May 28, 2013

Changing Lives, Part 1: The Mighty Leon

IMG_9742

Selamat Datang di Cilincing

Waktu menunjukkan pukul 10 pagi WIB ketika kami—Bapak, Mama, Teguh, Raya, dan saya—sampai di sebuah rumah sederhana di daerah Cilincing, Jakarta Utara. Rumahnya kecil, nggak terisi oleh perabotan rumah tangga, melainkan oleh perabotan kantor sederhana, seperti rak-rak file, binder, whiteboard, meja serta kursi.

Di depan pintu yang sudah terbuka, Teguh ketok-ketok, “Leee? Leooon?”

Beberapa detik kemudian, terdengar suara nge-bass yang bersahabat. “Halooo… Guuuh? Masuk Guh! Pak, Bu, masuk aja!” Sejurus kemudian, sang pemilik suara—seorang pemuda berbadan tinggi, berkacamata dan berkemeja batik—muncul dan menyambut kami.

Ini adalah kantor Koperasi Kasih Indonesia, dan sang pemuda berbatik adalah pendiri sekaligus otak dibelakang KKI, Leonardus Kamilius.

Saya sudah pernah cerita soal KKI disini. Sedari awal berdiri, saya dan Teguh nggak pernah berhenti kagum serta mendukung mereka. Alhamdulillah, kekaguman kami menular kepada orangtua saya, dan pada suatu hari Minggu yang cerah, kami memutuskan untuk rame-rame nyamperin Leon dan melihat langsung usaha KKI-nya yang sangat inspiring ini.

Setelah saling jabat tangan, kami duduk-duduk di ruang rapat kantor mungil ini, lalu memulai obrolan.

Leon mengawali cerita tentang awal berdirinya KKI—nope, ralat! Leon mengawali cerita tentang bagaimana hatinya tergugah.

Hati Yang Gelisah

Semasa SMA, nilai pelajaran Leon super jeblok, bahkan pernah terancam nggak naik kelas. Namun tiba-tiba, doi putus cinta sampai dunianya runtuh. Maklum ya, anak SMA. Putus cinta aja berasa ditabok Tuhan ‘kan…

Dan setelah itu, Leon ceritanya ‘insap’. Ia kembali rajin ke gereja, berdoa, memperbaiki nilai-nilainya, sampai akhirnya sukses masuk jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kebiasaan belajar kerasnya terus bertahan saat kuliah, sampai Leon lulus dengan IPK sempurna. Wow!

(Dalam hati saya ketawa. Bok, ini mah bukan karena putus cinta, tapi karena Leonnya jenius aja! Saya 4673x putus cinta dari SMP sampai kuliah, nilai tetep aja jeblok nggak ketolongan…

Anyway, I digress.)

Setelah lulus cum laude dari UI taun 2008, pria yang gemar berbatik ini ditarik oleh perusahaan konsultan sakti mandraguna McKinsey, mengalahkan 69 pesaing, para lulusan terbaik UI, ITB, dan UGM.

(intermezzo: Leon makannya apa sih? I have to start feeding Raya the same stuff!).

Dalam waktu satu tahun, Leon dipromosikan menjadi business analyst.

Umur belia, karier cerah. Dunia dalam genggaman Leon banget nggak, sih? Kalo kita berada di posisi ini, apa yang biasanya kita pikirkan? Harta dan tahta dong, ya. Pokoknya kerja dan keruk duit terus sampe bisa beli helikopter Mas Boy!

Tetapi Leon nggak begitu. Sedari awal bekerja, memang sudah ada ‘kegelisahan’ dalam hatinya. Ia gelisah pingin berkontribusi untuk negara, membantu manusia-manusia yang kurang beruntung. Tapi dengan umur yang masih muda, dan tabungan yang baru mulai diisi, Leon belom berani meninggalkan kegemerlapan duniawi. Apalagi waktu itu Leon baru mau nikah.

“Saya mau nikah dengan uang sendiri. Kebetulan orangtua saya pensiunan pegawai negeri, bukan orang kaya. Saya belum berani melepas karier demi kerja sosial. Saya pikir, nanti aja lah. Tunggu sampai karir saya tinggi dulu. Mungkin pas saya umur 40 taunan,” ujarnya.

