Mar 31, 2011

Indochina, part 1

Semua orang punya different priorities dalam pengelolaan pundi-pundi harta masing-masing. Ada yang hobinya main saham, ada yang prioritasnya beli gadget, bagi yang Betawi mungkin demennya koleksi tanah ye Bang ye?

Kebetulan prioritas saya dan misua adalah traveling. Biar kata makannya nasi aking dan minumnya air tajin, Insya Allah plesirannya musti tetep 3x setaun. Amiiiin!

Dan kayaknya jalan saya emang disitu. Kata emak sih karena gue punya tai lalat dua biji di kaki kanan-kiri (mampus nggak sih), jadi dari dulu, kesempatan plesir selalu terbuka lebar untuk saya, tanpa harus jadi miskin dan menggadaikan cintaku.

Jadi, selama masih dikasih kesempatan, semoga blog ini bisa jadi saingan beratnya Lonely Planet, filled with wonderful stories from around the world, sampe from outer space kalo bisa. Insya Allah!

Yang pertama, inilah sekelumit cerita kami dari belahan Indochina.

-----

Day 1 -  12 Maret 2011
Singapore

9.30 Pesawat kami sih lepas landasnya jam 11.00, tapi karena T kiasu, kami sudah sampai di bandara internasional Soekarno-Hatta jam 9.30. Tak disangka, itu nggak kepagian lho, karena ternyata kami berdua nggak ada yang tau Tiger Air ngetemnya di terminal mana! Ya envelope!

Akibatnya kami tar-mutar terminal 1, 2, 3 selama setengah jam penuh, semua ngotot dengan pendapatnya masing-masing. Tapi jangan salahkan kami ya, lha wong nggak ada penampakan plang logo Tiger Air dimana-mana. Setelah tanya kanan-kiri dan nelponin handai taulan, akhirnya ketemu juga si Macan di terminal 2. Pret.

10.00 Tiba di counter Tiger Air, untuk penerbangan Jakarta-Singapore. Check in, isi-isi kartu embarkasi, lalu melenggang kangkung tanpa masukin bagasi.

Oya, kami nggak melancong dengan ransel segede dosa manusia, tapi demi mendapatkan tiket yang termurah, kami tetep nggak masukin bawaan ke bagasi. So we packed lightly, dan menjaga agar bawaan nggak lewat dari 7kg. Untuk budget airlines, harga tiket memang lebih murah kalo kita nggak masukin bawaan ke bagasi, alias cabin bag aja. Yang penting beratnya jangan lebih dari 7kg ya...

Setelah check-in, we were surprised to know bahwa ke Singapore udah nggak perlu bayar fiskal lagi. Iiih enak ya, kok akika baru tau?

Karena nggak ada yang seru di bandara, kami planga-plongo aja nunggu keberangkatan, dan ujung-ujungnya buang duit beli majalah dan ngemil dulu. Hih.

    

11.20 The flight was 20 minutes delayed but it wasn't a problem. Overall, Tiger Air is fine. Servisnya decent, pesawatnya bersih, jarak kursinya juga lumayan lega lah. No complaints.

Ketika hampir touchdown Singapore, ternyata di bandara Changi ada ramp yang ditutup. Alhasil pesawat kami kudu tar-putar tar-putar dulu, nunggu kesempatan landing di ramp yang tersedia. Ini mengakibatkan keterlambatan mendarat sekitar 45 menit. Kayaknya 45 menit tuh kecil ya. Tapi bagi saya yang waktu itu kelaparan gila, 45 menit serasa 4 hari deh! (berlebihan). Rasanya pengen banget makan kursi pesawat, atau nyemil in-flight magazine juga boleh! Grrrr. Turun-turun Tiger Air berasa jadi macan beneran deh.

Alhamdulillah akhirnya touchdown Singapore juga. It was our first time in Changi's budget terminal dan saya langsung iba sama diskriminasinya dengan terminal 1-3. 


Decent sih, fasilitasnya juga komplit banget, tapi auranya berasa deh bedanya. Changi's main terminals always feel exclusive, tapi si budget terminal nih berasa kayak warehouse ya. Tapi yah namanya juga budget, masa' berharap disambut dayang-dayang.

