Jun 4, 2013

Travel Month - My Favorite Things To Do In Bali

Berkuda (Di Pantai)

Pada taun 2010, saya baru tau bahwa di Bali bisa berkuda di pantai. Langsung dong, saya gebrak meja sambil teriak lebay, “YOU’RE KIDDING ME?!” (terjemahan: yang boneng?!)

Saya pernah belajar berkuda selama tiga tahun. Nah, bagi yang demen berkuda, riding di alam bebas—nggak cuma di istal—tuh every horseback rider’s wet dream, lho. Makanya, pas pertama tau ada kegiatan ini di Bali, saya girang banget.

Di Bali, ada beberapa vendor berkuda, tapi nggak semuanya “bagus”.  Untuk menilai vendor mana yang bagus, kita kudu tau dulu, bagaimana standar kuda, gear, dan horseboy yang baik. Dan pengetahuan ini didapat dari pengalaman. Jadi rada susye ya, bagi yang masih awam… Bagi yang belom berpengalaman gitu, solusinya ajak akik aja *ujungnya nggak enak*

Umumnya, rute yang ditawarkan ada beberapa. Bagi yang keder, bisa berkuda keliling sawah atau pedesaan aja. Bagi yang lebih adventurous, bisa lanjut ke pantai. Jangan khawatir—nggak bakal dilepas sendirian, kok. Bakal ada guide yang menemani, entah jalan kaki megangin kuda kita bak punggawa, atau naik kuda sendiri. Yang pasti nggak sekuda berdua kita, dikhawatirkan nanti kudanya tersinggung berasa ojek.

Saya selalu pilih rute ke pantai, yang mana perjalanannya agak jauh. Tergantung lokasi istalnya dimana, sih, tapi biasanya perjalanan menuju pantai tuh jauh dan banyak halang rintangnya. Misalnya, papasan sama anjing galak atau motor berisik. Bae-bae kudanya kaget trus ngacir, mamaaaak!

Nah, kalo udah nyampe pantai, baru deh kerasa hepinya. Biasanya saya langsung menggeber si kuda untuk canter (lari) menyusuri pantai sampe ambeien.

 This is cantering, bak model cover Harlequin

Sensasinya alamakjaaan, tidak tandingannya! Adrenaline rush itu udah pasti, tapi yang paling bikin dada membuncah adalah rasa bangga. Bangga karena berasa lagi di adegan sampul novel Harlequin (KOK BANGGA?!), dan bangga karena ditontonin turis sepantai.

Perasaan, sih, diliatin pake tatapan kagum ya, padahal mana tau sebenernya ditatap benci karena kuda saya e’ek? Which happens a lot T__T Maap-maap ya, pemirsa *sun tangan sepantai*

I do recommend horseback riding at Bali’s beaches, tapi kayaknya aktivitas ini lebih enjoyable bagi yang berpengalaman atau bernyali. Selain karena kita jadi ‘bijak’ memilih vendor, pengalaman juga membuat kita lebih fasih ‘mengendalikan’ kuda. Temperamen kuda suka nggak ketebak, lho (kayak yang naik, nggak? Hihihi) Ditambah dengan force majeur seperti anjing liwat dan motor lewat, anything can happen. HLO, KOK AKU MALAH NAKUT-NAKUTIN?


Ikut Biking Tour

Di Bali, ada banyak vendor yang menawarkan tur bersepeda—atau biking tour. Tujuannya, sih, lebih ke menikmati panorama ketimbang olahraga. Maka rute yang dilalui relatif gampang, namun dengan pemandangan yang indah seperti sawah dan gunung. Asiplah, pokoknya.

Biasanya, tur ini dimulai pagi dan makan waktu seharian. Mulai dari dijemput, siap-siap, bersepeda, makan siang, sampe dianter balik ke hotel itu bisa makan waktu dari jam 8 pagi sampe 3 sore. So plan your day accordingly. Kalo udah berencana ikut biking tour, malemnya jangan bikin ahenda clubbing, misalnya. Niscaya kaki bakal gemeter tanpa harus nginek.

As as I’ve said, biking tour ini lumayan ringan. Biasanya, titik start berlokasi di daerah dataran tinggi, supaya kita tinggal nggelinding kebawah. Tentunya kita tetep musti nggowes sesekali, tapi vendor-vendor biking tours selalu mencari rute yang minim tanjakan, kok.

