indonesia, cerita-cerita yang dibawakan adalah original stories from previous Hijabi Monologues' performances.  Emang di setiap pementasan Hijabi Monologue, cerita yang dibawain tuh itu-itu aja, yaitu cerita yang udah diseleksi sejak pementasan pertama mereka di Amerika. 

Saat mereka ke Eropa pun, kisah-kisah yang dibawain pun sama.

Sehingga, cerita yang menang story writing contest ini akan menjadi satu-satunya cerita dari Indonesia yang dipentaskan di panggung Hijabi Monologues Indonesia. Bangga nggak, siiih?

Okeh! Gagal jadi aktris panggung sandivara, seenggaknya gue ada kesempatan ngirim cerita buat dilombain dong, ya!

Tanpa ba-bi-bu, gue langsung ngetik sekelumit kisah hidup gue (ceile), lalu di-submit di ke story writing contest Hijabi Monologues. Seharusnya, satu peserta cuma boleh ngirim satu cerita. Tapi karena gue anaknya cerewet dan gatelan, gue nggak tahan untuk nggak ngirim satu cerita lagi. Who’s gonna sue me, right?

Jadilah, sekitar bulan Agustus 2013, gue nge-submit dua naskah cerita sekaligus. Bismillahirrohmanirrohiim!

The Hijabi Issues

Mungkin ada pertanyaan, kenapa gue tertarik ikutan Hijabi Monologues?

Sebenernya, kalo mau brutally honest nih, gue nggak pernah tertarik dengan event apapun yang pake judul HIJAB.

Alasannya segudang. Asli, segudang. Gue bisa bikin tesis sendiri, nih, kalo disuruh ngomong mengenai isu hijab di Indonesia.

Tapi salah satu alasannya adalah karena pembahasannya itu-itu aja.

Serius deh, jab (maksudnya, hijabers). Kalo kalian bikin acara, kenapa sih yang dibahas biasanya itu-itu aja? Umumnya nih, topik yang diangkat pasti seputar jilbab syari / nggak syari(ni), jilbab tutorial (maaak, bosen banget dah!), agama, dan politik. Bukannya gue anti bicara soal agama, tapi gue tau isi kepala wanita berhijab tuh jauh, jauuuh lebih banyak daripada itu-itu aja. We can talk about… I don’t know. Movies? Violence? Your sexual frustrations? Apapun lah, terserah.

Nah, ini yang gue suka dari Hijabi Monologues, karena pada prinsipnya, mereka NGGAK MAU terfokus kepada hijab. Nope. Ini adalah monolog mengenai wanita. Ya, wanita Muslim, tapi NGGAK berkonsentrasi kepada hijabnya.

So, overall, Hijabi Monologues is such an open-minded event, gue nggak mungkin nggak ikutan.

Untuk menunjukkan bagaimana kisah-kisah Hijabi Monologues nggak terfokus kepada hijab, gue kasih dua contoh pementasan mereka, ya.


TEN THINGS
Monolog ini ditulis oleh Kamillah Picket, teman dari Sahar Ullah sekaligus co-founder dari Hijabi Monologues. Di monolog ini, Kamillah me-list down 10 hal tentang dirinya. Ten things about me gitu, lah. 
Some of those (oh-so-honest and hilarious) things include,
She has a cat named Sexy. Not Sassy, but Sexy.
She likes to curse. A LOT.
She sometimes feels that she is a disappointing hijabi. Merasa familiar nggak, sih?

THE STORY OF THE SHY, SUBDUED, AND NOT VERY SOCIABLE HIJABI
Monolog ini mengisahkan tentang seorang cewek sekolahan yang pemalu, alim, kalem, basi, jarang ngomong, dan rentan di-bully. Tapi pada suatu hari, dia digodain preman jalanan sampe jilbabnya ditarik. Si cewek pemalu, alim, kalem, basi, jarang ngomong dan rentan di-bully ini tiba-tiba menjadi gahar, dan ngegebukin si preman sampe si preman keok. She suddenly becomes the hero in her school.
 
Liat polanya? Semua cerita tersebut memang menokohkan seorang hijabi, but NONE of them FOCUSES on the hijab.

Konsep ini yang masih harus dipahami sama orang kita.

Sebagai contoh, sehari sebelum pementasan Hijabi Monologues Indonesia, @america mengadakan sebuah workshop storytelling, yang diisi oleh para founder Hijabi Monologues, Sahar Ullah dan Kamillah Pickett. Gue kebetulan dateng.

Di akhir workshop, 'kan ada sesi tanya-jawab, tuh. Nah, MASIH ADA AJA, LHO, PENONTON YANG NGASIH PERTANYAAN BEGINI:

“Apa pendapat kalian mengenai wanita berhijab tapi pakaiannya ketat?” Ini yang nanya cowok ya, bok.

Sahar dan Kamillah lalu berpandang-pandangan, sebelum akhirnya jawab, “Well… We have no opinions on that. We actually don’t care about it. Anybody can wear what they like, it’s their business. You yourself wear a rather tight pants, mister…”

ANJIIIR, SPONTAN GUE LANGSUNG BEDIRI TEPOK TANGAAAAN!!!

Paham 'kan, kenapa gue males bersinggungan sama event-event lokal bertema 'hijab'? Pola pikir pesertanya biasanya masih begitu-gitu aja, sih...

Dan dengan demikian, kehadiran Hijabi Monologues tuh bak oase di tengah-tengah kemalesan gue atas event-event sejenis. How can I not love it? :-*

The Cliffhanger

So, what happened next? Did I won the story writing contest? What did I wrote about exactly? Pementasan Hijabi Monologue Indonesianya seru, nggak? Stay tune!