Nevertheless, it's still Changi. Sejelek-jelek budget terminalnya, masih lebih bagus dibanding kondisi terminal 1 bandara Soekarno-Hatta. Kasiman!

14.30 Proses imigrasi berjalan lancar. Nggak perlu ngantri ambil koper karena duffel bag udah ditenteng. Karena lapernya udah nggak karuan, keluar dari terminal yang dicari jajanan dulu ya. Beli sandwich dan minuman ringan dulu deh...

 

Ke Singapore sama T selalu berasa pulang kampung (note: suamiku dulu 15 taun tinggal disini) dan nggak perlu mikir apa-apa. Contoh, kami nggak pernah nuker duit jadi SGD, karena disini T tinggal withdraw duit dari ATM rekening Singaparna-nya. Soal hapal jalan, jangan ditanya lah ya. Dilepas di ujung Singapore sambil ditutup matanya juga dese sanggup cari jalan.

Ada kejadian: sewaktu kami jajan sandwich dan minuman ringan di terminal bandara, T beli sebuah kaleng minuman merk Singapore. Kalengnya warna-warni pastel dengan karikatur kucing lucu. Imut lah, minuman anak-anak banget. Rasanya juga manis seperti jus Miu-Miu gitu. Tapi yang bikin sebel adalah komennya T, "Aduh aku kangeeen banget sama minuman ini. Ini jajanan aku waktu SMP disini. Childhood snack banget..."


Aksi ini dilanjutkan dengan borong Uncle Toby's Muesli Bar satu lusin, dengan alasan sentimentil yang sama -- itu adalah schoolboy snacksnya dan dese rindu.

Idih makdirabit somsenyaaaa! Childhood snack gue cuma batang lidi dikasih cabe bubuk sama MSG segepok aja nggak sombong! Paling elit Chiki balls coklat atau Anak Mas, nggak lupa gulali meriah karena dikasih pewarna tekstil. Kenapa kastanya jauh amat sih, Mas?

Semoga anak kami nasibnya ntar lebih elit deh. Sekolah di Switzerland, trus ngemil coklat Lindt tiap setengah jam ya nak yaaa!

Dan yang paling bikin gemes, Singlishnya T lancar banget. Saya selalu merasa Singlish adalah bahasa keduanya T, dan proper English adalah bahasa ketiganya. Contoh ya, begitu kami meletakkan pantat di taksi, T langsung cas cis cus, "Uncle ah... can you take us to, uh, Geylang ah... A bit rush uncle ah... Running late mah... Don't go der, traffic jam what..." atau gitu deh! Pokoknya penempatan lah, mah, lor, leh, hor, what-nya tuh sempurna sekali, by instinct. Padahal kagak usah pake lah-leh-loh gitu kan bisa ya. Intinya tetep bahasa Enggris! Ih geliiii.

Sayanya jijay, tapi warga Singapore jadi lebih akrab bin friendly ke doi. Seneng juga sih.

15.00 Kami sampe di daerah Geylang, tepatnya di Hotel 81 Palace. Menurut saya, bagi flashpacker, kota Singapore ini mahal sekali untuk ukuran Asia Tenggara. Kalo mau lebih menekan budget, kami bisa aja nginep di kamar dorm sebuah hostel, tapi again, aku tak biasaaa... bila kau tak ada di sisiku... *nyenyong* alias masih risih kalo harus tidur tanpa privacy, sekamar rame-rame sama strangers. Capek juga 'kan, kudu ngawasin koper terus, takut ada yang nilep teri Medan bekel perjalanan.

Jalan tengahnya adalah nginep di salah satu chain motel murah (dan tentunya banyak dipake esek-esek) di Singapore, seperti Hotel 81 ini. Oya, catatan, nggak semua cabang Hotel 81 tuh harganya sama ya. Kualitasnya juga beda-beda. Ada yang mahalan, ada yang murah. Hotel 81 Palace tuh termasuk yang murah.