Selain itu, setiap kelompok biking tour pasti ditemani oleh beberapa pemandu, dan diintili oleh sebuah mobil bak. Sehingga kalo ada apa-apa (amit-amit), sepeda tinggal diangkut ke bak, dan kita bisa ngaso naik mobil sampai finishing point. Dadah-dadah deh, sama yang masih nggowes! (but what’s the fun in that, right?)

Persiapan!

Bocah gini boleh ikut dibonceng, lho. 
Kalo ortunya nggak pede nggonceng, boleh dibonceng guidenya.

Rute biking tours ini biasanya melewati sawah, pegunungan, dan perkampungan. Di setiap perkampungan, para peserta bisa istirahat sejenak, sembari si pemandu menjelaskan tentang flora, fauna dan adat istiadat masyarakat Bali. Therefore, biking tours are both physical and cultural activity.


Harga per orang sudah meliputi segala gear bersepeda, sarapan (di starting point), makan siang (di finishing point), dan air mineral untuk sepanjang perjalanan.

Biking tour
ini menjadi salah satu kegiatan favorit saya di Bali, karena banyak hal.

Alasan pertama, soalnya seger ya bok, sepedaan sambil ditemani pemandangan ijo royo-royo. Bagi orang kota, ini ‘kan mewah!

Alasan kedua, saya selalu menjadi satu-satunya turis lokal di tur bersepeda begini (anak Jakarta lainnya pada kemana, sih? Di Potatohead semua, ya?). Alhasil, bagi saya, kegiatan ini sering menjadi ajang kenal-kenalan dan bergaul sama turis-turis bule (#taeah) dan kadang menghasilkan pengalaman unik.

Ketiga, saya suka biking tour karena saya selalu belajar sesuatu yang baru tentang Bali.

Tahun 2010, saya ikut sebuah biking tour yang unik dan masih berkesan sampai sekarang. It was my third biking tour, and also my best so far.

Biking tour ini dimiliki dan dikelola oleh pasangan bule, Rachel dan Sibran, yang udah tinggal di Kedisan, Kintamani, sejak 2007. Mereka sendiri yang mengelola, memandu para peserta, memelihara perlengkapan, sampe mengurus admin. Pokoknya berduaan aja.

Berbeda dengan biking tours yang lain, program mereka nggak cuma sepedaan, tapi juga naik kano di Danau Batur, lalu mengunjungi pedesaan di daerah Kedisan. Berhubung nggak punya staff, Rachel dan Sibran cuma nerima maksimal 6 peserta. Waktu itu pesertanya grup kami hanya empat orang.

I loooooved the experience with them! Selain karena bisa nyicip sepedaan lalu naik kano di Danau Batur, Rachel dan Sibran juga amat fasih dengan budaya Bali. Dalam bahasa Inggris, mereka bisa menjelaskan tentang masyarakat Bali sampe ke akar-akarnya. Malu nggak sih, sebagai orang Indonesia malah diajarin sama bule? Maloooo, tapi jujur, saya bodo amat. Ceritanya seru-seru, sih!

Contoh, Rachel cerita, sempat ada periode dalam sejarah Bali, dimana anak-anak dianggap perwujudan Dewa sampai usia 3 tahun. Mereka dianggap agung dan suci. Akibatnya, kaki mereka tidak pernah menginjak tanah karena selalu digendong. Tapi yang fatal, kalo mereka sakit, nggak diobatin! Argumennya, ‘kan mereka perwujudan dewa? Harusnya bisa sembuh sendiri dong yaaa, tanpa campur tangan manusia. Inilah salah satu penyebab tingginya angka mortalitas anak-anak waktu itu.

Tapi yang paling menarik adalah kisah Rachel mengenai bom bali:

Beberapa tahun sebelum bom Bali, para pemuda dari desa-desa di Kedisan eksodus besar-besaran ke ‘kota’ (Kuta, Seminyak), karena mereka menemukan kenikmatan kerja di bidang turisme. Lah wong cuma modal “Bir Bintang, misteeeer…” di pantai aja udah bisa dapet duit. Mending begitu dong, daripada capek macul di sawah.