Pemikiran yang wajar dan rasional. Rasional banget.

Di tahun 2009, Leon menjadi relawan untuk korban gempa Padang. Disini, ia pertama kali menyicipi kondisi jungkir balik demi menolong mereka yang kesusahan. Sepulang dari Padang, hatinya galau luar biasa. Keinginan bekerja di bidang sosial semakin kuat. Saking galaunya, prestasinya di McKinsey menurun selama setahun ke depan. Akhirnya, setelah tiga tahun bekerja disana, Leon dikeluarkan.

Dyaarrr.

Saya membatin, ini sudah pasti campur tangan Tuhan. It’s God’s way of saying, “Leon, it’s time,” *pake suara Morgan Freeman*

Berdirinya KKI

And the time has come, indeed.


Sekeluarnya dari McKinsey—di usia 25 tahun—Leon memutuskan untuk mendirikan sebuah bisnis sosial bernama Koperasi Kasih Indonesia.

Konsepnya, sih, nggak baru, yaitu meminjamkan pinjaman lunak (softloan) untuk masyarakat miskin. Leon mencontoh model Grameen Bank, bank di Bangladesh yang khusus meminjamkan softloan ke masyarakat kecil. Konsep Grameen Bank sukses banget, sampe sang penemu akhirnya dapet penghargaan Nobel.

KKI berkantor dan beroperasi di Cilincing, Jakarta Utara. Mereka fokus pada tiga program utama. Pertama, memberikan pinjaman modal. Kedua, ‘memaksa’ warga untuk menabung. Ketiga, memberikan pembinaan.

Jangan nguap dulu ya, pembaca. I know microfinancing and all this ‘koperasi’ thing are not fun stuff, but I promise I will explain it as simple as possible :D 

Kita bahas program KKI satu-satu ya…

Pinjam, Tabung, Bina

Pertama, memberikan pinjaman modal.

Sistem peminjaman KKI cukup unik, karena seseorang nggak bisa ucluk-ucluk minjem duit begitu saja. Seseorang harus membentuk semacam kelompok yang berjumlah 10-15 orang, kemudian baru bisa mengajukan pinjaman. Tapi meski berkelompok, pengajuan pinjaman tetap untuk usaha pribadi. Kelompok ini tujuannya hanya sebagai penanggung, jadi kalau ada anggotanya yang nggak bayar pinjaman, anggota kelompoknya harus tanggungjawab membayari cicilan.

Dengan sistem tersebut, kontrol terhadap anggota juga lebih mudah.

Sebenernya enak, kok, minjem duit ke KKI. Udah ditanggung rame-rame, bunganya kecil pula. Tapiiii… persyaratannya ketat. Misalnya, sang peminjem harus jujur (hal ini bisa dikorek dengan cara mensurvei tetangga serta kerabatnya. Dan kata Leon, “Saya udah bisa bedain, ibu-ibu yang gombal kayak gimana, hehehe.”), mau maju meningkatkan kesejahteraan (jangan kaget. Nggak semua warga miskin mau maju. Capek, katanya), dan harus mau menabung di KKI.

Segala persyaratan ini demi kebaikan sang peminjam, kok.

Itulah sebabnya, ada banyak calon peminjam yang ditolak oleh KKI, karena mereka nggak memenuhi syarat. Itu juga sebabnya, KKI masih susah bersaing dengan rentenir, yang bisa sangat mudah memberikan pinjaman di muka, tapi lalu mencekik si peminjam di kemudian hari.

Kedua, ‘memaksa’ warga menabung.

Nah, cerita yang ini bener-bener ajaib, deh.

Berdasarkan pengalaman KKI, tau nggak sih, apa sumber kemiskinan yang utama di daerah perkampungan? BUKAN pemasukan rendah, tapi karena nggak bisa menabung. Bener-bener nggak bisa. Mindset warga miskin adalah, uang nggak bisa dianggurin lama. Rasanya gateeeel banget pengen dibeliin sesuatu.

Dibelanjakannya pun mayoritas bukan untuk baju, sepatu, bahkan plesir, lho. Mayoritas untuk apa, sodara-sodara? 

Jajanan anak!