Kesan pertama saat masuk lobby, not bad lah sebenernya. Saat naik ke lantai kami, lorongnya memang sempit sekali, tapi again, masih bisa diterima.

Pas masuk kamar, halooo, ini kamar manusia apa kamar rumah Barbie? Keciiil sekali! Saat menduduki kasur, BLETAK, kerasnya nggak ketuluangan. Ketika meraba bantal... bantal apa ya? Saking tipisnya, si bantal rasanya non-existant. Antara ada dan tiada. Mana dibungkus kertas pula, bukan sarung bantal (maksudnya biar sekali pake aja, nggak usah nyuci). Ck ck ck.

Pictures of Hotel 81 - Palace, Singapore
This photo of Hotel 81 - Palace is courtesy of TripAdvisor

Dan pas melongok ke kamar mandi, ih lucu banget deh, kayak disuruh mandi di dalam lemari baju. Ruangan sebesar 1,5 x 1,5 meter diisi shower, toilet, dan wastafel tanpa pembatas. Sekali mandi, basah semuanya...

Photos of Hotel 81 - Palace, Singapore
This photo of Hotel 81 - Palace is courtesy of TripAdvisor

Hawa hotel eseknya terasa banget deh.

But don't get me wrong, I'm not complaining about the room's size nor quality. Bagi saya sih yang penting KEBERSIHANNYA bok. Nah soal kebersihan, Hotel 81 nih  kenceng banget wangi karbolnya, mulai dari hall sampe ke dalam kamar. Serasa nginep di laundromat deh. Secara psikologis, ini memberi kesan bahwa hotel ini bersih sekali, padahal aslinya sih mana tau. Siapa tau cuma modal semprot-semprot karbol doang.

Pinter deh klining serfisnya, mempermainkan indra penciuman kitorang!

Anyway, we didn't really care. Gara-gara Tiger Air landingnya lama, sekarang udah jam 15.00 dan saya lapaaaar sekali. Impian makan chili crab sih musnah sudah, karena (setau T) nggak ada tempat chili crab beken di Geylang. Akhirnya T memutuskan untuk ke sebuah hawker center di Malay Village, Joo Chiat aja.

Budget mistake #1: we took a cab. Kalo mau hemat, harusnya naik public transport aja atau jalan kaki. But I was really, really tired and hungry that time *alasan kemanjaan*. Kalo T sampe nyuruh saya jalan kaki, dikhawatirkan nyawanya nggak selamet, jadi yuk mari naksi bae.

15.30 Selamat sampe di hawker center (pusat jajanan) Malay Village di Joo Chiat sebelum pingsan kelaperan. By the way, gue baru tau lho pronounciationnya adalah 'ju-chet' atau 'ju-chiet'. Selama ini kan gue nyebutnya 'jo chiat'. Jadi kayak ngajak orang Manado berantem, "Jo! Ciyaaat!"




Makanan di hawker center tersebut hampir plek-plek sama dengan makanan Indonesia. Mulai dari ayam kremes, nasi padang, sate sampe bakso. Nggak seru ya? Berasa lagi di Blok S. Maka kami memesan menu paling 'Singapore' yang bisa kami temukan -- chicken rice, rojak, dan Milo Dinosaur.

 

Chicken rice-nya lumayan, tapi rasa rojak-nya agak aneh. By the way, gue baru tau juga bahwa 'rojak' Singapore tuh beda sama rujak Indonesia (buah-buahan campur, dikasih saos kacang pedes). 'Rojak' Singapore tuh isinya berbagai goreng-gorengan, kayak batagor, trus dimakan pake saos pedes juga.

Our Milo Dinosaur was best one lah, pakcik. Harusnya sih bubuk Milo yang on top itu dimakan dulu, baru susunya diseruput. But me no likey ngunyah susu bubuk, jadi saya aduk semuanya trus langsung diminum. T protes. Wek!


It was an adequate late lunch, walau suasananya nggak beda-beda acan sama Endonesi. Makanannya mirip, gerah dan sumuknya sama, dan pengunjungnya juga muka Melayu berjilbab semua. Nyaru banget lah saya disitu.