Akibatnya, desa mereka jadi kekurangan tenaga kerja untuk bertani. Hasil panen pun menurun. Lalu para tetua berdoa, memohon kepada para dewa untuk solusi. Hasilnya? Bom Bali I. Para pemuda desa pun tunggang langgang balik ke kampung. MERINDING NGGAK LO?!

Untuk sesaat, para pemuda desa kembali kerja di sawah, karena turisme di kota menjadi sangat menyusut. Lagian, ngeri juga ya menetap di kota, dengan segala huru-hara terorisme. Tapi hal ini cuma temporer. Karena nggak kuat iman, para pemuda desa akhirnya balik lagi kota. Sawah kembali sepi. Tetua kembali berdoa.

Percaya nggak percaya, bom Bali II terjadi. MAAAKKK...!

Cerita aslinya sih lebih panjang dan rumit, tapi saya lupa detailnya. Tapi nangkep lah, ya, gimana serunya cerita-cerita yang bisa didapat dari Rachel dan Sibran.

Selain naik kano, bersepeda, dan didongengin kisah-kisah seru, kita juga bakal diajak menyumbang ke desa-desa miskin. Rachel dan Sibran sendiri rutin ngasih sumbangan untuk warga desa, dan mereka juga selalu berusaha melibatkan para peserta tur.

Waktu itu, kami diajak mampir di sebuah sekolah reyot untuk ngedrop peralatan tulis, lalu lanjut ke sebuah kampung, dimana saya ikut duduk-duduk di deket tungku dapur, ngobrol sama seorang nenek-nenek pake bahasa Tarzan, dan foto-foto sama bocah-bocah lucu. 

Nyumbang sepatu


Yang seru, bocah-bocah di daerah Kedisan udah akrab banget Rachel dan Sibran, jadi mereka sering ikut ke finishing point (dibonceng, atau naik sepeda sendiri), lalu sukarela bantuin Rachel dan Sibran beres-beresin sepeda dan kano.

Ada satu kejadian yang membuat saya tersentuh: di akhir tur, kami dijamu makan siang oleh Rachel dan Sibran, di sebuah warung yang mereka kelola. Menunya nasi dan laukpauk sederhana, salah satunya ikan lele. Trus Rachel nanya, “Are you gonna eat the fish’s head?” Saya bilang, “No,” karena emang nggak doyan pala lele, sih. 

Dia nanya lagi, “So can you give it to the kids?

Ternyata, Rachel dan Sibran selalu menyisakan kepala atau buntut lele yang dimakan oleh peserta biking tours untuk para bocah Kedisan, ‘anak buah’ Rachel-Sibran yang ikut bantuin beberes sepeda. Dan dalam hitungan detik, sisa-sisa ikan lele kami abis digerogotin mereka.

Rachel menjelaskan, “They don’t eat rice much, let alone meat.” T___T

Akhir kata, saya rekomen, deh, ikut biking tour di Bali. However, choose your vendor wisely. Ada vendor yang abal-abal, ngasih sepeda karatan (vendor begini biasanya banyak dijajakan di pinggir jalan Ubud. Jangan ambil yang begituan yaaa...). Ada yang seru sekaligus memperhatikan keselamatan para pesertanya. Ada juga yang menyentuh hati, seperti milik Rachel dan Sibran :)

Boleh tengok: Bali Bike, C. Bali, Banyan Tree Bike Tours, Bali Emerald Touring, Bali Go Bike, Bali Breeze Tours, ya banyak deh pokoknya *capek sendiri*

Rafting a.k.a. Arungjeram

Eaaaa… Kok aktifitas fisik mulu sih, kayak anak pecinta alam?

Well, I can hardly say this one is a physical activity
, sih.

Begini, di Bali, sungai yang biasa dipake untuk whitewater rafting alias arungjeram adalah Sungai Ayung dan Sungai Telaga Waja. Turis, sih, seringnya dibawa ke Sungai Ayung, karena satu alasan utama: sungai ini medannya sangat gampang. No joke.

Saya pernah ketemu seorang senior arungjeram, dan dese ngasih satu tips, “Kalau ke Ayung, jangan lupa bawa bantal, ya. Soalnya entar ngantuk.” Zzzz.