Pemasukan sebuah keluarga di perkampungan Cilincing rata-rata Rp20,000 per hari. Setiap keluarga rata-rata punya 2-4 anak. Masing-masing anak tiap hari pasti jajan, entah itu indomie, sosis disaosin, es manohara warna-warni, pokoknya segala yang bermicin dan penuh pewarna. Budget jajan setiap anak per hari adalah Rp3,000-5,000. Coba dikalikan setiap anak. Lalu dikali seminggu. Dikali sebulan. Setaun.

Mau nangis nggak, sih, uang ludes hanya untuk makanan ‘racun’? Coba kalo ditabung aja.

Budaya jajan adalah hal yang cukup mengakar dan epidemik di daerah perkampungan. Entah kenapa, mereka nggak bisa ngerem kebiasaan ini. Bahkan, kalo ada seorang ibu yang berusaha nyetop hobi jajan anak-anaknya, apa komen yang lain? “Tega banget luuuh… Udah hidup susah, anak dilarang jajan pula… Kesian banget anak luuuh…” Yaaah, luluh deh. Es manohara dibeli. Duit melayang.

Dengan demikian, mayoritas anggota KKI cuma mau minjem, minjem, dan minjem tanpa mau ‘taro duit’ alias nabung. Padahal produk tabungan KKI tuh gratis, lho. Anggota nggak akan terkena potongan biaya apa pun, termasuk administrasi bulanan.

Semangat menabung yang rendah ini sangat manusiawi, sih. Dimana-mana juga gitu. Bahkan kalo kata bapak saya, “Koperasi Simpan-Pinjam tuh ganti nama aja deh, jadi Koperasi Pinjam. Wong nggak ada yang mau simpan.”

Sebenarnya, di kalangan menengah-atas, kebiasaan jajan juga mengakar kuat. Manusiawi, lah. Bedanya, kalo kalangan atas jajan ke mall tiap hari, Insya Allah bukan perkara hidup mati. Di kalangan bawah, menyetop jajan can make huge differences.

IMG_9756

Apa daya? KKI ‘memaksa’ anggotanya untuk nabung. Jadi kalo mau pinjem duit di KKI, si peminjam wajib taro duit juga. Tabungan ini baru bisa dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu, misalnya per 3 bulan.

Apakah ‘pemaksaan nabung’ ini efektif? Nggak juga. Semangat menabung warga tetap relatif rendah. Hal ini membuat KKI mencanangkan program mereka yang ketiga, yaitu pembinaan.

Leon cerita, “Setelah tiga tahun bergulat di KKI, saya jadi semakin yakin, bahwa solusi dari kemiskinan adalah pendidikan, dan perubahan mindset.” Kebiasaan jajan (atau membelanjakan uang simpanan untuk petty things) hanyalah contoh kecil dari mindset yang ‘memiskinkan’ warga kelas bawah. Masih banyak mindset-mindset lain yang membuat mereka nggak bisa maju, dan ini yang pengen banget diubah KKI.

“Kami ingin memperbaiki pola pikir dan mental masyarakat miskin. Kalau kami hanya memberikan uang tanpa pendidikan, nanti mental yang terbentuk adalah mental pengemis,” ujar Leon. Paham bangeeet…

Dengan demikian, KKI membuat program pembinaan dalam bentuk ‘kumpul-kumpul’ seminggu sekali. Setiap ibu-ibu dinasehatin, diceritain betapa pentingnya mengelola keuangan serta menabung. Tujuan KKI nggak muluk-muluk, “Yang penting ibu-ibu mau menabung. Itu dulu aja. Itu pun nggak mudah…” tukas Leon.

Salah satu materi pembinaan KKI adalah “menabung demi mewujudkan mimpi”. KKI membagikan karton kepada setiap anggotanya untuk ditempel di dinding rumah. Karton ini berfungsi sebagai bulletin board, dan harus diisi oleh gambar-gambar yang memotivasi para ibu untuk menabung. Seperti gambar toga (“Semoga si Doel bisa kuliah ya Allah, aamiin”), gambar rumah, gambar ka’bah, dan sebagainya.