Kelar makan, kami nyegat taksi lagi untuk balik ke hotel. Kepala udah pusing dan berat banget, dicurigai karena kengantukan. Zzzz.

17.00 Are you ready for our first drama?

Di kamar kami, hanya ada satu colokan, and it's broken. Kondisinya cukup menyeramkan dengan kabel yang mencuat-cuat keluar.


Tapi T dengan cueknya tetep nyoba nyolok disitu, dan BLAR! Listrik kamar langsung mati. Horeee!

Terpaksa T nelpon ke resepsionis, dan manajernya sendiri yang dateng ke kamar kami (lengkap pake dasi lho dese... budget motel banget ya, serba DIY), bawa tangga, naik ke langit-langir kamar, trus ngutak-ngatik panel listrik disitu. Alhamdulillah, nggak nyampe 10 menit listriknya kembali nyala. Canggih! Gue larang T culak-colok sembarangan gitu lagi, nanti next time bukan cuma listrik yang ko'it... ih amit-amit! *ketok meja*

Terpaksa kami cabut TV gantung di kamar, dan nyolok di stekernya TV itu.

Karena udah ngantuk setengah hidup, kami langsung bobo. Tentu saja kami menyempatkan diri pasang alarm dulu. Pokoknya cukup bobok 20 menit aja. Jam 18.00 bangun, siap-siap, jam 19.00 berangkat, jam 19.30 harus udah duduk manis di lobby Marina Bay Theatre.

But here comes drama number two: T bener masang alarm jam 18.00...

... TAPI JAM-NYA TERNYATA MASIH JAM JAKARTA. Pinteeeeeeer! Sekali lagi, pinteeeeer!

Jadi begitu kami terbangun, alarmnya memang jam 18.00... tapi Waktu Indonesia Bagian Barat, yeuk! Jadi sebenernya udah jam 19.00 waktu Singapore.

Ya Allah ya Ghaffur ya Karim! Saya langsung loncat ke kamar mandi, cibang-cibung, dan bersiap-siap dalam total waktu 12 menit saja. T malah nggak mandi sama sekali (makanya bisa ngeliatin jam, dan tepok tangan bangga saya bisa rapih dalam waktu dua baleh minit).

Saking paniknya, saya sampe nggak sempet merasa kesel ke T. Sama sekali. Padahal kalo mau jujur, he screwed up big time ya. Nggak tega sih liat mukanya merasa bersalah banget, padahal hampir gue hukum nggak dikasih jatah sebulan...

Selesai bersiap-siap, kami langsung capcus naik taksi. Saya nggak pegang bawaan sama sekali, sementara T hanya ngantongin dompet dan print-an tiket The Lion King dari SISTIC. Yang penting nggak telanjang aja deh!

Sungguh Allah masih baik sama dua hambanya ini. Ternyata Geylang - Marina Bay Sands tuh nggak jauh ya. Dan meskipun waktu itu malem Minggu, dimana traffic harusnya padat, macetnya Singapore bener-bener cere' banget dibanding macetnya Jakarta. Bukan cuma merayap, tapi kendaraan masih bisa jalan lah 20 km/jam. Cincai banget ini!

19.45 Sampe di Marina Bay Sands, we RAN like crazy to the theatre. Untungnya saya nggak pake sepatu ber-hak, nggak dandan, dan nggak nenteng bawaan apapun, not even a purse, jadi bebas lari sprint ala maling kolor tanpa takut keseleo atau makeup luntur karena keringet. Bebas blas!

We were so, so relieved when we found the theatre's lobby was still packed. Artinya, belum ada panggilan untuk masuk, padahal udah hampir jam 20.00 teng. Alhamdulillah masih ada budaya ngaret sikit kikikik.

Kami menukarkan tiket SISTIC dulu di counter, trus jalan liat-liat lobby. Marina Bay Theatre is a grand place. Lobbynya luas sekali dan langit-langitnya tinggi dengan tangga besar menspiral keatas. Interiornya bernuansa putih abu-abu dan kerasa banget 'gres'nya. Nggak bau cat sih, tapi berasa masih steril.