Katanya, sungai itu terbagi menjadi empat level. Semakin tinggi levelnya, semakin berat medannya untuk arungjeram. Sungai Ayung berada di level 2, sementara Sungai Telaga Waja berada di level 3.

Saya pertama kali rafting di Sungai Ayung pas SMP, dan terakhir kali adalah saat baru lulus kuliah. Sejak itu agak males, karena to be honest, tantangannya kurang.

Saking gampangnya, saya pernah rafting di Ayung bareng ponakan-ponakan umur 8-12 taun, eaaaa. Bukan sok jago, tapi beneran deh, medannya gampang amit. Malah menurut saya, ganti judul aja deh. Jangan arungjeram, tapi Wisata Sungai Sambil Dayung-Dayung Dikit.

Selain medannya mudah, perahu karet kita juga 90% disetir oleh guide yang nangkring di ujung perahu. Kalau mau kejam, kita nggak ngedayung sama sekali juga nggak apa-apa. Perahu karet akan tetap jalan sesuai jalurnya. Tapi ‘kan kesian sama si bli guide yaaa, kudu keringet darah demi mendayung perahunya para tuan besar. Jadi sebaiknya kita tetep ngedayung sesuai instruksi.

Lagian, kalau kita mendayung dengan niat, kalori yang kebakar lumayan banget, lho. Soalnya, kelar rafting, lengan biasanya bakal sakit selama 1-2 hari kedepan. Bismillah, lengan singset!

Gimana kalo rafting di Telaga Waja? Naaah, sungai yang ini agak lebih menantang. Sebenernya tetep mudah, tapi sungainya lebih panjang, dan di akhir perjalanan, kita kudu ‘terjun’ melewati air terjun buatan di sebuah bendungan. Bagian ini nih yang rada horor. Otherwise, it’s easy.

Kalo mau rafting di Bali, nggak perlu punya tangan keker bak Agung Hercules dan kemampuan renang bak Michael Phelps, kok. Apalagi di Ayung. Dan Insya Allah, keselamatan kita senantiasa terjaga oleh pelampung, bli-bli guide yang sakti mandraguna, dan tentunya Tuhan Yang Maha Kuasa!

Sama seperti biking tours, arungjeram di Bali ini juga makan waktu seharian, mulai dari kita dijemput sampe dianter balik ke hotel. So, again, plan your day accordingly yaaaa.

Bagi yang belum berani ke Citarik, rafting in Ayung or Telaga Waja is a good first-timer experience. Cobain, deh!

Cousins at Sungai Ayung, 2008


Live The Hippie Life in Ubud

Saya nggak tau, kapan tepatnya Ubud berubah menjadi pusat hippie nusantara, tau-tau sekarang udah kayak gitu, aja! Coba deh, susurin pelosok kota Ubud, di luar tempat-tempat standar seperti Bebek Bengil dan Monkey Forest. Pasti bakal banyak nemu restoran vegan organik, pusat yoga, pusat meditasi, spa alami, toko-toko yang menjual menyan (“aromatic insence”), baju dari serat-serat alami, Tibetan meditation bowl, daaaan berbagai jenis manusia berambut gimbal dan bergelang rotan sampe ke siku.  

Welcome to the hippie world of Ubud.

Berikut beberapa aktivitas hippie-ish yang suka saya lakukan:
Sebelum dicekek Sophie Navita dan Reza Gunawan, saya mau klarifikasi—saya nggak sebel, lho, sama gaya hidup sihat begini. Malahan menurut saya seru, baru, menarik. Gaya hidup begini 'kan agak susah ya, diterapin di Yakarta. Mumpung di Ubud, cicipin aja deh, yenggak? 

PS. Bagi yang nggak kuat, bebek goreng, iga babi bakar, dan berbagai live music cafes (my fav: Cafe Havana and Indus) are just footsteps away from Ubud Central, kok. Yihaaaa…

Resort-Hopping

Jelek-jelek gini, saya orangnya rada idealis. Salah satu idealisme saya adalah kurang setuju atas membabibutanya pembangunan properti di Bali. Setiap taun, adaaa aja hotel baru, villa baru, kondominium baru berdiri di Bali. Yang awalnya cuma di tempat-tempat standar seperti Kuta, Seminyak, Ubud, dan Sanur, lama-lama keleleran kemana-mana. Pantai dan sawah perawan abis diobrak-abrik satu-satu, entah untuk resort atau beach club baru.