Praktek langsung dari metode The Secret yaaa :)

Alhamdulillah, ada aja ibu-ibu yang menjadi tergerak lebih rajin nabung karena ingin sekali mewujudkan mimpi mereka. Bahkan, ada yang mimpinya udah terwujud, lho :)

IMG_9740

Selain itu, meski Leon seorang Katolik keturunan Cina, ia menyelami Islam sebagai sarana penyuluhan para anggotanya, yang memang mayoritas Islam. Leon menggunakan ayat-ayat Qur'an—seperti misalnya Surat Ar-Ra’d ayat 11 “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...”—agar anggota KKI semangat keluar dari kemiskinan, dengan cara ngelola uang, termasuk menabung. Nggak ngandelin sholat doang.

“Alhamdulillah, cukup efektif,” ujar Leon sumringah.

Intinya, Leon rela gali segala cara deh, supaya program pembinaan ini bisa sukses merubah mindset masyarakat bawah!

The Role of Mothers


Sampe sini, mungkin pada heran ya, kok sepertinya para anggota Koperasi Kasih Indonesia tuh ibu-ibuuuu semua? Embyeeer. Memang 97% anggota KKI adalah ibu-ibu, karena, menurut Leon. peran ibu sangat luar biasa besar dalam perputaran uang masyarakat.

Nggak mengagetkan, sih. Coba dipikir: masyarakat ‘kan sebenernya adalah kumpulan keluarga, dan di dalam keluarga, siapa yang dominan mengatur keluar masuknya duit? Ibu.

“Motif perilaku ibu-ibu itu didorong oleh rasa sayang terhadap anak. Yang beliin jajan anak-anak, ibu. Trus kalo mereka jalan-jalan, tempat wisata yang dipilih oleh ibu-ibu, ya tempat wisata untuk anak-anaknya. Dan kalo mereka menabung, alasannya juga demi anak. Supaya anak bisa terus sekolah.

Kontrol keuangan keluarga ada di ibu, dengan anak sebagai pendorong utama. Bapak-bapaknya mah asal bisa ngerokok juga udah hepi…” ujar Leon.

IMG_9755

Surga ditelapak kita, ya… *tos kaki*

Perhari ini, KKI memiliki hampir 1,500 anggota dari berbagai perkampungan Cilincing.

The Dark Side


Semulia-mulianya niat dan misi KKI, nggak berarti koperasi ini bebas masalah.

Dana KKI tidak tak terbatas, dan Leon nggak bisa terus-terusan bergantung kepada donasi. Bukannya nggak ikhtiar, ya. Dengan otak sepintar Leon, tentu saja ia sudah banyak melakukan usaha agar KKI bisa terus berjalan, termasuk mengajukan permohonan pendanaan ke berbagai pihak. Tapi KKI—sebagai bisnis sosial—dianggap masih ‘kecil’ dan belum terlalu profitable, sehingga permohonan ini kerap mentok.

Kemudian, masalah pegawai. Sejauh ini, pegawai KKI adalah warga perkampungan Cilincing itu sendiri. Sayang, nggak banyak orang mau dan mampu bertahan bekerja di KKI, walaupun gajinya sangat layak. Nggak gampang lho, nyamperin warga kampung satu persatu, ngajak nabung dan ikut pembinaan. Stress tingkat tinggi!

Ada berjuta problem lainnya, misalnya, berbagai rentenir dan LSM yang menjadi pesaing langsung KKI, kredit macet para anggota, dan ya itu tadi, mindset warga yang ‘memiskinkan’, seperti malas menabung dan tidak disiplin kepada sistem KKI.

Sampai sekarang, KKI masih bergantung kepada ‘keberuntungan-keberuntungan’ yang adaaaa aja setiap bulan, sehingga koperasi ini tetap bisa jalan.

Yang paling berat menanggung berbagai masalah tersebut adalah, tentu saja, Leon.

KKI berdiri murni dari tabungan Leon. Selama dua tahun pertama, ia sama sekali nggak pernah mengambil untung dari KKI. Tabungannya habis untuk operasional dan gaji pegawai. Baru di taun ketiga ini, Leon bisa ngambil keuntungan sekitar 1 juta rupiah tiap bulan.