Intip dimarih:

We accidentally met my cousin with his family there, lagi bawa anaknya nonton The Lion King juga. This cousin of mine is one of the big shots in my Kalla family. Jadi pas kami ditanya nginep dimana, langsung gelagapan deh berdua! T tengsin kalo harus mengakui kami lagi flashpacking dan nginep di sebuah hotel esek di Geylang (which, if you don't know, adalah kawasan prostitusi), padahal sepupuku itu PASTI nginep di Orchard. Nanti T bisa dicap nyengsarain anaknya Bapak Achmad ihihihi.

Akhirnya T cuma jawab ".... nginep di East (daerah Timur). Eh kita kesana dulu ya!" trus pura-pura terbawa crowd lalu menghilang di balik tembok. Yeuk...

20.00
Teater Marina Bay sudah dipenuhi penonton, kebanyakan ekspat dengan anak-anaknya. Semua udah gelisah geal-geol di kursi masing-masing, nunggu pertunjukkan dimulai. Tepat jam 20.15, Rafiki muncul di panggung dan meneriakkan baris pertama dari lagu 'Circle of Life'.

The show has started, wuhuuu *pasang koteka Afrika*

It was an amazing show. Perlukah saya puja-puji disini? Nggak perlu lah ya, pertunjukkan world class nggak perlu dipuji-puji atau di-review lagi. Udah pasti yahud. Tapi boleh deh saya share sedikit tips bagi yang mau nonton The Lion King di Singapore:

- Menurut saya, this is not a small kids' show. Soalnya ini bukan adaptasi plek-plek dari versi kartunnya. Namanya juga teater musikal, ada beberapa adegan simbolik (lewat musik atau tari) yang harus diterjemahkan sendiri. Belum lagi durasinya yang hampir 3 jam, termasuk 1x interval. Ada seorang bocah SD duduk tepat di belakang saya, dan setelah satu jam pertama, dese teriak "This show never ends!" Cakep.

Intinya, don't expect a Barney show.

- Lagu / soundtrack The Lion King versi teater ini jauh lebih banyak daripada versi kartun. Yang standar-standar seperti 'I Just Can't Wait To Be King' dan 'Can You Feel The Love Tonight' pasti ada, tapi ada banyak lagu tambahan, mayoritas dalam bahasa Swahili. Kalo sempet, download dulu ya OST lengkapnya. Ada kok di situs semacam 4shared. Nggak seru kalo nontonnya nggak sambil karoke Aprika.

I personally love the Swahili songs a lot more. Kayaknya lebih raw dan meaningful, gitu. Bukan cuma melodinya, tapi juga makna liriknya. Ada lagu yang liriknya cuma dua kalimat 'Busa le lizwe bo (rule this land), busa ngo thando bo (rule with love)' diulang-ulang, dan menjadi musik latar belakang adegan Mufasa ngajarin Simba mengenai menjadi raja. Duh, rasanya gremet-gremet gimanaaa gitu.


Here's one of my favorite, judulnya One by One, yang bercerita tentang bagaimana rakyat harus bersatu melawan masa susah. Dinyanyikan saat kerajaan Pride Land sedang krisis, sejak Scar memimpin. Ngeri mak, merindiiing...



- Saya dapet kursi kurang enak, di balkon sebelah pinggir kiri. Nontonnya sih fine dan nggak pegel, tapi karena lokasinya di atas, saya jadi bisa ngintip segala special effects yang dipake di panggung. Nggak seru, bleh, jadi ketauan rahasia-rahasianya hik hik. For me, I think it'd better kalo duduk di bawah.

- Dengan cerdiknya, pementasan The Lion King ini banyak masukin unsur komedi gaya Singapore. Menyesuaikan sama penonton kali ya...

- Check out the costumes! Karena prinsip dasar dari kostum-kostum The Lion King adalah puppetry (kostum digerakkan oleh aktornya), setiap kostum punya mekanik yang berbeda. They were work of arts. Pantes menang Best Costume di Tony Awards.

Oya, Leony dan Female Daily bilang The Lion King Singapore ini masukkin unsur Indonesia juga. I'm not sure about Leony, tapi menurut Female Daily sih bagian wayangnya.