Di satu sisi, mungkin saya harus maklum, ya. Aset utama Bali ‘kan turisme. Tapi di sisi lain, kalau Bali udah jadi hutan beton kayak Jakarta, apalagi yang mau dibanggakan?

Nah, terbitlah semacam idealisme dalam diri saya, sehingga saya males menginjakkan kaki di hotel-hotel baru dan megah di Bali. CIYEEEE… Soalnya kalo nginep disana, akik berasa mendukung pembangunan-pembangunan tersebut. Mending pilih hotel-hotel kecil dan/atau yang rada lama, deh.

Tapi namanya juga manusia, benernya mah saya juga tetep ngiler sama hotel-hotel megah tersebut. Oh, Komaneka, oh W Hotel, oh The Mulia. Kok pada kece amat? *elus-elus tembok hotel* GIMANA SIK? Mau idealis tapi kok ngileran!

Anyway, salah satu solusi yang ditawarkan oleh Mamahku adalah, “Ya udah, Kak, kita keliling aja ke hotel-hotel atau villa-villa bagus, tapi nggak usah minep. Ngopi-ngopi aja, atau foto-foto untuk ide desain interior.”

Saya nggak yakin, apakah kegiatan ini bisa dibilang “idealis” dan tidak “mendukung” pembangunan hutan beton di Bali, tapi kayaknya lumayan jalan tengah nggak, sih? Bisa nyicipin suasana resort megah, menambah inspirasi desain rumah (di surga. Soalnya nggak tau dah, kapan bisa bangun rokum sendokir #curcol), without actually contributing money to the resort.

Jadi, boleh deh nginepnya di Poppies Lane, tapi pepotoannya di Four Seasons Sayan, yeuk ya?

Sailing

Ada banyak cara menuju Lembongan.

(FYI, Pulau Lembongan adalah sebuah pulau kecil di selat Badung, tenggara Bali)

Banyak vendor di Bali yang menawarkan daytrip Bali – Lembongan – Bali. Mode of transportation-nya pun beragam. Kalo mau seseruan, bisa naik cruise ship (seperti Bali Hai Cruises atau Bounty Cruises) dari Bali ke Lembongan. Kapal begini biasanya besar, bisa menampung ratusan orang, dan menyediakan banyak aktivitas yang bisa dilakukan onboard, seperti berenang, denger live music, dan sebagainya. Seseruan, lah, dan kayaknya cocok buat anak-anak ya, meski saya sendiri belum pernah coba.

Tapi kalo mau gegayaan a la Jackie Onassis, boleh coba naik… catamaran!

Catamaran sebenernya adalah yacht, tapi versi lebih gede. Dibandingkan naik cruise ship besar, naik yacht tentunya terasa lebih “classy”, tenang, tapi rada garing. Hihihi. Abisnya nggak ada aktivitas apa-apa. Sepanjang dua jam perjalanan, kegiatan kita hanya seputar gegoleran, berjemur, mimik-mimik, and just enjoy the breeze. Dan namapun yacht, tentunya rada kecil ya. I personally have no problem with that, sih.

Sesampainya di Lembongan, kita akan disajikan makan siang, lalu bebas main di pantai atau di kolam renang. Setelah beberapa jam, balik lagi deh ke Bali. Kembali gegoleran bak ikan asin di dek.

Sister and parents en route Lembongan, 2008. Serasa banget, yaaa...

Sepengalaman saya pribadi, saya lebih menikmati perjalanan di catamaran-nya ketimbang pas di Lembongannya sendiri. Berlayar tuh menyenangkan, lho. Damai, santai, dan perasaan “mewah”nya seng ada lawan *pasang kacamuka Jackie O* *mimik champagne Ribena*. Pas banget bagi yang suka ngayal jadi miliuner kayak Oppie Andaresta.

Kekurangannya, setelah sampai di daratan, kita akan merasa ‘limbung’. Badan serasa doyong kanan kiri, meski kita udah menjejakkan kaki di darat. Ini adalah efek yang lumrah setelah naik kapal kecil selama beberapa jam, apalagi bagi yang nggak biasa. Efeknya 24 jam, booo… Jadi malem-malem kelar sailing, saya masih berasa terayun-ayun di kasur hotel, zzzz. Hangover kok karena mabok laut, nggak keren amat?