20 comments:

Nina said...

Ihh, penasaraaaan..
Seru kayanya nih, very enlighting..

Dinda said...

ditunggu lanjutannya kakak... Btw, gemes banget sih ya emang sama orang-orang yang "pinter-pinter" pemikirannya. Walaupun saya juga hijaber newbie *jiyeee* tapi sering amat ngeliat orang2 yang bermulut manis, santun tapi rajin amat su'udzon nyaa... udah gitu gengsi minta maaf, terus rajin mutus tali silaturahmi.. *loh loh kok spesifik?* :)))

Intinya..super proud dengan hijabi yang smart macam dirimu..mendingan bikin ginian ya daripada hotd mulu tapi yagitudeh..

wawagunk said...

Anteng stay tune.



Hampiiiiirr nonton kemaren T_T

Nina Razad said...

Wooohhh.. fascinating! Jadi pengen tau lebih banyak.. ^_^
Thankies for sharing..

prin_theth said...

Andina, Wawagunk, Nina: Ditunggu selanjutnya yaaa!

Dinda: Ef, cepet nggak usah banyak basa-basi... YANG KAMU MAKSUD SIAPA?! Hihihihi. Iya, tapi overall gue setuju lah. Awas kamu nanti ikut-ikutan kebanyakan HOTD ya...

idmarire said...

Atau komentar tentang ini "Jilbaban kok merokok" komentar disampaikan di area boleh merokok oleh sesama perokok...*pelototin*

capcaibakar said...

kog aku baru tauuu. mau nontonnnn.....

dinda jou said...

waaa.. waaaa... kereeen! mana lanjutannya kaaan.

it's so inspiring. aku nggak tau soal ini, but i love vagina monologue.



Sri,16,Brebes said...

SUBHANALLAH!

Bener2 hijabi berprestasi, intelektualitas tinggi lagi santun tutur katanya. Precious!




cchocomint said...

THIS!!! kalo pinjem istilah temen, 'pantes negara kita ga maju2. orang2 udah mikirin cara ke mars kita masih berkutat di isu yg ini2 aja.'

pernah jadi minoritas muslim di negara orang dan berhijab, entah berapa kali ik bilang 'i am not that religious. gw suka begini begitu blablabla.'

keyen mba leiii :D

Clara said...

kakak lei, kakak lei, ayo diupdate dong part 2nya. Penasarannnn....

PoppieS said...

Part 2 dooooong... kepo akuuu.. udah bolakbalik sini blm ada juga..

Aretta said...

Kereeennn!!! Ngefans bgt sama blogger kayak gini. Isi blog ini bener2 nambah ilmu baru bgt, hal yg ga pernah kita tau sebelumnya. Setuju, lumayan muak jg sih sama hijaber2 yg isi obrolannya itu2 aja, apalagi skrg lebih parah, pamer barang2 branded (baca:KW). Hehehe.. Blog ini bagussss bgt, secara ga langsung mendorong gw utk produktif di hal yg positif, ga kayak blog2 setipe lainnya yg isinya hal2 konsumtif (abis beli ini itu, abis hang out disini disitu, dst dst). Keep blogging ya mbak Lei, ditunggu postingan2mu yg intelek itjuhhhh :-*

Tiffany said...

ih bener banget iniihh.. 2 taon lebih di Eropa udah mengalami banget tatapan orang2 yang ngeliat gw dengan takjub wkt gw bilang gw muslim.. dan komen mereka.. "oohh ternyata org muslim normal ya?" cm bisa ngurut dada... tapi emang menurut gw sih bukan salah mereka berpendapat gitu.. mereka yang rata2 dari eropa dan amerika jarang bersinggungan ama orang muslim. Wajar klo ngerasa muslim itu alien.. sama lah ma orang indo klo ngeliat bule hehehe.. jadi gw suka ada yang berinisiatip bikin beginian.. ngasih awareness ke orang2 itu klo kita, muslim, sebenernya sama ko ama mereka.. cuma beda keyakinan ajah :)

risti said...

cepettt, terusiiin, cepettt ihi hihihi

Anonymous said...

Hello mbak Lei, aku pembaca setia blog-mu & akupun menghindari acara 'hijab-perhijaban' (hee! i thought am the only one!!) walaupun aku jg dr komunitas hijab yg hits itu *siul-siul* :p. Dulu sekali duakali ikut berpartisipasi membantu, tp lama2 kok aku butuh sesuatu yg lebih challenging, fresh, & feeds my brain (not only siraman rohani byurrr byuurr).

Aku malah baru tahu ada hijabi monolog, sebagai mahasiswi yg sekolah diluar & kerap dianggap "cool!" krn katanya 'kok-ternyata-normal-bgt' huahahahaha I can relate to this.

Keep writing mbak Lei! ( I do check ur blog like everyday! creepy much huh?) :)

-nez

Anonymous said...

Keren mba Leija.... :)
Tau nggak, beberapa minggu yang lalu flatmate aku bilang "kamu muslim, religius, tapi baik yaaa"
Trus beberapa hari kemudian, flatmate satu lagi bilang "kamu orang Indonesia tapi kamu baik yaa.."
Ada apa ya dengan Muslim dan Indonesia??

winkthink said...

Ahaha..waw..saya non-muslim dan sahabat saya banyak yang berhijab (dan tau banget mereka juga manusia biasa); sekalipun begitu, saya dapet insight baru baca posting ini. Nungguin part 2 nya yaaa mbak Leiii...

Anonymous said...

Tiap hari ngecek ke sini nungguin lanjutannya.

Anonymous said...

Kakkkk aku izin jadikan referensi untuk tugas monolog yaaa��

Post a Comment