Um, I doubt it sih, karena gue udah liat si 'wayang' sejak nonton di Broadway dulu. Sowwyyy, FD... I think it's just a general shadow puppet ;)


- Check out young Simba! Gue dan suami taroh-tarohan dia tuh a little Malay boy, bukan turunan Afrika seperti seharusnya. Bener nggak sih?

(ternyata dia adalah a young Philipino boy, kalo ditilik dari namanya. And so is young Nala! Kalo soal tari, nyanyi dan akting, Pinoys memang kebanggaan Asia Tenggara banget deh. Makannya apa sih?).

- Saya sedikit merasa The Lion King Singapore ini narinya kurang detail dan nyanyinya agak fals dibanding waktu di Brodway. Agak lho.

- Don't be late, jangan ketiduran, and injoi ;)

Kelar nonton, kami nyangsang dulu di food court-nya Marina Bay Sands mall, akibat lapar yang tak terperi. Food court tersebut tampak dipenuhi oleh penonton The Lion King yang pengen cari makan abis nonton. Saya sendiri sukses ngabisin mie kari semangkok besar pada jam setengah 12 malem. Ashoy khendudnya!

Lalu, karena belum pernah masuk ke Marina Bay Sands sebelumnya, kami muterin mall-nya dulu untuk liat-liat toko (yang udah tutup... yaaa kasian). Dan kesimpulannya: I love this place. I really do. Padahal sebagai orang Jakarta, harusnya gue eneg ya sama gedung. Tapi justru karena keseringan liat bangunan seperti mall, kita jadi terbiasa merhatiin detailnya, dan bisa 'ngerasain' apa kekurangan dan kelebihannya. Ciyeee...

Nggak usah pake masuk, dari luar pun udah keliatan bahwa Marina Bay Sands adalah resort yang megah banget. Luasnya raksasa, interiornya sleek, dan vendor-vendor di dalamnya high class beuner, terutama restoran-restoran ber-Michelin star-nya itu. Tapi ntah kenapa nggak kerasa dingin atau 'mengintimidasi'. Asik-asik aja, betah, serasa pengen kemping. Apalagi ada Sephora hihihihi.

Mudah-mudahan samdei bisa nginep di Marina Bay Sands at least 3 hari. Dijamin betah nggak keluar dari komplek ini dengan segala mall, teater, ice-skating rink, ArtScience museum, sampe Light, Water, and Laser shownya. Amiiiin, yang penting rejekinya dulu nih *keplak duit ke kepala sendiri*

1.30
Akhirnya balik juga kamar hotel tercinta yang cilik dan mblusuk itu, rebahan di kasur tipis kayak kerupuk, dan mati suri sampe subuh. A great first day, indeed. Cups!

17 comments:

Kara Gunawan said...

buahaha asli ngakak gue baca post lo yg ini.. adegan mati listrik di kamar hotel itu gong bgt deh --" kalo gue kyk nya udah terjadi adegan ambeg2an tuh kikiki

Leony said...

Sayang....

Yang gue maksud unsur Indonesianya itu adalah lagu Rasa Sayange-nyaaa...bukan puppetnya hahahahah....*kecuali kalo lagu Rasa Sayange sudah diclaim jadi milik Malesia* Jadinya mestinya daku nulis lebih lengkap ya hehehe pedahal maksudnya biar surpres gitu buat yg belom nonton.

Setuju Lei, gue seneng yg dalam bahasa Swahilinya dibandingin yang Englishnya. Somehow gue paling suka sama yang jadi si Babon alias Rafiki. Menurut gue suara dia ciamik! Dan totally sih, Lion King itu a feast to the eyes!! Apalagi pas Circle of Life...hu hu hu...saking kerennya pembukaannya, jadi kayak anti klimaks dah pas bagian blakang.