Nonton Tari-Tarian 

Memilih tari-tarian di Bali nih agak tricky, karena tergantung selera banget.

Misalnya, saya nggak suka tuh, Kecak yang di Uluwatu. Sepengelihatan saya, Kecaknya ‘berantakan’. Banyak pemuda yang harusnya nyanyi ‘cak-cak’ itu diem aja, males, malah tengok-tengok ke penonton. Kadang juga tariannya diselipin dialog bahasa Inggris. Mungkin niatannya untuk meng-cater turis asing, tapi ‘kan jadi aneh, ya.

Selain itu, saya lebih suka sendratari bergamelan, seperti Legong atau Ramayana, karena berasa lebih megah. Ini pun nyarinya cocok-cocokan, ya. Nggak semua tarian Ramayana sreg dihatiku.

Pada umumnya, saya nggak suka nonton sendratari di hotel atau restoran. Saya suka nonton yang di pura, khususnya di Ubud.  So far, salah satu favorit saya adalah Kecak Fire Dance di Pura Ubud Dalam. Selain karena penyenyong Kecaknya nggak males-malesan, juga karena ada unsur debusnya, hihihi. Di akhir pertunjukkan, ada seorang penari yang ‘kesurupan’, trus nari sambil nendang-nendang dan nginjek bara api. Saya sukaaa banget motretin ekspresi anak-anak bule yang kagum plus ketakutan. 

Kalau mau nonton pertunjukkan yang lebih megah, ada Bali Agung di Taman Safari Bali dan Devdan di Nusa Dua. Walau banyak yang muji, again, selera-seleraan, ya. Saya sih kurang suka, karena kurang orisinil. If I want to spend my money on dance shows, I’d rather spend it on temple dancers (tabok deh yaaa, idealis mulu!).

***

And that’s it! Sebenernya, sih, aktivitas di Bali ada segudang, tapi kalo mau diinget-inget, aktivitas-aktivitas diatas adalah favorit saya.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, kenapa nggak ada kegiatan “mantai” disini. Well… ngerasa nggak sih, kalo pantai di Bali udah nggak nyaman? Beach clubs boleh makin mentereng, tapi kondisi pantainya sendiri makin memprihatinkan. Kalaupun ada yang bagus, jumlahnya makin jarang.

Dan mengutip kata-kata seorang temen bule, “Don’t go to Bali for the beaches. It’s not their forte.” Tengoklah pantai-pantai di Thailand, Philipine, atau timur Indonesia.

***

Kalo kelian sukanya ngapain di Bali? Diving? Nginep bareng binatang kayak disini dan disini? Nonton pertunjukkan? Café-hopping? Clubbing? Bobok-bobok bagai duyungson di pasir? Share, dong! ;)

21 comments:

vee~and~me said...

Mantep amat rekomendasinya kaakk...
Kalo aku banyakan gegoleran di villa sodara di Pantai Saba.. Damai beneeerr... (gratis soalnya,hahaha)

Kara Gunawan said...

I almost became an avid equestrian before the dreaded accident that forever will traumatized me riding horses! Hahahaha. Lebay. Tapi bener deh, dulu gw juga berkuda la ampe udah belajar trik2 yg lompatin palang segala. Pada suatu hari yang cerah, gak ada angin, gak ada hujan.. kuda yg gw naikin berulah sok2 kaget dramatis dia liat bendera berkibar. Alhasil gw yg lg di atas punggung nya sukses kelempar kebelakang. Jatoh di lapangan, dilompatin kuda, dan si kuda itu ngelompatin pagar kabur keluar --" Pulang2 paha akik kok sakit bgt, dipaksa ke emergency room sm tante gw.. tnyata oh tnyata, pas buka celana itu kulit paha ngelupas berdarah2 dan otot paha sedikit sobek sodara-sodara.

Unknown said...

Akkkkk Leija aku suka sekali postingan ini. Pengen liburan ke Bali sendiri tapi bingung mau ngapain. Serasa menemukan air di padang pasir. Biking sama kano musti dijajal tuh :D
Thanks for sharing. *goyang bebek*

Anonymous said...

wah rekomendasi tempat-tempat yang jarang dikunjungin wisatawan domestiknya oke nih mbak XD

Cika said...