Leon punya anak, persis seumur Raya, dengan nama yang luar biasa besar—Kennedy Hatta. Sebagai seorang suami dan ayah, Leon harus bertanggungjawab menafkahi keluarganya, dan KKI belum bisa berperan disitu.

Sekarang Leon bolak-balik melakukan sidejob sebagai trainer dan motivator. Yaaah, lumayan bisa menutupi kebutuhan pokok keluarga, tapi beban belum sepenuhnya terangkat dari punggungnya. 

IMG_9736

“Kadang hidup terasa berat banget. Setiap dua bulan, rasanya gue pengen nutup KKI aja, Guh… Nyokap dan istri gue juga khawatir banget dengan kerjaan gue ini.” Dibalik senyumnya yang optimis, itu kata-kata Leon kepada Teguh yang membuat hati saya remuk.

“Sewaktu Ken lahir, gue cuma punya uang 300 ribu di tabungan, Guh. Untung ada temen yang mau bantu biaya rumah sakit.”

Remuk T__T

Sampai sekarang, belum ada ‘happy ending’ untuk KKI. Leon masih berjuang dan berjuang, agar cita-cita KKI terwujud sepenuhnya tanpa harus mengorbankan kepentingan pribadi.

IMG_9739

To be continued to part 2: Datang Langsung ke Kampung!

11 comments:

Cika said...

Subhanallah,merinding aku bacanya kak lei !

Anonymous said...

duh kak Leon, mulia sekali hatimu kak. Rasanya rata rata orang mau kaya dulu baru beramal. Balasannya pasti syurga. Untuk kak Leija, gimana pendapatnya tentang The Secret? Aku tertarik tapi masi malu-malu menerapkannya. Kak Lei pernah punya pengalaman yg berhubungan dgn The Secret?

Anonymous said...

Very inspiring young people. Gak pernah menyangka ada anak muda mau berbuat buat Indonesia, tidak sekedar demonstrasi di jalan... izin copy link-nya post ini untuk di share ke teman2x kantor ya Mbak Lei.

Nisa said...

JLEB..JLEB..JLEB deh bacanya. Huhuhuhuhu! Perjuangan banget deh itu Leon. Kereeeennnn :')

Kira-kira bisa ikut kasih kontribusi apa ya ?

Nina said...

Keren banget iniiii.. Ayo dong lanjutannya plus informasi apa yang bisa blogreader lakukan sbg kontribusi ke KKI..

Nadushi said...

SUBHANALLAH, luar biasa perjuangan Leon dan keikhlasannya untuk membentuk masyarakat yg lebih sakinah..

dan surat Ar-Ra'd ayat 11, bener-bener pas yaa... Allah pasti akan membuka jalan buat Leon, ditunggu aja :) semua perjuangan tidak akan berlalu sia-sia insyaAllah...

Anonymous said...

ijin share yaaa...
this is really inspiring :)

prin_theth said...

Cika: Hebat banget ya Cik, besar banget hatinya!

Anon: Haaai... Aku percaya banget sama The Secret, bahwa kalau kita bermimpi dengan gigih, semesta akan mewujudkannya. Yang berat, The Secret harus dilakukan secara 'keras' dan konsisten. Kalo cuma ngayal (dan usaha) dengan seciprit-ciprit doang, nggak bakal kewujud deh kayaknya...

Twolittlekoalas: Silahkan banget, makasih yaaa :)

Nisa & Andina: Haaai, untuk membantu KKI, infonya ada di postingan kedua yaa.

Nadushi: Insya Allah! Aku juga yakin, pasti jalan akan dilancarkan. Itu janji Allah ya :)

Misspurpleinred: Silahkan banget :)

Rika said...

Mewek deh bacanya Lei... Kita doain ya semoga Leon dan KKI nya selalu dimurahkan rejeki dan dilapangkan jalannya oleh Allah untuk membantu masyarakat yang kurang ekonominya.

**lanjut baca episod 2**

catfish, who loves tigerfish said...

Menarik bgt Lei!
Gue dari dulu juga cita cita mau bantu orang yang kurang mampu, tp gk sebesar nyalinya Leon..
Gak bisa komen banyak dulu, mau baca lanjutannya..

prin_theth said...

Amy: Siappp!

Post a Comment