Last but not least... now I know kenapa opini gue dan elu berbeda. Kayaknya, karena gue memang hobinya musiknya, ditambah lagi gue nyanyi dan main instrument, jadinya gue perhatiin musiknya kelebihan hahahahha *gawat nih*... sementara, kalau liat dari review elu, elu lebih perhatiin the act and the dance. Jadi sebenernya sami mawon Lei, cuma a bit beda penekanan interestnya. But I DID REALLY ENJOY THE SHOW!! Anyway, I love your trip journal. Can't wait for the next part.

tari said...

syenangnyaa...itu br hari pertama yah...
jeng leiii...anda sukses bikin saya mupengggsss berat pgn ntn lion king juga...mana cm smp mei lagi...april ini udah ada trip yang menghabiskan cuti 7 hari... :)
ditunggu cerita hari2 berikutnya... :p

prin_theth said...

Kara: Hahaha... tapi lebih gong pas telat bangun gara-gara belum nyetting jam, Karaa... Iya, I actually had every right untuk murka waktu itu, tapi terlalu capek! Suamiku sampe kagum, spt bukan diriku hihi

Leony: Aaah! Nah, kalo menurut gue Rasa Sayange emang udah unofficilly di-claim Singapore tuh. Soalnya di pertunjukkan Songs of the Sea-nya Sentosa, mereka 'kan juga pake Rasa Sayange dari dulu hihihi. Sebel ya... Punten nih kalo sampe jadi spoiler hahaha.

Mungkin poin lo ada benernya yaaa... I didn't mind the music at all. Menurut gue cukup pas dengan perkusi, akapela, dan Swahili songsnya. Gue merhatiin act and dancenya, maybe because I dance hehe. Gue perhatiin banget emang kekeke.

I'm sure you enjoy the show sayaang, gila lah itu show bertahan dari 1997, pasti enchanting :D Kapan ya kita bisa tampil sekelas itu *grok*

Tari: Iyaa, Alhamdulillah syenang. Sok atuh kalo ada kesempatan nonton The Lion King. Ah kamu mau kemana April, cerita-cerita juga ya!

bolissa said...

Laaa itu Milo Dinosaurs nya nepsongin gilaaaa!

Oni said...

Aku jadi kangen singgahbore.. Aaaa belom pernah ke sephora marbay.. apakah lebih gede dari ion atau seuprit kaya di ngee an la?

prin_theth said...

Bolissa: Pengen langsung dikokop sekali teguk!

Nadia: Aku belum pernah ke Sephora yang di NgeeAnnCity Naay... Tapi Sephora MarBay kayaknya masih kalah gede sih sama yang di ION. Target kemping kita tetep Sephora ION lah...

alaya said...

jadi inget gue pernah nginep di hotel 81 geylang waktu backpacking thn 2005 :D

jadi kangen singapur juga nih...

Putri Patung said...

Ahahahaa..selalu seru deh...iri banget sama kaki situ yang ada tahiti lalatnya..

prin_theth said...

Alaya: Iya nih, Singapur jadi ngangenin gara-gara makin banyak atraksinya. Sebelumnya kayaknya flat banget hihi.

Dara: HEEEHH, makanya available-kan dirimu untuk plesir bersama diriku, yuk. Siapa sih bos Saliharanya? Kasitau dong aku mantannya siapa.

anti said...

ih mba lei, tai lalat di kaki nya bener banget itu mba.. sama kita! :D

prin_theth said...

Anti: Ah, tai lalat di kaki kamu pasti ada sepuluh ya, rejekinya jadi melancong terus hihi

Arman said...

whoaaaa abis baca di blog leony, baca dimari.. semakin pengen nonton lion king.... tapi kapan ya... kayaknya kalo bawa anak kecil bakal gak betah ya anaknya, karena durasinya lama...

btw seru baca blognya!
salam kenal ya! :)

capcaibakar said...

baru kali ini baca kisah perjalanan sambil ngakak-ngakak tiada henti.. lucu banget.. hihihi.

prin_theth said...

Arman - CCB: Aaah, makasih yaa!

Keke Agestu said...

Ahaha, kocak bener sih lailaaa, hahaha.. *loh akhirnya bersuara, ga tahan soalnya* haha..
jadi bikin ketawa ditengah Libya begini, hihi, tengkyuh :D

prin_theth said...

Ihhh Ike lo di Libyaaa?

Post a Comment