Hai kak lei !
Kalo cika palingan diving kak, itu juga belom semua terdivingi *halah* paling berkesan di tulamben liat uss liberty wreck ship :)
Kalo selain diving mah cika ga kreatip deh,terstandar palingan sekitar kuta,ubud n arung jeram di ayung.hihihi.
Kak lei ga nyoba diving ? Bikin ketagihan deh !

osi menoadji said...

haloo,salam kenal
rekomendasinya baguuus,bali tanpa melulu ke pantai

prin_theth said...

vee-and-me: hahaha, apapun yang gratisan emang bikin damai sih!

Kara: Ebuset seremnyaaaa! Tapi emang gitu Kar, berkuda tuh bisa bahaya karena mood / temperamen kudanya nggak ketebak banget, kan. Makanya ya, kalo lagi pertandingan, penontonnya nggak boleh tepok tangan hahaha.

I feel youuuu... Kuda gue juga pernah ngacir krn kaget, walau Alhamdulillah gue jatuhnya nggak kenceng.

Gue juga berhenti berkuda pas lagi belajar pole jumping, Kar! Bukan krn ada kecelakaan sih, tapi krn mau kuliah trus sok sibuk hehe... Jadi kangen ih... Lo di Arthayasa bukan siiih?

Dita, coklatdanhujan, osi menoadji: masamaaa, semoga bermanfaat ya. Sebenerya masih banyak banget deh aktivitas di Bali, kayak ke taman safari, bali bird park, ikut kelas makan atau workshop bikin perhiasan tradisional, tapi nggak muat ditulis disini semua hehe

Cika: Aku nggak berani diving! Arrrghhh! Snorkelling aja nggak berani T___T Mungkin karena dasarnya nggak bisa berenang hihihi. Pengen coba deh kapan-kapan... snorkel di kolam renang dulu deh kikikik

Ednasari said...

yang biking tour seru deh kayaknya ya.. si Binar bisa ikutan juga! HORE!

beneran emang ya si rafting di sungai ayung.. cuma ngeeengg ngooong.. kirain bakalan ada yang curam.. sampe garis finish "udahan nih? gini doang?" *sepak*
ada kelas makan? makan apaan tuh?

eh ada osi menoadji.. osay halo!

prin_theth said...

Sari: HAHAHAHAHA, AKU GIBLIK! MASAK! Maksudnya kelas masak, bukan makan! Hahaha *pake bib* *disuapin*

Anonymous said...

wuaaaaah seru seru!belum pernah nyobain semuanya heheee pengen deh rafting nya. Berkuda gak berani aaah cemen :D diving aja yuk Lei, aku juga ga bisa berenang kok..tapi aman Insyaallah kok :D instruktur nya bener2 dampingin selalu. Asal inget aja napas pake mulut jangan idung hehee

Kara Gunawan said...

iyaaa gw di Arthayasa hahaha. bok itu gw apes bgt deh that day --" paha kiri gw kayak kegores heboh gitu, kulit nya nempel di celana berkuda trus berdarah2 udah kering jadi pas celana itu di peel off, I litterally faint from pain. pas di ER dokter nya yg errr you're this close to completely damage ur muscle young lady.

miund said...

Aku suka bobok2 bak duyungson di pasir trus wisata organik di Ubud trus dansa2 di kafe Havana. Gak dansa sih ngiler tapi minder pas diajak dansen sama mas2nya. Ngehe bgt dah gue pas ditanya Yodee: "kok ga mau dansa sama masnya?" jawaban akik dgn muka penuh gengsi adalah...

..."ga usahlah. Takut dianya naksir aku."

*pose duyungson di cadillac merah depan Havana* :))))

JJ said...

kuliner, la... ahenda lain saya di bali selain gegoleran tepi kolam renang sama pantai berharap tanning (lalu balik semula dalam 10 hari. meh!). ultimo, kedisan, mak beng, coffe shop unyu unyu, bakery, nasi bali made weti. nyaaaammmm. i miss bali. hiks. bali makes me happy

Galuh Irawati said...

Hi mb leija.. Im your silent reader..
Btw kynya tipe liburan kita sm deh, ga suka dikeramaian kota, ga suka beach club.. Lebih menikmati yg berbau alam.. I love ubud too byk sawah budaya msh kentel dan kliatan msh original bali..
Barusan aku dr gili trawangan dan disana aktivitasnya scr ga lgsg menyatu dg alam.. Spedaan kell pulau, pantainya masih oke.. Snorkeling, diving, no traffict no chain hotel..
Lebih damaii gt ya rasanya hehe just sharing 😊

Keep posting inspiring story yak mb

Galuh Irawati said...

Hi mb leija..
Im your silent reader.. Suka sama postingan ini deh..😍
Fav activity kita kl vacation sama.. Suka sama alam than beach club or stay di chain hotel hehe
I love ubud too, masih kental bgt adat bali nya tp blm explore se detail mb leija..
Oiya kemarin aku abis dr gili trawangan, scr ga lgsg aktivitas hariannya menyatu bgt dg alam.. Sepedaan keliling pulau seharian, snorkeling, diving, no traffict no chain hotel.. Sampe lupa peradapan saking asiknya hehe

Keep posting such inspiring vacation yak mb..

prin_theth said...

Kara: HOMAGAD! Ngeri banget T__T Gue jadi lo juga trauma abis deh. Tapi nggak dijait / berbekas ya untungnya? Alhamdulillah... *elus paha Kara*

Miund: HAHAHAHAHA bangkeee *ikut bobok duyungson di kap mobil Havana* Gue juga waktu itu dipaksa nari-nari lenso sama mas-mas Havana, trus pas gue nolak, dese nyuruh gue mimik dulu biar PD dan luwes :))) Palelo luwes! :)))

Iyut: Bali makes me happy tooo T___T Ahyaaa kuliner. Btw, gue cupu banget deh blm pernah cicip Ultimo, yg padahal beken krn endeus dan mursid ituh!

Galuh: Haaai Galuuuh... sengkyu yaaa, Alhamdulillah you enjoy this post :) Aku juga baru dari Lombok lho! Nggak ke Gili sama sekali krn males bawa bayi nyebrang, Insya Allah next time ke Gili deh...

astrid said...

Lei, aktivitas favoritku sangatlah haram: wisata kuliner porky! huahaha...nuris, mades, aneka nasi campur nyamnyamnyam! tertarik nih sama biking tour nya...emang sih bali udah bikin sedih ya sekarang... tapi betewe, pantai thailand sama indo masih kalah ah leeei...indonya tapi tentyu bukan bali hahaha...

Kara Gunawan said...

thank God gak dijahit.. well, dokter nya juga waktu itu bilang kulitnya gak bisa dijahit hahaha.. dia bilang let it heal by itself --" cuma di perban dg heboh aja gitu deh. krn otot nya gak terlalu damaged, gak usah di operasi katanya. tapi tetep gw dilarang melakukan lari2 let alone olahraga for a solid whole month cih. ada bekasnya tp udah gak samar bgt la hehehe.

runiindrani said...

kalo akyu sukanya bobo di kosyan...... sama jajan esgrim/cake di kedai2 yg nyelip2 *gak produktif*

Renny said...

Hai Leija, I'm your occasional silent reader (jarang2 mampir maksudnya) jadi baru tau selera liburannya mirip2 hehehehehe. Gw jg bbrp kali ke tempat2 yg banyakan bulenya drpd turis lokalnya. Biking tour pengen ah next time ke Bali :D Kuda n sailing sounds great but I bet they're quite expensive ya... *nabung dulu dah* Thanks for sharing!

prin_theth said...

Astrid: aaaaaa! Kepengeeen hahaha, oops. Ehiya, IMO pantai Thailand masih mending sih drpd Bali, tapi kalo dibanding Indonesia lain masih kalah ya?

Kara: alhamdulillah yaa, oo berbekas kar? Tapi udah lama sih ya, taun brp sih?

Runi: *beringsut bobo sebelah Runi di kosan*

Renny: Haaai :) Eh sebenernya berkuda nggak begitu mahal kok. Biasa aja sih, IMO. Apalagi dia nggak termasuk paket apa2 spt makan siang, etc. Kalo sailing iya, rada pricey, makanya gue sanggupnya sama ortu hihihi.

Post a Comment